JPU Kasus Thariq Century Cuma Kena Sanksi Disiplin

Tuntut Pembobol Rp 360 Miliar Hanya 1,5 Tahun Penjara

Kamis, 14 April 2011, 03:35 WIB
JPU Kasus Thariq Century Cuma Kena Sanksi Disiplin
ilustrasi, bank century
RMOL.Kejaksaan Agung hanya akan menjatuhkan sanksi disiplin terhadap tim jaksa penuntut umum (JPU)

yang menangani perkara Thariq Khan, pemilik empat perusahaan fiktif yang mendapatkan kucuran sekitar Rp 360 miliar dari Bank Century.

Hasil Eksaminasi yang dila­ku­kan tim Jaksa Agung Muda Pe­ngawasan (Jamwas) mengi­nd­ika­sikan terdapat pelanggaran yang di­lakukan tim JPU perkara Tha­riq.

“Eksaminasi sudah selesai, ada lebih lanjut lagi, menyangkut ins­peksi kasus. Artinya, yang ter­libat di situ diindikasikan me­la­kukan pe­langgaran disiplin,” kata Jam­was Marwan Effendy kepada Rak­yat Merdeka, beberapa waktu lalu.

 Namun, Marwan belum mau me­nyebutkan bentuk sanksi ter­sebut secara konkret. Tapi, ia me­ngaku akan menjatuhkan sanksi kepada JPU kasus ini.

“Kami tidak boleh ngomong apa hukuman­nya, karena PP 30 melarang, kecuali setelah sanksi itu diberitahukan kepada jaksa yang bersangkutan,” alasan bekas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus ini.

 Menurutnya, penjatuhan sanksi disiplin tersebut masih da­lam proses di tingkat pimpinan Ke­jaksaan Agung. Saat ini, Mar­wan masih menunggu keputusan Jaksa Agung Basrief Arief. “Su­dah diproses. Sekarang sedang menunggu putusannya,” kata dia.

Tim JPU untuk perkara Thariq ialah Fatoni Hatam, Iwan Setia­wan, Awalia Machmuda, Arief Indra Kusuma Adhi dan Dedy Su­karno. Mereka, kata Marwan, di­tunjuk berdasarkan surat perintah penunjukan jaksa penuntut umum (P.16A) yang telah ditanda tangani Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan saat itu, Ari Muladi.

Marwan mengingatkan, Tha­riq adalah nasabah Bank Century yang mendapat kucuran kredit Rp 360 miliar untuk empat peru­sa­haan­nya. Kredit itu disetujui, meski tidak melalui proses yang seharusnya oleh pejabat Bank Cen­tury, Arga Tirta Kirana dan Linda Wangsadinata. Arga dan Linda kena hukuman tiga tahun penjara.

Jajaran Jamwas, lanjut Mar­wan, menelisik mengapa JPU ti­dak me­nempuh banding atas vo­nis majelis hakim yang hanya 10 bulan penjara untuk Thariq. Pa­dahal, JPU me­nuntut Thariq de­ngan hukuman satu tahun enam bulan penjara. “JPU terindikasi melakukan pe­langgaran di­siplin,” katanya.

Marwan menambahkan, ek­sa­minasi ini diperintahkan lang­sung oleh Jaksa Agung Basrief Arief dalam rapat pimpinan ke­jaksaan. “Saya juga ditelepon Jak­sa Agung yang meme­rin­tahkan untuk eksaminasi soal Thariq Khan, karena Thariq di­tuntut 1 tahun 6 bulan dan hanya diputus 10 bulan,” ujarnya.

Sebelum Jaksa Agung me­me­rintahkan eksaminasi itu, banyak yang heran mengapa tuntutan untuk Arga dan Linda dalam ka­sus yang sama, 10 tahun penjara. Sedangkan tuntutan untuk Thariq yang dapat kucuran Rp 360 miliar, hanya satu tahun enam bulan penjara.

Sedangkan Sugianto, kuasa hukum Arga dan Linda, di ha­da­pan Komisi III DPR pada 26 Feb­ruari lalu menyatakan, vonis ma­jelis hakim untuk Thariq tidak se­suai. Thariq yang menerima kre­dit sekitar Rp 360 miliar di­jatuhi hukuman 10 bulan penjara, se­dang­kan Linda dan Arga yang didakwa turut andil mengucurkan kredit tidak sesuai prosedur, dituntut 10 tahun penjara.

Sugianto juga menyebut Tha­riq sebagai orang sakti. Soalnya, saat persidangan kasus ini ber­gulir di Pengadilan Negeri Ja­kar­ta Selatan, Thariq tidak hadir dari sidang perdana hingga putusan ma­jelis hakim. Pria berdarah Pa­kistan yang berpaspor Inggris itu, hingga kini tidak jelas ke­be­ra­da­a­nnya. Vonis hakim seolah tidak berarti apa-apa.

Menurut Sugianto, pengacara Thariq saat itu adalah Haposan Hutagalung. Haposan juga per­nah menjadi kuasa hukum Gayus Tambunan.

Sementara itu, Juru Bicara Pe­ngadilan Negeri Jakarta Selatan Ida Bagus Dwiyantara menga­ta­kan bahwa perkara Thariq masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 952/Pid B/ 2009.

“Perkaranya diputus pada 17 September 2009. Saat itu, Thariq yang dijerat Pasal 372 KUHP, atau pasal penggelapan, disidang oleh Ketua Majelis Hakim Has­wandi dengan panitera pengganti Helmy Lubis,” ucapnya.

Berdarah Pakistan, Berpaspor Inggris

Thariq Khan adalah pria ber­darah Pakistan yang mempunyai Paspor Inggris. Dia merupakan ter­sangka kasus penipuan PT Signature Capital Indonesia yang ditangkap tim Mabes Polri pada Jumat 19 Desember 2008.

 Kepala Badan Reserse Kri­minal (Kabareskrim) Polri saat itu, Komjen Susno Duadji me­nyatakan bahwa jajarannya telah menangkap Thariq. “Dia bukan pegawai Bank Century, tapi ter­kait aliran dana Bank Century, yang punya sekuritas. Yang pu­nya paspor Inggris, orang Pakis­tan, namanya Thariq Khan,” katanya.

Menurut Susno, status resmi Thariq saat itu adalah konsultan dari sebuah perusahaan fiktif, yaitu PT Accent Investama. Tha­riq juga diduga mendirikan pe­rusahaan dengan menggunakan dana yang dihimpun dari nasabah Bank Century. “Dia buat peru­sa­haan dari dana Bank Century, ke­mudian mengalir ke perusahaan itu,” katanya.

Selain itu, Susno juga me­nya­takan pihaknya sudah memeriksa Sekretaris Perusahaan PT Sig­na­ture yang bernama Stela. “Pe­me­rik­saan Stela bisa saja ber­kem­bang dan menjadikan Stela se­ba­gai tersangka. Kalau dia tahu ten­tang uang itu, dan terbukti me­ne­rima uang itu, bisa jadi ter­sang­ka,” ujarnya.

 Mabes Polri juga sudah mem­blokir rekening pemilik Signature ketika itu. Menurut Susno, pi­haknya memblokir rekening sang pemilik karena rekening per­u­sa­haan justru tidak ada uangnya. “Yang Signature kemarin sudah diblokir. Itu rekening pemilik, kalau rekening perusahaan tidak ada duitnya,” tambah dia.

Tidak hanya itu, pada 26 Feb­ruari 2009, pihak Mabes Polri juga menyita aset Thariq. Jumlah aset yang disita tidak disebutkan secara rinci, namun mencapai miliaran rupiah. Menurut Susno, barang bukti aset milik Thariq yang telah disita, antara lain, tiga buah mobil yaitu Toyota Alphard, Kijang Innova, BMW X5. Itu be­lum termasuk 55 rekening yang telah diblokir Korps Bhayangkara.

Susno pun menyatakan bahwa dua unit apartemen milik Thariq, ya­itu Apartemen Four Seasons dan Apartemen Ascott juga dise­lidiki. Selain itu, polisi me­la­kukan pemblokiran saham milik Thariq yang masih tersisa di PT Signature Capital Indonesia.

Ber­kas perkara ini kemudian dikirim pihak Mabes Polri ke pihak kejaksaan pada 17 Februari 2009. Singkat cerita, Thariq dituntut jaksa penuntut umum (JPU) dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.

Menurut Sugianto, pengacara terpidana dari pihak Bank Cen­tury, Linda Wangsadinata dan Arga Tirta Kirana, Mabes Polri diskriminatif dalam menangani perkara ini.

Terbukalah Agar Rakyat Tak Curiga

Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah mengimbau Kejaksaaan Agung (Kejagung) supaya transparan kepada ma­syarakat dalam hal pemberian sanksi kepada para jaksa yang terbukti melakukan pelang­ga­ran. Sehingga, publik tidak me­naruh rasa curiga yang men­da­lam terhadap instansi kejaksaan.

Terlebih, kata Basarah, kasus Century merupakan skandal yang perkembangannya di­nantikan masyarakat. Karena itu, sudah selayaknya Korps Adhyaksa tidak melakukan pencitraan semata. “Tetapi yang harus dilakukan ialah perbaiki kinerjanya, bukan pencitraan. Kalau begini, rasanya pencit­raan saja,” katanya.

Menurutnya, Jaksa Agung Muda yang diberi kewenangan untuk mengawasi para jaksa, seharusnya bisa menunjukkan sikap terbuka kepada ma­sya­ra­kat dalam hal pemberian sanksi terhadap anak buahnya. “Kami di Komisi III sangat sering mem­berikan arahan supaya terbuka kepada masyarakat. Na­mun, Jamwas tampaknya ha­nya sekadar mencatat omongan kami tanpa ada reaksi nyata,” tandasnya.

Politisi PDIP ini juga meng­kritisi dasar eksaminasi yang dilakukan kejaksaan. Seha­rus­nya, menurut Basarah, dasar ek­saminasi ini adalah tuntutan un­tuk Thariq tidak seimbang de­ngan jumlah uang yang di­bobolnya, Rp 360 miliar.

“Tapi, Jamwas melakukan eksaminasi hanya karena jaksa tidak mengajukan banding setelah Thariq divonis majelis hakim. Lalu, 360 miliarnya mau dikemanakan,” tegasnya.

Lantaran itu, Basarah kem­bali merasa kecewa dengan ki­nerja kejaksaan dalam me­na­ngani perkara-perkara yang ting­kat kerugian negaranya be­sar. “Tidak bisa saya bayangkan jika seperti ini jadinya, ada pen­cucian tangan di sini, ada per­mainan atau lobi-lobi khusus dalam perkara Century ini,” katanya.

Akui Tuntutan Untuk Thariq Terlalu Rendah

Alex Sato Bya, Bekas Jaksa Agung Muda

Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, Alex Sato Bya mengakui, tun­tutan 1 tahun 6 bulan penjara yang diajukan jaksa dan vonis 10 bulan penjara dari hakim un­tuk Thariq, memang sangat ke­cil di­bandingkan dengan nilai keru­gian negara pada kasus tersebut.

“Tuntutan dan vonisnya me­mang terlalu rendah atau kecil. Sekarang begini, Gayus Tam­bunan saja dituntut 20 tahun dan vonis 7 tahun. Itu yang nilai kerugian negaranya hanya Rp 570 juta. Nah, ini yang kerugian negaranya Rp 360 miliar ke­napa hanya dituntut dan divonis rendah,” katanya.

Menurutnya, majelis hakim yang menyidangkan perkara Thariq seharusnya men­ja­tuh­kan vonis lebih berat ketimbang yang dituntutkan jaksa. “Jika hakim melihat nilai kerugian ne­garanya, maka boleh men­ja­tuh­kan vonis lebih berat ketim­bang yang dituntut jaksa,” ujar pria yang pernah berkarier se­ba­gai jaksa selama 40 tahun ini.

Alex juga mempertanyakan, apakah kerugian negara akibat perkara Thariq itu sudah se­muanya disita negara. Jika be­lum, dia menyarankan supaya tim pemburu aset koruptor me­ngejar aset itu. “Kalau baru se­bagian yang disita, maka harus dikejar lagi yang sisanya itu,” tandas staf khusus bidang huk­um Kementerian ESDM ini.

Dia juga berharap Jamwas ti­dak merahasiakan sanksi di­siplin terhadap tim JPU yang menangani perkara Thariq. Se­hingga, masyarakat bisa me­lihat bukti nyatanya. “Kalau di­nyatakan PP 30, maka artinya tidak harus tertutup terhadap masyarakat. PP 30 itu terdapat tiga macam sanksi, yaitu ren­dah, sedang dan berat. Ter­gantung perkaranya dulu,” ucapnya.

Meski begitu, Alex tetap meng­hormati bekas instansinya tersebut dengan tidak meren­dahkan kinerja Jamwas saat ini. “Ya kita hormati saja. Mungkin Jamwas punya alasan tersendiri mengenai perkara ini. Tapi, saya sarankan untuk terbuka kepada masyarakat,” tuturnya. [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA