Konsekuensinya, muncul sejumlah nama dari negara berkembang. Yang menarik, dari Asia Tenggara melejit nama mantan Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani Indrawati, yang sejak pertengahan 2010 menjabat Managing Director di Bank Dunia. Nama Sri Mulyani dilontarkan Menkeu Thailand, Korn Chatikavanij.
Walau begitu, nama Sri Mulyani adalah kontroversial di dalam negerinya sendiri. Dia dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab dalam penghentian kasus-kasus pajak bermasalah pengusaha hitam semasa menjabat Menteri Keuangan, dan sempat jadi bulan-bulanan DPR ketika tersangkut perkara
bailout Bank Century yang merugikan negara triliunan rupiah. Yang membuatnya lebih menarik, perkara melekat pada Sri Mulyani tidak pernah tuntas secara hukum dan lebih banyak diselesaikan dalam pentas politik. Apalagi, jika dikait-kaitkan dengan isu pencalonan mantan Direktur IMF itu sebagai Presiden di Pilpres 2014.
Tak heran timbul cemooh dari Tanah Air bahwa Sri Mulyani yang sekarang berkantor di New York tidak pantas mengejar posisi Direktur Pelaksana IMF menggantikan Dominique Strauss-Kahn yang mengundurkan diri, Kamis lalu. Wakil dari negara berkembang yang lebih pantas menduduki posisi itu adalah wakil dari China dan Brazil. Menurut ekonom Fuad Bawazier, Brazil dan China lebih pantas karena kedua negara tersebut dapat mengembangkan bahkan meningkatkan ekonomi dalam negerinya, bukan seperti Indonesia yang malah meningkatkan utangnya.
Sekjen Asosiasi Pembayar Pajak Indonesia (APPI) Sasmito Hadinagoro menilai Sri Mulyani tidak seperti yang dibayangkan pendukungnya. Sri Mulyani juga cacat dalam upaya pembersihan lembaga kas negara tersebut.
"Sudah jelas-jelas mafia sebenarnya bukan Gayus dan kawan-kawan. Mereka hanya operator. Mafia sebenarnya adalah yang dibelakang layar (petinggi Kementerian Keuangan)," ujar Sasmito.
Sasmito mencontohkan kasus pajak PT Ramayana Lestari Sentosa sebesar Rp 7,99 miliar. Kasus yang terjadi di awal 2007 ini ini telah diperiksa oleh Kejaksaan Agung dan dinyatakan P21 alias lengkap dan siap dilimpahkan ke pengadilan.
"Tapi atas intervensi Sri Mulyani, setelah sebelumnya Fadel Muhammad (yang ketika itu menjabat Gubernur Gorontalo) juga mengintervensi, kasus yang sudah P-21 itu dihentikan proses hukumnya," jelas Sasmito.
Untuk diketahui, Fadel Muhammad meminta kasus Paulus Tumewu dihentikan lantaran Paulus berkontribusi besar di Sulawesi dan Kawasan Timur Indonesia terutama dengan memperkerjakan lebih dari 100.000 orang. Selain itu Paulus juga bersedia membayar denda sebesar 400 persen atau 4 kali dari jumlah yang seharusnya dibayar.
Di sisi lain, ada juga penilaian yang memandang peluang besar pengajar di Universitas Indonesia itu. Kemungkinan besar itu karena sekarang ini Indonesia-lah yang paling percaya IMF, dibandingkan negara lain yang sudah membuang jauh IMF dari urusan ekonominya.
Aktivis anti korupsi, Adhie Massardi, mengatakan, pada era 1970-an IMF menguasai ekonomi banyak negara. Tapi kini mafia ekonomi besar itu bangkrut karena ada mafia baru yaitu China. Selain itu, "resep-resep" IMF dianggap tidak berfungsi lagi karena menjerumuskan pasien-pasiennya ke jurang utang yang makin dalam. Mengapa Indonesia masih percaya pada IMF, salah seorang yang paling berjasa adalah Sri Mulyani, si loyalis mazhab neoliberalisme yang diagungkan lembaga internasional sekelas IMF.
Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Marwan Jafar, juga melihat kemampuan Sri Mulyani menerobos puncak IMF. Tapi, alasannya lebih memuji. Sri Mulyani Indrawati (SMI) layak menjadi Direktur Pelaksana IMF karena prestasi. Imbuh Marwan, SMI juga punya pengalaman sebagai Direktur Eksekutif Asia Tenggara sehingga pantas naik kelas.
Beberapa pandangan itu ditutup oleh sikap pengamat ekonomi Hendri Saparini yang selama ini menentang garis kebijakan ekonomi pemerintah. Menurut Hendri, dia sama sekali tidak paham apa yang jadi definisi peluang baik dan manfaat bagi Indonesia dari pencalonan Sri Mulyani ataupun bilamana dia terpilih pada akhir Juni nanti.
"Saya tidak paham apa yang dimaksud orang-orang dengan peluang dan keuntungan yang didapat dari pencalonan itu. Dan saya lebih baik tidak berkomentar tentang Sri Mulyani. Karena, selama dia di Bank Dunia atau di IMF saya belum lihat ada terobosan yang dilakukannya," singkat Hendri beberapa saat lalu.
Jadi, hijrah Sri Mulyani ke Washington DC pertengahan tahun lalu atau pencalonannya ke puncak IMF, apa artinya buat kita? Atau dalam bahasa gaul anak-anak sekarang, so what gitu loh...
Akankah semakin deras policy driven yang harus kita jalankan sesuai agenda Bank Dunia atau IMF setelah Srikandi kita dipilih sebagai penjabat posisi nomor dua Grup Bank Dunia atau nomor satu di IMF sekalipun?
Jika kini masyarakat begitu bangga seorang Srikandi Indonesia terpilih dari pemilihan skala internasional Bank Dunia, kini bolehlah kita cermati lagi peran Bank Dunia dan IMF dalam pembangunan perekonomian kita. Jadi boleh beralasan kita membanggakan Sri Mulyani yang lebih memilih bekerja pada Grup Bank Dunia atau IMF, daripada bangsanya sendiri.
Dan itu semua menjadi semakin ironis, di tengah banyak kasus pajak di departemen yang pernah diasuhnya. Atau tentu saja, Centurygate yang menggantung di hitam langit hukum Nusantara...
[ald]
BERITA TERKAIT: