Komisi Yudisial Korek Keterangan Mun’im Idris

Dugaan Pelanggaran Etik Hakim Kasus Nasrudin

Selasa, 26 April 2011, 07:12 WIB
Komisi Yudisial Korek Keterangan Mun’im Idris
Antasari Azhar
RMOL. Komisi Yudisial (KY) terus menggali dugaan pelanggaran kode etik majelis hakim perkara pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin Zulkarnain dengan terpidana bekas Ketua KPK Antasari Azhar. Kemarin, KY memanggil dan mengorek keterangan ahli forensik dari Universitas Indonesia, Mun’im Idris.

“Kami sangat bersyukur ka­re­na sudah mendapatkan informasi yang amat berharga untuk dite­laah. Saya ucapkan terimakasih ke­pada Pak Mun’im yang telah mem­berikan keterangan dengan leng­kap,” kata Wakil Ketua KY, Imam Ansori Saleh

Setelah mendengarkan kete­rang­an Mun’im, dalam waktu dekat KY akan mendengarkan ke­terangan dari ahli balistik dan ahli informasi teknologi. “Kami undang ahli balistik dan ahli IT. Untuk balistik, Kamis nanti dan ahli IT kemungkinan minggu depan atau hari Senin,” ujarnya.

Sedangkan saksi di bidang lain, KY akan menyesuaikan wak­tu. KY menenggat kasus An­tasari ini bisa diselesaikan dalam wak­tu tiga bulan. “Kami ber­usa­ha menye­lesaikan ini sesegera mungkin. Dalam tiga bulan, kami selesaikan semua. Mudah-mu­dahan dua bulan selesai,” ucap­nya.

Namun, Imam enggan mem­be­berkan hasil pemeriksaan ter­hadap Mun’im. “Secara umum, kami hanya mendengarkan

Pak Mun’im menceritakan awal mendapati jenazah hingga akhir.’Jadi, saya hanya mencatat dan belum ada kesimpulan apapun,” tandasnya.

Sementara itu, terkait pemang­gilan yang dilakukan KY, Mun’im memenuhi janjinya de­ngan menyambangi kantor KY pada pukul 10.00 WIB. Mun’im da­tang dengan mengenakan se­ragam khasnya, yaitu jaket hitam plus topi. Mun’im segera me­ma­suki ruangan pemeriksaan KY.

 Setelah selesai dimintai ke­te­rangan oleh KY, Mun’im men­jelaskan ada perbedaan antara hasil penyelidikan forensik yang dilakukannya dan yang disam­paikan jaksa di pengadilan. Per­be­daan tersebut, salah satunya me­nyangkut jumlah peluru yang ber­sarang di tubuh Nasrudin. “Sa­ya temukan di tubuh korban dua peluru. Saat di pengadilan, ini ditambah satu lagi menjadi tiga,” ujarnya.

Perbedaan jumlah peluru ter­sebut, duga Mun’im, muncul aki­bat perbuatan jaksa kasus An­ta­sari, Cirus Sinaga. “Seharusnya bisa melihat fakta yang sebe­nar­nya,” tandas dia.

Meski begitu, Mun’im enggan menilai, apakah perkara itu ada unsur rekayasa Cirus. “Saya tidak mengerti banyak. Biarlah itu men­jadi urusan hakim,” elaknya.

Mun’im juga mengatakan, di­rinya tidak mendapat ancaman da­ri manapun terkait pemang­gil­an yang dilakukan oleh KY. “Tidak ada ancaman sama sekali. Dari tahun 1979, saya mem­back­up polisi dan tak pernah ada in­tervensi. Semua ada protap­nya,” katanya.

 Dia menegaskan, pemeriksaan oleh KY ini sebatas memaparkan ulang apa yang pernah disam­paikannya di pengadilan, saat Antasari masih menjalani sidang. “Semua sudah saya sampaikan di pengadilan. Intinya, berdasarkan fakta yang saya temukan, jarak tem­bak di atas 50-60 sentimeter. Luka tembak itu ada di sisi kepala sebelah kiri,” ucapnya.

 Pengacara Antasari Azhar, Maqdir Ismail, mengapresiasi lang­kah KY yang memanggil Mun’im Idris. Maqdir mengaku bah­wa salah satu yang di­adu­kan­nya ke KY adalah terkait sen­jata yang digunakan untuk mem­bunuh Nasrudin, di mana ada per­bedaan antara keterangan saksi ahli forensik Mu’nim Idris de­ngan fakta persidangan. Hasil pe­meriksaan terhadap anak peluru yang berada di tubuh korban, ber­asal dari senjata yang bagus. Namun di persidangan, senjata yang ditunjukkan macet.

 â€œSoal kaliber peluru, menurut Mu’nim, yang di tubuh korban itu kalibernya 9 mm. Senjata yang dijadikan barang bukti adalah revolver 038 spesial. Menurut ahli senjata, peluru 9 mm tidak mung­­kin pakai revolver. Kon­tra­diksi ini tidak dipertim­bang­kan,” katanya. 

Mengenai penyitaan barang bukti, yang pernah disita hanya anak peluru dan celana jeans Nasrudin dan serpihan peluru di mobil. Tapi, mobil yang digu­na­kan tidak dilakukan pemeriksaan fo­rensik. Selain itu, baju korban juga tidak diketahui keber­ada­annya karena tidak dijadikan barang bukti.

“Tidak mungkin kan almarhum bertelanjang dada. Baju tak tahu di mana. Di persi­dangan, kami pernah minta, tapi suatu ketika jaksa Cirus sibuk cari baju itu. Kata dia, baju tidak diba­wa, dan ternyata tidak pernah disita. Ini kejanggalan dalam pro­ses,” katanya.

Periksa Saksi Ahli Bukan Porsi KY
Benjamin Mangkoedilaga, Pengamat Hukum

Bekas Hakim Agung, Ben­ja­min Mangkoedilaga menilai Komisi Yudisial (KY) tidak da­lam porsinya untuk memanggil saksi ahli guna mendalami du­ga­an pelanggaran etik yang di­lakukan majelis hakim yang me­nangani perkara pem­bu­nuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin Zul­karnain.

 â€œSetahu saya, pemanggilan saksi ahli itu untuk persidangan. Yang berhak melakukan itu ialah majelis hakim. KY se­ba­gai lembaga pengawas perilaku hakim, kurang pas memanggil saksi ahli untuk mengorek pe­lang­garan etik,” katanya.

 Menurut Benjamin, KY ku­rang memahami esensi perilaku hakim. Sehingga, katanya, KY perlu mendefinisikan ulang pe­ngertian perilaku hakim. “Yang namanya perilaku itu sikap atau bahasa inggrisnya attitude. Nah, jadi kewenangan KY ha­nya se­batas penilaian pe­rilaku ha­kim. Jadi, tak menyentuh sama se­kali proses persidangan, apa­lagi ke­putusan persi­dang­an,” ucap­nya.

 Benjamin kemudian men­con­tohkan hal-hal apa saja yang termasuk dalam kategori pe­ri­laku hakim. “Misalnya, se­orang hakim mengadakan pertemuan di restoran dengan terdakwa, atau kumpul kebo, bisa juga me­nerima suap atau tidur saat me­mimpin sidang. Nah, itulah yang dinamakan perilaku, jadi bukan hal-hal yang me­nyangk­ut seputar persidangan,” tandasnya.

 Meski begitu, dia menam­bah­kan, para hakim yang mem­berikan hukuman 18 tahun pen­jara kepada bekas Ketua KPK Antasari Azhar, sebaiknya siap untuk dimintai keterangan. “Apabila ternyata ada indikasi kuat seorang hakim melanggar kode etik dan profesionalitas, saya kira mau tidak mau hakim itu harus bersedia dan diizinkan un­tuk diperiksa KY. Soal ter­bukti atau tidaknya, biar nanti secara terbuka KY yang mem­per­tanggungjawabankannya,” tandas Benjamin.

 Selain itu, menurutnya, apa­bila hakim tidak memasukkan satu fakta dalam pertimbangan, bukanlah masalah karena sudah menjadi kewenangan hakim. Ta­pi dengan catatan, fakta itu tidak signifikan. “Itu nanti KY yang menemukan,” ujarnya.

Dukung KY Periksa Saksi Ahli
Syarifudin Sudding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Syarifudin Sudding mendukung langkah Komisi Yudisial (KY) meminta keterangan saksi ahli untuk menelusuri dugaan pelang­garan etik para hakim yang menangani perkara pem­bu­nuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin Zul­karnain.

 â€œSaya yang duduk di Komisi III DPR juga merasakan keti­dakprofesionalan majelis hakim yang menangani kasus pem­bu­nuhan dengan terpidana An­tasari Azhar ini. Seharusnya, majelis hakim lebih teliti dan tidak mengabaikan bukti-bukti yang telah disampaikan saksi ahli,” katanya.

 Kejanggalan yang dirasakan Sudding misalnya keterangan saksi ahli forensik dari Uni­ver­sitas Indonesia (UI) Munim Id­ris mengenai senjata atau peluru yang ada di tubuh korban. “Juga ada pesan SMS dari Antasari yang tidak dapat dibuktikan, baju korban yang tidak ditun­jukkan, penyerahan jenazah korban kepada Dr Mun’im yang sudah dipoles, keterangan Rani yang disebut saksi kunci tapi tidak mau diserahkan penyidik ke perlindungan LPSK,” urainya

 Sudding menilai, sejumlah bukti yang disebutkan di atas ada yang diabaikan. Tentunya, kata dia, harus dibuktikan lewat pemeriksaan oleh KY, apakah benar hakim mulai dari penga­dilan negeri sampai MA me­lakukan penyimpangan.

“Kalau ada yang menyim­pang, segera rekomendasikan ke MA untuk diberikan sanksi te­gas. Saya mendukung lang­kah KY ini demi terciptanya per­adilan yang jujur dan ber­integritas di negara kita,” tuturnya.

 Sudding menambahkan, apa yang dilakukan KY saat ini ti­dak bertentangan dengan fungsi dan kewenangan sebagai lem­baga yang mengawasi perilaku ha­kim. “Ini kan untuk me­ne­lusuri, apakah hakim me­la­kukan pelanggaran atau tidak, mar­tabat hakim di Indonesia harus terus dijaga. Saya lihat KY tidak menyentuh putusan per­sidangan. Jadi, saya minta KY tetap lanjutkan pemer­ik­saan ini,” tandasnya.   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA