Mengapa Citra Yahudi Begitu Buruk di Indonesia?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Rabu, 08 Juni 2011, 18:14 WIB
Mengapa Citra Yahudi Begitu Buruk di Indonesia?
ilustrasi
RMOL. Persepsi umat Muslim di Indonesia tentang Yahudi pada umumnya negatif dan ambigu sekalipun hampir semua tidak pernah berjumpa dengan seorang Yahudi pun.
 
Hal itu disampaikan oleh Dosen Fakultas Ushuludin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga asisten Profesor bidang Religious Studies di University of California Riverside Amerika Serikat, Muhamad Ali, pada seminar "Islam, Yahudi dan Gerakan Anti-Semitisme di Indonesia", di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rabu (8/6).

Menurut Ali, faktor pendukung representasi dan citra negatif tentang Yahudi itu karena sejarah memperlihatkan ketiadaan interaksi Muslim-Yahudi di Nusantara.

Representasi Yahudi yang negatif dan ambivalen itu, antara lain, bersumber dari penafsiran terhadap ayat-ayat Bani Israel dan umat Yahudi dalam al-Quran dan hadis Nabi, imajinasi memori sejarah Yahudi yang hidup dalam pemerintahan Islam (the Jews of Islam) sejak zaman Nabi dan bias keagamaan dalam menyikapi konflik Palestina.

Faktor-faktor lain termasuk pendidikan Islam yang eksklusif, penerjemahan karya-karya anti-Semitisme ke dalam bahasa Arab dan Indonesia, dan tidak adanya buku-buku dan terjemahannya tentang Yahudi yang dikarang oleh orang Yahudi sendiri.

"Akibatnya, muncullah kerancuan tentang Yahudi sebagai agama dan ras, Yahudi yang hidup pada masa Nabi Musa, pada masa Nabi Muhammad, dan mereka yang hidup pada masa modern. Kerancuan itu kini terus berlangsung," kata doktor bidang Sejarah Islam dari University of Hawai at Manoa, Amerika Serikat, ini.

Akibat lain, Yahudi dilihat dan disikapi bukan dalam kerangka mereka, tapi dalam hubungannya dengan Islam. Beberapa pendapat dan sikap positif tentang Yahudi lalu muncul di kalangan Muslim progresif dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pengembangan toleransi dan pluralisme agama, penafsiran al-Quran kontekstual, dan rekonstruksi sejarah Yahudi yang lebih berimbang.[ald] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA