Komisi III DPR Dalami Dugaan Pemerasan 70 Kepala Daerah

Kamis, 21 April 2011, 03:38 WIB
Komisi III DPR Dalami Dugaan Pemerasan 70 Kepala Daerah
ilustrasi, bank century
RMOL.Untuk mengatasi masalah yang menimpanya, 70 pimpinan daerah datang ke DPR. Mereka melapor ke Komisi III DPR karena merasa diperas oknum jaksa.

Laporan tentang dugaan pe­merasan terhadap sejumlah pim­pinan daerah itu disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Eva Kusuma Sun­dari. Politisi asal Jawa Timur ini menyatakan, laporan tentang du­gaan pemerasaan oleh oknum jaksa terjadi nyaris di seluruh wi­layah Tanah Air.

“Sedikitnya ada 70 kepala dae­rah yang melapor. Mereka me­ngaku dijadikan mesin ATM oleh jaksa,” katanya.

Eva yang ditanya tentang iden­titas para kepala daerah itu, me­no­lak merincinya. Dia bilang, iden­titas kepala daerah yang me­la­porkan insiden ini harus di­lindungi DPR. “Hampir semua pim­pinan wilayah di kawasan Su­matera, Jawa, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Pa­pua melaporkan kepada kami ten­tang pemerasan yang diala­mi­nya,” tuturnya seraya meng­in­formasikan, pimpinan daerah yang melapor ada yang berasal dari Binjai maupun wilayah Jambi.

Lebih jauh, ketika diminta men­jabarkan jumlah uang yang diduga diminta oknum-oknum jaksa itu, Eva mengaku tidak ingat. Menurut dia, jumlahnya sa­ngat variatif. Ada yang besar dan ada yang kecil. “Jumlahnya ber­variasi. Saya tidak ingat persis datanya,” alasan dia.

Eva menambahkan, untuk me­mastikan nominal uang dalam la­poran 70 kepala daerah ini, pihak DPR akan membahasnya pada Senin (18/4) ini. Menurutnya, se­te­lah menerima laporan itu pada pekan lalu, anggota Komisi III telah meminta pihak Sekretariat Komisi III DPR untuk menyusun data mengenai laporan tersebut. “Senin ini datanya baru selesai disusun, akan kami terima dan tindaklanjuti,” imbuhnya.

Menurutnya, dugaan peme­rasan ini menjadi pekerjaan ru­mah Komisi Hukum DPR. Ia pun berjanji akan meminta klarifikasi para pimpinan daerah maupun un­sur kejaksaan yang diduga ter­kait persoalan ini.

Dia juga menduga, modus ope­randi pemerasan ini dilakukan de­ngan cara menggantung perkara hukum yang menyangkut nama para petinggi daerah. Lantaran itu, ia mendesak agar unsur pim­pinan Kejagung segera me­nganalisa dan mengevaluasi per­kara pimpinan daerah yang di­ta­ngani kejaksaan, baik di pusat maupun di daerah.

Perkara-perkara menyangkut kepala daerah ini, sambungnya, harus segera ditindaklanjuti de­ngan langkah penyelidikan dan penyidikan yang pasti. Jika tindak pidananya terbukti, maka harus dilanjutkan dengan proses hukum yang jelas.

Kalau dalam proses hukum jak­sa tak menemukan indikasi tin­dak pidana, maka perkara hu­kum yang menyeret nama pim­pinan daerah harus diselesaikan. “Agar ada kepastian hukum,” tandasnya.

Menanggapi laporan dugaan pemerasan ini, Jaksa Agung Mu­da Bidang Pengawasan (Jamwas) Marwan Effendy mengaku, jaja­rannya telah mengintensifkan pe­ngawasan jaksa di daerah-daerah. Bahkan, menurutnya, pihak Jam­was sudah sejak jauh hari mem­bentuk satgas yang khusus ber­tu­gas mengawasi kinerja jaksa-jaksa di berbagai daerah. “Pe­nga­wa­san jaksa sudah dilakukan se­cara intensif,” klaimnya.

Marwan juga mengaku pi­hak­nya akan melakukan inter­ospek­si atas hal tersebut. “Kami respon laporan tersebut secara kompre­hensif. Ini masukan yang bagus buat kami. Ini tentu akan kami tin­daklanjuti dengan pe­ngum­pulan data dan bukti-bukti yang konkret,” ujarnya.

Kalau memang terbukti ada pe­nyimpangan yang dilakukan jak­sa, lanjut dia, pihaknya tidak akan segan mengambil langkah tegas. Dia pun berjanji akan mem­be­ri­kan sanksi berupa teguran hingga pemecatan setelah melakukan penelitian dan penyelidikan atas dugaan pelanggaran etika profesi kejaksaan.

Jamwas Minta Komisi III Netral

Pihak Kejaksaan Agung akan mengecek laporan kepala daerah ke­pada Komisi III DPR menge­nai jaksa yang diduga memeras. “Nanti saya cek,” kata Kapus­pen­kum Kejaksaan Agung Noor Rachmad.

Laporan para kepala daerah itu juga didasari sinyalemen Kepala Badan Administrasi Ke­pe­ga­wai­an Negara (BAKN) yang me­ne­mu­kan permasalahan pada Sa­tu­an Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang kerap mengeluh di­peras oknum jaksa.

Namun, Jaksa Agung Muda Pe­ngawasan Marwan Effendy me­ngi­ngatkan Komisi III DPR agar tidak mudah menerima lapo­ran yang diajukan 70 kepala dae­rah ter­sebut.

Menurutnya, Komisi III harus bertindak profesional dan netral dalam menanggapi penga­duan ke­pala daerah, bukan seolah mem­bela para pejabat daerah yang melaporkan kasus tersebut.

“Komisi III jangan semudah itu me­nerima laporan, mentang-men­tang ada perwakilan partai­nya yang jadi kepala daerah, harus netral,” tegasnya, Minggu (10/4).

Marwan menyatakan, Komisi III harus meneliti lebih lanjut isi laporan tersebut. Artinya, belum tentu laporan kepala daerah soal adanya jaksa yang memeras itu benar. Sebab, ia sendiri merasa ti­dak yakin anak buahnya ber­pe­rilaku seperti itu.

“Tidak mungkin anak buah saya melakukan hal se­perti itu. Tuduhan itu sangat mustahil. Saat ini pengawasan melekat terus kami intensifkan hingga ke ting­kat bawah. Mungkin ada satu-dua oknum, tapi itu pun tidak sampai memeras. Tidak mungkin berani jaksa-jaksa daerah melakukan itu,” sanggahnya.

Marwan mengatakan telah me­minta klarifikasi dari para Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) di se­luruh Indonesia mengenai la­po­ran 70 kepala daerah ke Komisi III DPR tersebut. “Jangan-jangan la­poran itu hanyalah serangan ba­lik dari para tersangka atau ter­lapor untuk mengaburkan per­soa­lan. Jadi, seperti maling teriak maling,” tepisnya.

Lebih lanjut Marwan menya­takan, jajaran pengawasan telah mengagendakan inspeksi men­dadak (sidak) dalam tahun 2011 di 31 Kejaksaan Tinggi. Tetapi, sidak tersebut bukan dilakukan karena ada kabar pemerasan oleh jaksa.

Ngaku Tak Bela Kepala Daerah Atau Jaksa

Ruhut Sitompul, Anggota Komisi III DPR

Dugaan adanya oknum jaksa yang menjadikan pimpinan dae­rah sebagai ATM untuk me­menuhi pundi-pundi keka­yaan­nya, mengundang keprihatinan sejumlah kalangan. Dugaan ini, menurut anggota Komisi III DPR Ruhut Sitompul, hen­dak­nya dijadikan target Jaksa Agung dan jajarannya untuk menertibkan perilaku jaksa.

“Selaku salah satu elemen penegak hukum, jaksa-jaksa harus kredibel. Ia harus tahan godaan,” ujar politikus Partai De­mokrat ini. Kabar masih ada­nya tingkah jaksa yang me­nyimpang ini, menurut Ruhut, sangat memalukan dan mem­prihatinkan kalangan DPR.

Masalahnya, menurut dia, anggaran untuk jaksa selama ini sudah cukup besar. Dengan de­mikian, lanjut Ruhut, tidak ada alasan untuk melakukan pe­nyim­pangan, apalagi dengan cara menjadikan pejabat daerah sebagai kasir atau ATM mereka. “Ini tidak bisa dibenarkan.”

Menurutnya, dugaan pe­me­rasan tersebut akan diselesaikan kalangan DPR dengan langkah sistematis. Artinya, selain akan memintai keterangan kepada jaksa-jaksa, pihaknya juga akan mengorek keterangan dari para pimpinan kepala daerah. De­ngan langkah tersebut, maka akan ada obyektifitas dalam menarik kesimpulan.

“Kita tidak mau terkesan membela kepala daerah atau sebaliknya membela jaksa. Kalau salah ya harus ditindak sesuai tingkat kesalahannya,” tuturnya.

Dia menyampaikan, indikasi atau pola-pola pemerasan oleh oknum kejaksaan yang disam­paikan 70 pimpinan daerah ini tidak bisa serta-merta diterima begitu saja. Menurutnya, harus ada pemeriksaan dan penelitian yang obyektif. Jangan-jangan, sambung Ruhut, kesalahannya justru terletak pada kepala dae­rah yang jelas-jelas bermasalah dengan hukum.

“Kalau bermasalah dengan hukum atau berurusan dengan ke­jaksaan, tidak tertutup ke­mung­kinan mereka yang mem­berikan upeti tertentu pada jak­sa­nya. Jadi, bukan diminta, apa­lagi diperas jaksa. Di sini kan ada hubungan simbisosis mu­tualisme yang harus diuraikan secara jernih,” tegasnya.

Selanjutnya, ia menyatakan, pihak DPR akan berupaya opti­mal menggali data seputar hal ini. Artinya, kalau memang ada ke­pala daerah yang tengah men­jalani proses hukum, maka harus jelas sudah sejauhmana  proses hukum itu dilakukan. La­manya proses hukum yang me­libatkan unsur pimpinan daerah pun akan menjadi materi baha­san di Komisi III DPR.

Jangan Dibiarkan Berlarut-larut

Marwan Batubara, Koordinator LSM KPKN

Dugaan adanya oknum jaksa memeras sejumlah kepala dae­rah hendaknya diselesaikan se­cara jernih. Pasalnya, jika ini di­biarkan maka kredibilitas pim­pinan kepala daerah bisa ter­gang­gu. Sebaliknya, jika du­gaan ini tidak terbukti, kepala daerah yang membawa perkara ini ke DPR harus diberikan sanksi tegas.

“Kabar miring tentang masih ba­nyaknya jaksa nakal yang menjadikan kepala daerah se­ba­gai kasir, semestinya segera di­selesaikan. Jangan sampai citra kepala daerah atau citra ke­jak­saan rontok akibat dugaan-du­gaan tersebut,” ujar Koor­di­nator LSM Komite Penyelamat Keuangan Negara (KPKN) Marwan Batubara.

Dia mengingatkan, jajaran Ko­misi III DPR harus meman­dang jernih laporan para pim­pinan daerah itu. Laporan terse­but hendaknya dijadikan ma­su­kan untuk mengoreksi kinerja kejaksaan sebagai mitra kerja Komisi Hukum DPR. “Jangan sampai ini jadi komoditas atau kepentingan politik pihak ter­tentu,” tandasnya.

Dia menambahkan, persoa­lan seputar kepala daerah yang diduga diperas jaksa bukan barang baru. Anehnya, kenapa penanganan perkara seperti ini kerap memakan waktu yang sangat panjang, atau bahkan ti­dak jelas juntrungannya. Maka, situasi seperti ini bisa diman­faatkan oknum-oknum nakal, baik jaksa maupun kepala daerah.

Lantaran itu, Marwan me­min­ta seluruh piranti maupun instrumen penyelenggara ne­gara konsentrasi dalam me­nun­taskan masalah itu. “Jangan di­biarkan berlarut-larut,” katanya se­raya menambahkan, meka­nis­me penuntasan kasus hukum yang melilit kepala daerah ini hen­daknya menjadi fokus per­hatian yang harus diselesaikan bersama-sama.

Dia pun mengingatkan agar prosedur penanganan kasus yang menyeret kepala daerah dilakukan secara transparan. Hal tersebut agar persoalan se­perti ini tidak terulang kembali. [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA