Dalam berita tersebut, TB Silalahi yang saat ini menjabat Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) bidang Pertahanan dan Keamanan, diÂkaitÂkan dengan kasus yang meliÂbatÂkan suami bekas presiden MegaÂwati Soekarnoputri, Taufik Kiemas.
“Pada Desember 2004, KeduÂbes AS di Jakarta juga melaporÂkan bahwa salah satu penasehat presiden yang dianggap merupaÂkan salah seorang informan poliÂtik paling berharga buat mereka, TB Silalahi, memberi informasi bahwa pejabat tinggi Kejaksaan Agung yang saat itu memimpin tim pemberantasan korupsi, HenÂdarman Supandji, telah mengumÂpulkan bukti yang cukup atas kaÂsus dugaan korupsi Taufik Kiemas dan sudah menyiapkan surat penangkapan,†demikian tulis The Age, Jumat 11 Maret 2011.
Bagaimana reaksi TB Silalahi dengan pemberitaan tersebut? Berikut wawancara Rakyat MerÂdeka dengan bekas Menteri PenÂdayagunaan Aparatur Negara tersebut, kemarin.
Anda masih keÂcewa dengan pemberitaan terÂsebut?
Sebenarnya kita sudah melakuÂkan seruan secara nasional, mariÂlah kita tidak lagi membicarakan masalah ini, karena kita menghaÂdapi masalah ke depan, seperti keÂbocoran nuklir Jepang, teror pemboÂman di Utan Kayu dan lain-lain.
Artinya, Anda sudah melupaÂkan Wikileaks-gate?
Bukan berarti kita tidak hirauÂkan Wilikealks. Secara sistematis apa yang dituduhkan ke saya seÂbenarnya sudah terbantahkan dengan jelas. Kejaksaan Agung meÂlalui Wakil Jaksa Agung Darmono, Jampidsus Amari dan Jamwas Marwan Effendy, telah memastikan tidak pernah ada perkara di Kejagung yang melibatkan Taufik Kiemas.
Di dua koran Australia deÂngan terang ditulis Anda ikut berÂperan agar Kejagung menuÂtup kasus Taufik Kiemas...
Saya ingin bicara secara logika. Dalam koran itu disebutkan, Kedubes AS mendapat informasi Desember 2004, bahwa perkara Taufik Kiemas sudah lengkap penuntutan. Tapi disebut dihaÂlangi presiden. Padahal, HendarÂman itu baru diangkat jadi JamÂpidsus tanggal 21 April 2005. Tahun 2004, Hendarman belum jabat apa-apa hanya staf di pengaÂwasan. Dia nggak menangani masalah itu. Jadi, berita di koran itu sudah ngawur kan.
Keanehan kedua, Desember 2004, semua orang juga tahu tiÂdak ada kasus Taufik Kiemas. PerÂnah kita dengar Taufik Kiemas ada perkara?
Apa yang mau dicampuri presiden, HendarÂman nggak tangani perkara, ini kan dikarang-karang saja, kataÂnya melalui omongan saya dan meÂlalui orang kedutaan Amerika.
Lalu?
Awal SBY menjabat pada 2004, saya diangkat menjadi peÂnasihat presiden bidang pertaÂhanan. Lalu pada 2007, jadi anggota WantimÂpres masih soal keamanan dan pertahanan. Tidak ada urusan dengan politik dan hukum. Dan, kalau kita mau ingat lagi, awal pemerintah SBY langsung kita sibuk dengan tsunami dan bebeÂrapa bencana, saya sibuk ke Nias urus bencana, tak sempat mikirin kaya gitu-gitu. Jadi, kalau kita lihat dari ilmu logika, premis batal apabila data dan fakta yang dikemukakan itu salah. Ini yang saya sedihkan, kalau saya diam nanti dibilang benar.
Sekarang persoalan ini seÂperÂtiÂnya sudah reda ya...
Masyarakat sudah reda, tapi oleh politikus dikembang-kemÂbangkan terus. Masak Negara ini akan hancur karena media luar negeri. Masak Media mereka leÂbih hebat dari kita. Ini yang raÂwan, hanya dengan media luar negeri memberitakan berita samÂpah, kita kelabakan semua. Media dalam negeri harus meluÂruskan ini, yang belum bisa dikonfirmasikan jaÂngan dianggap jadi fakta.
Info itu disebut confidential info...
Ini yang lebih ngawur. Katanya berita itu high confidential isu, itu rahasai. Apa Amerika bodoh meÂmunculkan identitas informan secara terang-terangan begitu. Disebutlah ada Agung Laksono, TB Silalahi dan lain-lain yang laporkan ke kedutaan. Bodoh kali Amerika, informan yang sangat dipercaya kok dimunculkan. Di dunia intelijen, informan itu terÂtutup, disandilah, dilindungilah, dan kalau itu high confidential, tidak dikirim lewat kabel biasa, beritanya diberi sandi.
Apa yang harus kita lakuÂkan?
Kita harus jernih berpikir untuk bangsa. Yang salah jangan diteÂrusÂkan, kalau data palsu terus diÂmainkan, dikerjaian terus, maka pemerintah yang dihantam.
Anda sempat ditanya preÂsiÂden soal bocoran Wikileaks ini?
Prinsipnya, Presiden tidak anggap hal ini sebagai sesuatu yang main-main, tapi ada usaha yang sangat serius untuk jatuhÂkan beliau, walaupun berita itu sampah, tapi karena terus diÂlayangkan, maka ini berbahaya. Dalam politik kebenaran tidak diperlukan, yang diperlukan adalah keberhasilan membentuk opini masyarakat. Kalau lihat fakta, apa yang saya sampaikan dan penjelasan dari Kejagung sudah telak membantah berita tersebut. [RM]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: