Bos Cabang Bank Mega Terseret Kasus Lain

Setelah Disangka Membobol Dana Elnusa

Rabu, 11 Mei 2011, 05:11 WIB
Bos Cabang Bank Mega Terseret Kasus Lain
ilustrasi, Bank Mega
RMOL.Tak hanya dituduh ikut berperan dalam kasus pembobolan dana PT Elnusa di Bank Mega Rp 111 miliar, tersangka Itman Harry Basuki (IHB) pun diduga punya peranan dalam kasus pembobolan dana Pemerintah Daerah (Pemkab) Batubara, Sumut senilai Rp 80 miliar.

Kembali terseret-seretnya nama pimpinan Bank Mega Ca­bang Jababeka ini, berawal tat­kala pihak Kejaksaan Agung me­nyidik perkara dugaan korupsi Pem­kab Batu Bara, Sumut, se­nilai Rp 80 miliar.

Menurut Kapuspenkum Keja­gung Noor Rochmat, dari rang­kaian pemeriksaan jajaran Pidsus Kejagung, diperoleh keterangan bahwa dua tersangka, Yos Rouke yang sebelumnya menjabat Ke­pa­la Dinas Pendapatan dan Pe­nge­lolaan Keuangan dan Fadil Kur­niawan selaku Bendahara Umum pada 15 September 2010 hingga 11 April 2011, menyim­pan dana deposito senilai Rp 80 miliar di Bank Mega Jababeka.

 Atas Deposito On Call (DOC) yang ditanamkan di Bank Mega tersebut, lanjutnya, kedua ter­sangka memperoleh keuntungan senilai Rp 405 juta. “Sampai saat ini kami masih menelusuri keter­libatan pihak lainnya,” kata dia, kemarin.

Ia menambahkan, dugaan ke­terlibatan pimpinan Bank Mega Cabang Jababeka, sampai saat ini masih didalami Kejagung. “Kami sudah meminta keterangan dia,” kata Kapuspenkum.

Menyambung penjelasan Ka­puspenkum, sumber penyidik di jajaran Pidsus Kejagung meng­in­formasikan, tidak mungkin bu­nga  yang begitu besar diperoleh dari produk deposito. Dia bilang, pada kasus ini ada pengalihan dana yang dipakai untuk investasi yang dikelola oleh dua perusa­haan investasi lainnya. “Ini yang tengah kita kejar,” ujarnya.

Noor pun memastikan langkah Kejagung dalam menyingkap aliran dana Pemkab Batubara, Sumut telah dilakukan dengan berkoordinasi bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) maupun kepolisian.

Namun, menjawab pertanyaan apakah Kejagung telah mela­ku­kan penyitaan aset milik kedua ter­sangka, dia mengatakan, se­jauh ini jajarannya belum me­la­ku­kan penyitaan aset tersangka. “Baru sebatas meminta pem­blokiran dana Pemkab di Bank Mega dan bank-bank lainnya,” terangnya.

Dia menyampaikan, hasil se­mentara pemeriksaan tersangka maupun saksi kasus ini me­nye­but­kan, pemindahan dana Pem­kab Batubara ke deposito di Bank Mega cabang Jababeka diawali ta­waran IHB. IHB saat itu mena­war­kan produk jasa perbankan Bank Mega berupa bunga yang lebih tinggi dari bank lain sebesar 7 persen per tiga bulan dalam ben­tuk DOC.

Atas hal itu, ter­sangka Yos Rauke dan tersangka Fadil Kur­nia­wan menyetujuinya. Mereka pun mengalihkan dana Pemkab Batubara ke Bank Mega setelah menandatangani aplikasi pem­bu­kaan rekening di Bank Mega.

Proses pengalihan dana Pem­kab Batubara Rp 80 miliar ini, katanya, dilakukan kedua ter­sang­ka dalam lima tahap. Selan­jut­nya, kedua tersang­ka men­cair­kan dana dari Bank Mega Jaba­beka untuk kemudian disetor ke dua perusahaan jasa keuangan dan jasa pengelola aset, yaitu PT Pacific Fortune Management dan PT Noble Mandiri Invesment.

Dari data transaksi keuangan yang diperoleh Kejagung, ter­iden­tifikasi bahwa uang Rp 80 mi­liar itu disetorkan ke rekening PT Pacific Fortune Management di Bank BCA dan Bank CIMB Niaga sebesar Rp 30 miliar. Se­dang­kan sisanya yang Rp 50 mi­liar belum diketahui, apakah telah disetorkan ke rekening PT Noble Mandiri Invesment di Bank Man­diri atau belum.

Noor menambahkan,  laporan PPATK yang diterima Kejagung menyebutkan, masih ada sejum­lah uang pada rekening PT Paci­fic Fortune Management di Bank BCA sebesar  Rp 3 miliar, Rp 900 juta dan Rp 270 juta. â€Uang terse­but kini sudah diblokir,” tegasnya.

Menanggapi tuduhan keterli­batan kliennya dalam kasus pe­nga­lihan dana Pemkab Batubara ini, kuasa hukum IHB,  Dwi Heri Sulistiawan menyangkal hal ini. Na­mun, ia tak menyangkal ke­mung­kinan adanya peran pihak perusahaan investasi yang terkait dalam pemindahan uang Pemkab Batubara di Bank Mega tersebut.

Dia pun me­ny­e­but­kan, Ko­mi­sa­ris PT Pacific Fortune Ma­nage­ment yang bernama Rahman Hakim di­duga punya peran dalam penga­lihan aset dana Pemkab Batubara di Bank Mega.  “Peran­taranya Rahman Hakim selaku komisaris PT Pacific Fortune Ma­nagement, perusahaan in­vestasi,” tandasnya.

Menanggapi hal tersebut, Noor me­nyatakan, pihaknya telah meng­klarifikasi para pihak yang ter­kait dalam hal ini. “Kami su­dah melakukan pemeriksaan ter­ha­­dap mereka. Sampai saat ini sta­tus mereka masih saksi,” kata­nya seraya menambahkan, dari hasil perkembangan pemeriksaan yang dilakukan Kejagung, tidak tertu­tup kemungkinan status sak­si-sak­si tersebut berubah menjadi tersangka.

Kapuspenkum hingga kemarin masih belum mau menjabarkan bagaimana hubungan antara IHB dengan Rahman Hakim, baik sebelum maupun pasca terung­kap­nya kasus ini. “Kami masih da­lami hal itu. Kalau ada kepas­tian keduanya terlibat, pasti sta­tusnya akan ditingkatkan sebagai tersangka,” ucapnya.

Mirip Kasus Pembobolan Elnusa

Modus pembobolan dana Pem­kab Batubara, Sumtera Utara se­nilai Rp 80 miliar di Bank Mega Cabang Jababeka, mirip dengan kasus bobolnya dana Elnusa di bank tersebut.

Dari penyelidikan dan pe­nyi­dikan yang dilakukan jajaran Ke­jaksaan Agung diperoleh ke­te­ra­ngan sementara, uang Pem­kab Batubara dialirkan ke PT Noble Mandiri Invesment dan PT Paci­fic Fortune Manage­ment oleh se­jumlah peran­ta­ra yang berharap bisa menarik ke­untu­ngan dari hal tersebut.

Namun, pengacara Kepala Ca­bang Bank Mega Jababeka Itman Harry Basuki (IHB), Dwi Heri Sulistiawan langsung menepis anggapan bahwa kliennya terlibat dalam kasus ini, apalagi disebut-sebut menerima fee dari pejabat Pemkab Batubara dalam penem­patan dana Rp 80 miliar di Bank Mega cabang Jababeka.

Menurutnya, justru Itman telah melakukan prosedur yang benar dalam pencairan dana Pemkab Batu Bara. Ia membantah per­nya­taan pihak Kejaksaan Agung bah­wa kliennya mengiming-imingi pejabat Pemkab Batu Bara de­ngan bunga tinggi untuk men­de­po­sitokan dananya di Bank Me­ga. “² Tidak ada fee, itu proses mar­keting bank yang biasa,” ujarnya.

Dalam pemeriksaan di Keja­gung, Senin (9/5), sambung Dwi, kliennya sudah memberi pen­je­lasan bahwa dana Pemkab Ba­tu­bara disimpan dalam bentuk de­po­sito on call, bukan deposito bu­lanan biasa.

Dalam pemeriksaan itu, klien­nya juga telah me­nyam­pai­kan bah­wa proses pende­po­si­toan dana Pemkab dilakukan se­suai pro­sedur, alias tak menyalahi aturan perbankan. “Dengan rate 7 persen per tahun, bukan 7 per­sen per 3 bulan. Itu produk jasa per­bankan biasa,” ucapnya.

Lantaran itu, dana Pemkab ter­se­but lalu disimpan di Bank Mega oleh Kepala Dinas Pen­da­patan dan Pengelolaan Keuangan Kabu­paten Batubara Yos Rauke dan Bendahara Umum Daerah Fadil Kurniawan selaku kuasa kas Pem­kab Batubara.

Tapi da­lam per­kem­bangannya, dia me­ngaku tidak tahu menahu kenapa dan bagai­mana dana tersebut diinvestasikan ke dua perusahaan investasi.

Yang jelas, Kejagung tak mau kecolongan. Sinyalemen adanya peran Kepala Cabang Bank Mega Jababeka, Itman Harry Basuki yang dijadikan tersangka oleh kepolisian dalam kasus pembo­bo­lan dana PT Elnusa dengan mo­dus operandi serupa, yakni hi­langnya dana Pemerintah Kabu­paten Batubara Rp 80 miliar di Bank Mega, ditelusuri.

Kapuspenkum Kejagung Noor Rochmat menduga, yang ber­sang­kutan memiliki keterkaitan dalam kasus hilangnya dana Pemkab Batubara di Bank Mega, Jababeka.  “Kami masih terus men­cari data tentang keterkaitan pihak-pihak lainnya. Kasus ini juga mirip dengan kasus pembo­bolan dana Elnusa yang ditangani kepolisian,” ujarnya.

Pelajaran Bagi Bank Mega

Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Kalau pimpinan Bank Mega Cabang Jababeka terbukti juga terlibat pembobolan dana Pem­kab Batubara, Sumatera Utara, maka dia bisa kena hukuman yang lebih berat.

“Ini masuk kategori tindak kejahatan yang berulang. Maka dari segi hukum, harus dikenai sanksi hukuman yang lebih be­rat, jika terbukti,” ujar Anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul.

Menurutnya, selaku pimpi­nan cabang sebuah bank, Itman Harry Basuki (IHB) yang sebe­lumnya telah dija­di­kan ter­sang­ka oleh kepolisian, memiliki tanggung jawab besar.

Soalnya, seorang pimpinan cabang me­mi­liki kewenangan dan pema­haman yang besar atas produk perbankan. “Kalau be­nar ada dana deposito yang di­ali­hkan un­tuk kepentingan inves­tasi lainnya, maka dia bisa dimintai pertanggungjawaban,” tuturnya.

Karena pengalihan dana de­posito untuk kepentingan in­ves­tasi dalam jumlah yang besar, proses pencairannya pada prin­sip­nya diketahui dan disetujui oleh seorang pimpinan cabang. Atas preseden yang terjadi kali ini, politisi Partai Demokrat ter­sebut meminta agar Kejagung jeli melihat peran masing-ma­sing pihak.

Dia pun tak menutup ke­mung­kinan kalau kasus-kasus sejenis di Bank Mega bisa terj­adi. “Itu pelajaran bagi Bank Mega,” katanya seraya me­min­ta peranan pengawas per­bankan lebih diintensifkan lagi.

Semestinya dalam kasus ini, me­nurut Ruhut, pimpinan ca­bang Bank Mega Jababeka se­jak awal sudah bisa mencurigai akan ada unsur tindak pidana korupsi. Artinya, pihak pim­pinan bank harusnya bertanya kenapa dana kas daerah yang be­gitu besar ditanam di bank ter­sebut, alias bukan diinves­tasi­kan atau disimpan di bank daerah.

“Ini kan jadi tanda tanya juga. Kenapa kedua tersangka bisa be­gitu nekat, bahkan menga­lih­kan dana deposito itu ke bentuk investasi lain,” ucapnya.

Dia menambahkan, selain du­gaan keterlibatan unsur pim­pinan bank, dugaan keterlibatan pimp­inan daerah lainnya dalam kasus ini pun harus ditelusuri.

Minta BI Ambil Langkah Tegas

Andi W Syahputra, Koordinator LSM GOWA

Dibutuhkan ketegasan apa­rat penegak hukum mau­pun pe­ngawas perbankan da­lam me­na­ngani kasus pem­bo­bolan bank.

Menurut Koordinator LSM Go­vernment Watch (Gowa) Andi W Syahputra, kejahatan per­bankan seperti dalam kasus pembobolan dana Elnusa dan dana Pemkab Batubara, Sumut di Bank Mega harus mendapat penanganan secara cermat. Dan, lemahnya pengawasan atas perbankan, bukan tidak mung­kin memicu terjadi kasus-kasus serupa lainnya.

“Mata rantai dari aksi keja­ha­tan seperti ini, mesti di­ung­kap­­kan secara jelas. Prinsip­nya, ke­ja­hatan pembobolan da­na di bank merupakan keja­ha­tan kor­porasi. Ini tidak hanya me­li­batkan satu orang dalam bank,” tegasnya.

Dia curiga, kejahatan model demikian dilakukan orang-orang bank yang memahami sis­tem perbankan. Dengan asum­si ini, ia meminta agar pihak Bank Indonesia selaku pengawas per­bankan nasional mengambil lang­kah tegas. “Ke­jahatan per­ban­kan itu merusak sendi-sendi ekonomi kita,” tandasnya.

Menurut Andi, hukuman atas pembobolan bank yang masuk kategori kejahatan kerah putih ini, harus dilakukan secara maksimal jika terbukti. Artinya, jangan ada lagi bentuk-bentuk diskriminasi hukum terhadap pelaku pembobolan bank mau­pun tindak pidana korupsi.

Soalnya, akibat dari kedua tin­dak kejahatan itu bisa me­rusak ekonomi bangsa, se­hing­ga di­per­lukan kearifan semua pihak dalam menuntaskan kasus ini.

“Pilihannya saat ini adalah tinggal tindak semua yang terli­bat dan hukum seberat-berat­nya, atau nasib penegakan hu­kum maupun perekonomian kita yang akan hancur,” tandas dia. [RM]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA