Dari penelusuran pihak berÂwajib terungkap, dana Rp 111 miÂliar diduga dimanfaatkan SN deÂngan cara menginvestasikan di beÂberapa perusahaan yang berÂgerak dalam bidang pengelolaan investasi. Kemudian hasilnya dipergunakan untuk kepentingan pribadi. “Pada hemat saya untuk kasus ini ada indikasi yang mengarah ke money laundering,†kata DiÂrekÂtur Pengawasan dan KeÂpatuÂhan PPATK Subintoro, keÂtika diÂhubuÂngi
Rakyat MerÂdeka, Rabu, (27/4).
Alasannya, dia menduga kalau pelaku berupaya optimal untuk meÂnyamarkan atau menyemÂbuÂnyiÂkan hasil kejahatannya.. SebeÂlumnya, Kepala PPATK Yunus Husein menyatakan pihaknya teÂlah berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya dalam pengungkapan duÂgaan pembobolan dana milik ElnÂusa. “PPATK sudah berÂkoorÂdinasi dengan Polda Metro Jaya,†ujarnya kepada
Rakyat Merdeka melalui pesan singkat.
Menurut Yunus, Polda Metro Jaya sudah mengirim surat pada PPATK untuk melakukan pelaÂcaÂkan. “Sudah ada beberapa data yang masuk dari dua bank,†kaÂtaÂnya. Namun, Yunus belum meÂrinci bank mana saja yang diÂmakÂsud. Disamping itu, Yunus belum mau mengungkapkan kemana saja uang Elnusa di Bank Mega dialirkan tersangka. “Bank lain pasti ada aliran,†prediksinya.
Sebelumnya, tim penyidik SaÂtuan Fiskal, Moneter dan Devisa (Fismondev) Ditreskrimsus PolÂda Metro Jaya menetapkan enam tersangka. Mereka adalah SAN, 53, yang tercatat sebagai Direktur Keuangan Elnusa, MAN, 41, Kepala Bank Mega cabang JaÂbaÂbeka, IHB, 35 dan GUN, 29, yang tercatat sebagai direksi PT DisÂcoÂvery. Selebihnya RIC, 54, seÂbaÂgai broker dan ZUL, 45, berÂasal dari PT Har yang menjabat seÂbagai staf koleksi.
Kasat Fismondev Polda Metro Jaya AKBP Aris Munandar meÂnyebutkan, pencairan duit Elnusa di Bank Mega dilakukan sebaÂnyak lima kali. Pencairan dilaÂkÂsaÂnakan oleh tersangka SN maÂsing-masing pada September 2009 sebesar Rp 50 miliar, OkÂtober 2009 sebesar Rp 50 miliar, November 2009 sebesar Rp 40 miliar, April 2010 Rp 10 mgŽþar, Juli 2010 sebesar Rp 11 miliar. Namun sebelumnya pada Mei 2010 ada uang yang ditransfer baÂlik sebesar Rp 50 miliar ke reÂkening PT Elnusa.
Di luar itu, dari penelusuran piÂhak kepolisian, uang yang diÂboÂbol tersangka SN dan kroninya, seÂlain dialihkan untuk kepenÂtiÂngan inÂvestiasi, juga dipakai unÂtuk memÂbeli sejumlah mobil. Aries pun tak menepis kalau ada uang yang dipakai tersangka untuk keperluan membeli lahan alias lading di wilayah Sulawesi. “Semuanya tengah diinvenÂtaÂrisir,†tuturnya.
Sementara pihak Bank Mega meÂnegaskan, tidak mau mengÂganÂti kerugian simpanan PT ElÂnusa yang raib di banknya. MeÂreka menilai, dana itu raib bukan karena kesalahan Bank Mega. Bahkan, Bank Mega menyatakan siap membawa masalah ini ke jalur hukum. Direktur Kepatuhan Bank Mega Suwardhini yang diÂkonfirmasi pun memastikan, peÂnyebab dana hilang merupakan masalah internal Elnusa dengan pihak pengelola investasi, DisÂcovery Indonesia dan HarÂvesÂtinÂdo Asset Management.
“Kami telah menjalankan tugas perbankan sesuai dengan proÂseÂdur dan aturan yang berlaku, jadi tidak akan menggantinya,†kataÂnya. Disampaikannya, Bank Mega juga mengaku siap meÂmeÂnuhi panggilan kepolisian untuk menyelesaikan masalah ini.
Sementara Partahi Sihombing, peÂngacara tersangka Kepala CaÂbang Bank Mega Jababeka Itman Harry Basuki (IHB) mengatakan, kliennya sudah sesuai prosedur dalam mencairkan dana deposito Elnusa. “Dia melakukan pekerjaÂanÂnya sesuai prosedur yang ada. Dengan begitu saudara Itman tiÂdak bisa dipersalahkan dan tidak ada tindak pencucian uang yang dilakukannya di sini,†kelitnya.
Partahi menambahkan, penÂcaiÂran dana deposito milik PT ElÂnusa pada Bank Mega Cabang Pembantu Jababeka sesuai stanÂdar operasional alias prosedur yang ada. Hal ini ilatari adanya dua tanda tangan dua pejabat ElÂnusa yang kompeten mencairkan dana. Partahi menjelaskan dua pejabat PT Elnusa yang meÂnanÂdaÂÂtangi pencairan dana pada Bank Mega, yakni Direktur Utama berinisial E dan Direktur Keuangan berinisial SN menjadi alasan bagi kliennya untuk mencairkan dana Elnusa.
Ia menyoal kalau kliennya sama sekali tidak menerima inÂformasi baik lisan maupun tulisan terkait pergantian Direktur Utama Elnusa yang berinisial E. “SeÂhingga pencairan yang dilakukan saudara Itman atas persetujuan direksi lama sesuai prosedur kaÂreÂna tidak mengetahui adanya perÂgantian direksi Elnusa,†ujarnya.
Pihak PT Elnusa melalui Juru Bicara Divisi Hukumnya Hanny Soemarno mengatakan, sebagai nasabah, perusahaan meyakini jika dana deposito sebesar Rp 111 miliar itu masih berada di Bank Mega. Keyakinan itu mengacu pada dokumen perusahaan yang belum pernah mencairkan deÂpoÂsito dari bank.
Pengawasan Bank Sangat LemahYenti Garnasih, Pengamat HukumPengamat hukum UniÂverÂsitas Trisakti Yenti Garnasih memÂprediksi kepercayaan maÂsyarakat pada lembaga perbÂanÂkan di Indonesia bakal menuÂrun. Pasalnya, tindakan penÂceÂgaÂhan pembobolan dana nasaÂbah di suatu Bank masih minim.
“Langkah pencegahan sangat penting dilakukan. Makanya, Bank Indonesia (BI) harus meÂlakukan penguatan sistem peÂngawasan internal maupun eksternal. Kemudian, proÂfeÂsioÂnaÂlitas dan integritas pegawai bank juga perlu dijaga guna menghormati lembaga perbanÂkan di Indonesia,†katanya.
Sebetulnya, kata Yenti, apaÂbila pengawasan internal berÂjalan baik dan tidak ada keterÂlibatan pihak bank, tidak muÂdah untuk membobol bank. “Tapi, justru di sinilah kunÂciÂnya bahÂwa jeÂbolnya sistem perÂbankan kareÂna ada konspirasi di antara oknum perbankan senÂdiri. Nah, kalau beÂgini siÂtuaÂsinya maka tidak musÂtahil akan ada yang namanya maÂfia perbankan,†ucapnya.
Menurut Yenti, seharusnya piÂhak bank segera melaporkan jati diri para nasabah yang memÂpunyai jumlah rekening hingga dua miliar rupiah pada Pusat Pelaporan Analisa dan TranÂsaksi Keuangan (PPATK). “Mengingat kejahatan itu sudah berlangsung lama dan tidak terendus pihak otoritas bank. Pada kasus Malinda contohnya, tidak mungkin Malinda hanya bekerja dengan seorang teller. Peluang atasannya juga sangat terbuka, begitu pun pada kasus Bank Mega ini,†tandasnya.
Terkait kasus pembobolan Bank Mega yang menyebabkan hilangnya dana deposito ElÂnusa, doktor bidang pencucian uang ini berharap kasus ini menjadi tantangan bagi tim penyidik untuk mengusut tuntas perkara tersebut.
“Penyidik masih bisa terus mengembangkan kasus ini. MiÂsalnya, bagaimana modus yang dilakukan sehingga terÂjadi keÂjahatan perbankan oleh sejumÂlah orang yang diduga meliÂbatÂkan kepala cabang, diÂrektur keÂuangan, broker dan pihak lain,†ujarnya.
Menurut Yenti, meski menÂjeÂrat pejabat Elnusa, kasus pemÂbobolan Bank Mega tetap bisa dikategorikan sebagai tindak kejahatan perbankan. “Soalnya, kasus itu melibatkan orang daÂlam Bank Mega deÂngan modus pencairan depoÂsito yang juga disinyalir mengÂgunaÂkan tanda tangan palsu,†tandasnya.
Bank Indonesia Harus Lebih TegasSurahman Hidayat, Wakil Ketua Komisi XI DPRWakil Ketua Komisi XI DPR Surahman Hidayat, berÂpenÂdaÂpat lembaga perbankan IndoÂneÂsia yang melakukan pelangÂgaÂran harus diberi sanksi tegas.
Soalnya, jika pelanggaran terÂÂjadi maka ada sistem dari bank tersebut yang perlu diÂperÂtaÂÂnyaÂkan. Apalagi jika kejaÂhatan perÂÂbankan dilakukan oleh orang daÂlam bank seperti yang terjadi daÂlam kasus peÂmÂboÂboÂlan dana naÂsaÂbah CitiÂbank maupun Bank Mega.
“Ya harus itu. Bagaimana membuat lembaga perbankan kita saat ini baik jika ada oknum perbankan yang masih melaÂkuÂkan pelanggaran. Perlu diingat, pelanggaran yang dibuat itu sudah sangat fatal yaitu memÂbobol dana nasabah. Ini nggak bisa dibiarkan,†katanya.
Menurut Surahman, pihakÂnya di Komisi XI sudah berÂulang kali meminta Bank IndoÂneÂsia (BI) untuk menindak teÂgas lembaga perbankan yang meÂlakukan pelanggaran. TerleÂbih, jika lembaga perbankan itu berasal dari luar negeri. “Itu suÂdah sering kami sampaikan daÂlam rapat dengan pihak BI suÂpaÂya diperketat pengawasan dan kalau ada yang melanggar segera beri sanksi,†ucapnya.
Maraknya praktik pemÂboÂboÂlan bank dewasa ini, meÂnuÂrutÂnya terjadi karena dua faktor. “PerÂtama, ialah faktor menÂdaÂsar. faktor ini lebih kepada soal karakter manusianya. Jadi di daÂlam diri manusia itu sudah ada niat jelek untuk memÂbuÂsukÂkan lembaga perbankan di IndoÂnesia,†tandasnya.
Sementara yang kedua, kata politisi PKS ini berkutat seÂputar faktor sistem standar bank. “FakÂtor standar ini bisa muncul karena lemahnya peÂngawasan internal yang dilakuÂkan oleh suatu lembaga perÂbankan. BerÂbicara peÂngawÂaÂsan, maka tentuÂnya nggak bisa lepas dari sisÂtem. Nah, sistem inilah yang harus diperbaiki,†katanya.
Sistem yang dimaksud ialah lemÂbaga perbankan harus melaÂkukan proses recruitmen yang profesional terhadap calon peÂgaÂwainya. “Misalnya, bukan hanya kemauan untuk bekerÂjaÂnya saja, tapi karakter pekerja haÂrus dipantau,†tuturnya. KeÂtika ditanyakan mengenai siÂkapÂnya dalam menghadapi terÂjadinya pembobolan di Citibak dan Bank Mega, Surahman berÂjanji akan membawa kasus terÂsebut untuk diagendakan dalam rapat Komisi XI. “Pasti saya dan kawan-kaÂwan di Komisi XI akan menÂcantumkan masalah itu,†katanya.
[RM]
BERITA TERKAIT: