Hal ini dilatari kinerja mitra Badan Pengelola Komplek KeÂmayoran (BPPK) atau kini Pusat Pengelolaan Komplek KemaÂyoÂran (PPKK), yang dinilai tak kunÂjung menunÂtaskan kewajibannya kepada negara dan konsumen.
Lantaran itu, sekitar seratus konÂsumen mendatangi Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (20/4). Dalam aksiÂnya, mereka meminta jajaran JakÂsa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) menindaklanjuti laÂporan mereka. Menanggapi lapoÂran ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) KejakÂsaÂan Agung Noor Rochmad meÂngaÂtakan, pihaknya akan mempeÂlajari laporan tersebut.
Wakil Kepala Bagian Antar Lembaga Kejagung Yudi meÂnamÂbahkan, pihaknya akan meneÂrusÂkan semua laporan masyarakat, termasuk dugaan kerugian negara dalam pengelolaan Komplek Kemayoran ini.
“Kami akan lihat bagaimana penanganan kasus yang sebeÂlumnya ditangani jajaran Pidsus Kejagung ini. Kasus ini kebetulan memang sudah sangat lama maÂsuk Kejagung. Kami segera samÂpaikan hasilnya nanti,†katanya.
Yudi menyatakan, laporan yang masuk ke Kejagung seÂmuaÂnya diproses sesuai ketentuan yang berlaku. “Tidak ada yang diistimewakan. Semuanya sama. Laporan ini pun masih kami telusuri,†katanya.
Koordinator aksi yang meÂwaÂkili konsumen Komplek KeÂmaÂyoran, Amet SA meminta agar KeÂjagung menelisik laporan duÂgaan korupsi yang pernah mereka sampaikan pada 2004.
“Proses penyelidikan dan penyidikan kaÂsus ini belum jelas. Tidak ada keÂterangan sudah seÂjauhmana peÂnanganannya. Juga tidak ada peÂrintah penghentian peÂnyiÂdikan,†ujarnya.
Menurut mereka, diduÂga yang belum dipenuhi, yaitu ada keÂwaÂjiban memÂbayar hak negaÂra sebesar 10,6 persen dari dana penÂjuaÂlan fisik bangunan. “Kami sudah meÂnaÂnyakan hal ini pada BPPK atau PPKK. InÂformasinya, PT OD belum meÂnyeÂtor kewajiban peÂmÂbayaran meÂreka pada negaÂra,†tandas Amet.
Dia menambahkan, Kejagung telah menangani kasus ini sejak 2004, namun tidak ada tindak lanÂjutnya. “Kami ingin agar JamÂÂpidÂsus baru lebih peka dan tanggap menangani masalah yang diduga merugikan keÂuangan neÂgara dan merugikan konÂsuÂmen ini,†kata Amet.
Dia menjelaskan, kasus ini berÂmÂula saat BPPK atau PPKK yang dapat mandat penguasaan dan pengelolaan lahan Kemayoran seluas 454 hektar, menunjuk salah satu perusahaan menjadi salah satu mitra peÂngembangan lahan sejak 2003.
Selaku peÂngembang, oleh perusaÂhaan itu diserahi otoÂritas peÂnguaÂsaan dan pengemÂbangan lahan pada area Blok B2, B3, B7, B8, C7 seluas 16 hektar, hak opsi peÂngelolaan Blok C9 seÂluas semÂbilan hektar, serta peÂngeÂlolaan Padang Golf dan Diving Range Komplek Kemayoran seluas 40 hektar. “Totalnya ada 65 hektar yang dikelola PT OD,†ujar Amet.
Berdasarkan hak pengelolaan aset tersebut, ia menambahkan, perusahaan pengembang lahan Komplek Kemayoran itu telah menerima uang penjualan dari konsumen setidaknya Rp 125 miliar. Uang dari konsumen terÂsebut, menurutnya, masuk ke kas perusahaan sejak 2006 hingga 2009. NaÂmun, katanya, hingga saat ini belum memÂberiÂkan hak keÂpada konsumen.
“Hak konsuÂmen yang harus diÂpenuhi berupa pembangunan aparÂtemen, rumah, kantor dan rumah toko tidak direalisasikan,†tandasnya.
Alhasil, menurut Amet, sekitar 500 konsumen yang telah memberikan uang muka dan tanÂda jadi tidak bisa menerima hak-haknya. “Tidak ada pembaÂnguÂnan fisik seperti yang dijanjikan,†tandasnya.
Dia menambahkan, pihak konÂsumen juga pernah mengaÂduÂkan perÂsoalan ini ke Komisi II DPR pada 2004 dan pertengahan taÂhun 2009. Namun, sampai saat ini, beÂlum ada tindak lanjutnya. SeÂdangÂkan pihak PT OD yang diÂmintai tanggapan, hingga kemaÂrin belum memberikan jawaban.
Kita Butuh Kepastian Hukum Andi W Syahputra, Koordinator LSM GowaKoordinator LSM GoÂvernment Watch (Gowa) Andi W Syahputra berharap, pergaÂnÂtian unsur pimpinan Kejaksaan Agung, baik pada level Jaksa Agung maupun Jaksa Agung Muda tidak digunakan oknum-oknum kejaksaan untuk meÂmanÂfaatkan kesempatan.
Dia menambahkan, pada prinsipnya seluruh dugaan koÂrupsi pada proyek maupun peÂngelolaan aset negara di KomÂplek Kemayoran yang sudah menggantung lama harus menÂdapatkan kepastian hukum.
“Biar jelas status hukumnya. Ini kan menyangkut kredibilitas negara. Apalagi dalam kasus ini, konsumen diduga juga dirugikan,†tuturnya.
Lantaran itu, menurut Andi, usaha Kejaksaan Agung meÂnyingkap kasus tersebut harus dipantau secara ketat agar ada kepastian hukumnya.
Andi berharap, budaya meÂmanfaatkan kesempatan yang tidak baik di balik pergantiaan pimpinan kejaksaan, henÂdakÂnya tidak dikembangkan atau diÂpelihara. “Kita butuhnya keÂpastian hukum. Penanganan perkara harus menjadi prioritas kejaksaan,†katanya.
Dia menyatakan, dari peÂngaÂlamannya, setiap ada pergantian pejabat, maka kasus-kasus lama dimunculkan kembali. “Ini ada targetnya†kata Andi tentang kaÂsus pengelolaan aset negara, Komplek Kemayoran, Jakarta.
Ditanya mengenai target yang ia maksud, Andi menÂjeÂlasÂkan, tingkat persaingan atau kompetisi di lingkungan kejakÂsaan sangat tinggi.
Kemudian, tak tertutup keÂmungkinan, ada perkara-perÂkara tertentu yang sengaja tidak ditaÂngani secara serius atau bahÂkan ditutup-tutupi oknum jaksa terÂtentu. Sehingga, deÂngan naiknya jaksa yang baru, perÂkara-perkara lama yang selama ini tidak tuntas peÂnaÂnganannya, disoroti kembali.
Khawatir Dibekukan Secara Diam-diam Dimyati Natakusumah, Anggota Komisi III DPR Anggota Komisi III DPR Dimyati Natakusumah berharap Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menuntaskan polemik duÂgaan korupsi pengelolaan laÂhan Kemayoran, Jakarta. SoalÂnya, laporan perkara ini sudah diterima Korps Adhyaksa sejak tahun 2004.
“Jika perkara tersebut mangkrak di Kejagung sejak 2004, saya khawatir itu sudah dibekukan secara diam-diam. Jika benar demikian, maka keÂjaksaan telah melakukan peÂlangÂgaran. Saya harap Pak BasÂrief sebagi Jaksa Agung bisa memberi peringatan kepada anak buahnya,†katanya.
Menurut Dimyati, jika perÂkara tersebut didiamkan KeÂjakÂsaan Agung, maka dugaan keÂrugian negaranya akan hilang begitu saja. Masyarakat yang telah membeli produk itu, tapi tiÂdak ada bentuk fisiknya di Komplek Kemayoran pun rugi. “Saya berharap tidak ada lobi-lobi di balik perkara ini,†katanya.
Lobi-lobi yang dimakÂsudÂnya adalah permainan uang supaya perkara tersebut tidak diterusÂkan. Menurut Dimyati, lobi-lobi khusus kadang terÂjadi pada tingkat penyelidikan dan peÂnyiÂdikan.
“Kalau di penyelidikan, permainan uang biasanya untuk menutupi agar seseorang tidak jadi tersangka. Kalau di penyiÂdikan, biasanya lobi-lobi terjadi supaya perkara bisa di SP3. Penyelidikan dan penyidikan jadi lahan empuk tuh,†ujarnya.
Untuk meminimalisir terjaÂdiÂnya praktik seperti itu, DiÂmÂyati bersama teman-temannya di Komisi III sedang membuat Rancangan Undang-Undang Kejaksaan. Dengan peraturan itu, akan ada sanksi berat bagi jaksa yang terbukti memÂbekuÂkan suatu perkara.
“RUU itu akan menindak tegas siapa saja jaksa yang bermain dengan kasus. Tidak tanggung-tanggung, konseÂkuensinya langsung dipecat,†kata Ketua Penyusun RUU Kejaksaan ini.
[RM]
BERITA TERKAIT: