Demikian disampaikan Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Stefanus Gusma, kepada
Rakyat Merdeka Online, Sabtu (21/5).
"Bagaimanapun juga, sekarang situasinya lebih parah dan membutuhkan kerja-kerja gerakan mahasiswa yang lebih massif," ucap Gusma.
Gusma berpendapat, survei terakhir yang menyatakan ada kerinduan mayoritas masyarakat pada kepastian politik dan kesejehteraan layaknya di masa otoriter Orde Baru menunjukkan kenyataan lain.
"Saya yakin rakyat tahu setelah reformasi itu lebih baik dari masa Orba yang penuh pelanggaran HAM. Yang harus kita perhatikan adalah ungkapan masyarakat yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa atau frustasi masyarakat," terangnya.
Secara substansi, reformasi diakuinya salah arah karena pemerintahan saat ini memposisikan diri sangat jauh dari cita-cita reformasi 98 terutama pada agenda pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Menurutnya, KKN malah melibatkan partai politik berkuasa yaitu Partai Demokrat. Pemerintah sendiri terjerat lingkaran KKN yang lebih parah.
Ditambahkan Gusma, di beberapa tahun belakangan ini bangsa mengarah pada disintegrasi melalui kekerasan atas nama agama dan pelarangan pembangunan tempat ibadah.
"Tidak mungkin masyarakat menjawab lebih enak di zaman Soeharto karena mereka terbayang kasus-kasus pelanggaran HAM. Masalah kesejahteraan dan multi masalah yang membuat mereka frustasi, tidak bisa berbuat apa-apa," terangnya.
[ald]