Hesham & Rafat Century Diblack List 188 Negara

Setelah Divonis Bersalah Hakim PN Jakpus

Senin, 20 Desember 2010, 07:06 WIB
Hesham & Rafat Century Diblack List 188 Negara
RMOL. Seiring perburuan jejak dua buronan He­sham Al Waraq dan Rafat Ali Rizfi, kejaksaan konsentrasi membidik aset Century yang diduga disembunyikan kedua terpidana yang disidang secara in absentia

Kendati telah divonis 15 tahun penjara, membayar denda 15 miliar serta diwajibkan mem­bayar uang pengganti Rp 3,1 tri­liun, dua terpidana kasus Bank Cen­tury (Kini Bank Mutiara-red) He­sham Al Waraq dan Rafat Ali Rizfi masih belum dieksekusi ba­dan oleh kepolisian dan ke­jak­saan yang mengendus jejaknya sampai Hongkong.

Usaha membawa pulang kedua ter­pidana bekas pemilik Bank Ce­ntury ini dikemukakan oleh Ka­bar­eskrim Mabes Polri Komjen Ito Sumardi. Ketika dikonfirmasi, bekas Kapolda Riau itu men­jabarkan, kepolisian telah m­e­la­kukan serangkaian langkah stra­tegis untuk membawa pulang ke­dua buronan itu ke Indonesia. “Sudah dilakukan upaya pe­lac­a­kan ke sejumlah negara,” ucap­nya.

Namun Ito enggan memberi rincian negara-negara mana saja yang dijadikan lokasi dua buron ini. Bekas Direktur Samapta Polri ini hanya memastikan kalau kepolisian dan kejaksaan sejauh ini terus melakukan kerjasama dalam mendeteksi keberadaan dua warga asing tersebut.         
Dia mengemukakan, usaha me­lacak keberadaan kedua buronan yang dituduh melarikan aset Bank Century tersebut ditempuh dengan me­ngo­pt­i­ma­l­kan jaringan liaison officer (LO) ke­polisian di se­jumlah negara. Selain m­en­g­optimalkan jaringan LO ke­po­lisian, koordinasi de­ngan negara ang­gota Interpol juga di­ke­m­bangkan untuk me­mantau ke­bera­daan kedua bu­ronan tersebut.

“Kita sudah optimalkan LO-LO kita di luar negeri serta bekerjasama dengan Interpol,” jelasnya. Sejauh ini sambung Ito, dua nama buronan kasus Bank Century itu telah dimasukan dalam laporan NCB Interpol Indonesia ke International Cri­minal Police Organization (IC­PO)-Interpol.  Dengan demi­ki­an, nama dua buronan tersebut kini sudah di blacklist di 188 negara di dunia.

“Sudah dikirim red notice tentang permintaan bantuan kepada negara anggota untuk penangkapan dan esktradisi kedua buronan itu.” Ia me­nam­bahkan, identifikasi kepolisian me­nye­butkan kalau dua buronan tersebut berada di dua negara berbeda.

Di tempat terpisah, senada dengan Kabareskrim Polri, Ka­pus­penkum Kejagung Babul Khoir Harahap memastikan, koor­dinasi kejaksaan dengan ke­polisian mengidentifikasi ke­be­radaan Hesham dan Rafat terus dil­akukan secara intensif.

Meski telah menerima info seputar keberadaan keduanya, ia mengaku belum bisa membawa pulang dua buronan tersebut ke Tanah Air. Alasannya, ada s­e­jumlah kendala yang masih harus diselesaikan dalam membawa pulang kedua buronan itu ke In­donesia. “Masih kita selesaikan ka­rena menyangkut perjanjian ek­stradisi antar negara,” te­rangnya. Dia memastikan, sela­in me­ngin­ten­sifkan perburuan ter­hadap ke­dua buronan tersebut, kejaksaan juga memfokuskan upaya me­ngi­dent­ifikasi aset kedua terpidana ter­sebut. Bekas Kajati Sumut ini me­nguraikan, usaha me­ng­id­en­tifi­kasi aset beri­kut memblokir aset milik Hes­ham dan Rafat su­dah dilakukan kejaksaan dan ke­polisian.

Menurutnya dari laporan yang diterima Kejagung terhadap aset yang telah diblokir masing-ma­sing meliputi, uang yang tercatat atas nama Hesham di ING Bank, Hongkong dengan nomor re­ferensi NB RN 09000265 senilai 125,12 juta Dollar Amerika dan uang milik Rafat di bank yang sama dengan nomor referensi  NB RN 09000265 senilai 5,16 juta Dollar Amerika berikut noor re­kening berkode referensi NB RN 09000265 senilai 3,15 juta Dollar Amerika.

Nomor rekening lain atas nama Rafat dan Hesham yang juga telah diblokir tersebar di SCB ber­nomor 4470072558, 44706­614596, 44700727518, 447­00­­725639, 44700727232, 44700­6612445, 0000096093, 44700­725639, 0000091392, 00000­91500, 00001011891, 00010­1903, 0000090451, 0000092860, 0000091296, 0000090636, 0000­0­96112, 0000090053, rekening atas nama Hesham dan rafat di Citibank nomor 20227, serta rekening atas nama Rafat di EFG Nomor 379276. “Itu te­muan se­men­tara yang sudah di­blokir,” imbuhnya.

Saat dikonfirmasi kapan aset kedua buron itu bakal dieksekusi alias ditarik ke Indonesia, dia me­ngaku sejauh ini Kejagung belum me­nerima salinan putusan pe­nga­­dilan yang memvonis kedua buron tersebut dengan penjara 15 tahun.

Menurutnya, usaha me­narik aset baru bisa dilaksanakan pasca diterimanya salinan pu­tusan hakim Pengadilan Negeri Ja­karta Pusat  (PN-Jakpus).  

Dia me­nam­bahkan, salinan putusan pe­ngadilan yang ber­ke­kuatan tetap itu menjadi bukti yang akan di­kirim ke negara-negara tempat di­se­m­bunyikan aset milik Century yang diduga di­la­rikan Hesham dan Rafat.

Putusan Pengadilan Alat Bukti Sah
Taslim, Anggota Komisi III DPR

Vonis terhadap Hesham Al Waraq dan Rafat Ali mesti di­tin­daklanjuti dengan pe­nang­kapan dan penyitaan aset kedua bu­ronan tersebut. Untuk itu, si­nergi antar lembaga dalam mem­bekuk serta mengeksekusi aset yang dilarikan kedua bu­ronan itu akan sangat me­ne­n­tukan ke­ber­hasilan menangani per­kara ini.

“Dibutuhkan koordinasi yang sangat intensif oleh lembaga ne­gara yang menangani kasus ini dengan aparat hukum negara lain yang selama ini dijadikan tem­pat menyembunyikan aset bu­­ronan itu,” ujar anggota Ko­misi III DPR, Taslim.

Dia berujar, putusan pen­ga­dilan yang menjatuhkan vonis ter­hadap kedua buronan itu bisa dij­adikan alat bukti yang sah dan bisa dipe­rtan­ggung­ja­wa­b­kan secara hukum dalam upaya men­geksekusi badan sekaligus aset yang tersimpan di negara lain. Untuk itu, ia mendesak ha­kim yang memimpin per­si­da­ngan kasus Hesham dan Ra­fat se­gera mengirimkan salinan pu­tu­san atas kedua terpidana 15 tahun itu ke kejaksaan sec­epat­n­ya.

“Agar proses penyitaan aset bisa dilakukan dengan cepat, maka putusan pengadilan harus segera ditindaklanjuti ke­ja­ks­a­an dengan langkah kongkrit,” te­­rangnya seraya me­nam­bah­kan, molornya pengiriman ber­kas salinan putusan pengadilan ke­pada kejaksaan, selain me­ng­ha­mbat proses penarikan aset juga dikhawatirkan memicu tim­bulnya kendala lain seperti u­paya perlawanan hukum dari negara tempat aset bermasalah itu disembunyikan.

Karena selama ini, lanjutnya, persoalan eksekusi aset selalu menjadi problema tersendiri, khususnya dalam penanganan kasus korupsi. Ia me­nco­nto­h­kan, proses eksekusi aset para ter­­pidana yang ada di dalam ne­geri saja kerap menemui per­la­wanan, apalagi mengeksekusi aset yang berjumlah besar serta berada di wilayah negara lain.

Di luar itu sambung dia lagi, penyitaan aset di luar negeri ter­sebut akan menambah total aset yang sebelumnya telah disita Polri senilai Rp 295 miliar.

Kedua Terpidana Wajib Ditangkap
Asfinawati, Bekas Direktur LBH Jakarta

Putusan hakim PN Jakpus atas kasus yang menyeret dua bekas pemilik Bank Century, Hesham Al Waraq dan Rafat Ali Rizfi jadi pekerjaan baru jaksa. Karena berdasarkan undang-un­dang, ada ketentuan yang me­ngatur kalau pasca putusan pe­­­n­gadilan jaksa wajib me­ngeksusi badan maupun aset terpidana.

“Masalah eksekusi pe­nga­dilan itu kewajiban jaksa. Jaksa wa­jib menangkap keduanya,” kata bekas Direktur LBH-Ja­karta, Asfinawati. Menurut dia, jaksa harus tunduk terhadap putusan pengadilan. Artinya, men­jadi kewajiban jaksa untuk me­lengkapi putusan hakim de­ngan menyerahkan terpidana ma­upun aset yang menjadi po­kok perkara.

Lalu persoalannya kalau terpidananya berstatus buronan, jaksa-lah yang dinilainya harus mempunya peran dalam me­minta maupun me­ngk­oor­di­nasikan kerjasama dengan ke­polisian dan jajaran Interpol yang dimiliki negara.  Dia me­mas­tikan, urusan teknis pe­nangkapan menjadi bagian tersendiri.

Namun pada pokoknya, substansi pengembalian aset bisa dilaksanakan dengan me­ngacu pada putusan pengadilan yang telah dikeluarkan. “Sa­linan putusan pengadilan yang d­i­terima jaksa menjadi pe­doman untuk dikirimkan ke ne­g­ara tempat dimana aset yang di­p­erkarakan disimpan,” te­rang­nya. Kewajiban me­na­ng­kap Hesham dan Rafat menjadi tanggungjawab jaksa.

Namun sayang, menurutnya, ketidakberhasilan me­ng­ek­sekusi badan maupun aset para ter­pidana ini belum diatur se­cara eksplisit oleh undang-un­dang. Artinya, sanksi atas k­e­ga­galan jaksa memenuhi putusan peng­adilan sama sekali belum diatur  se­cara baku oleh un­dang-un­dang. “Inilah yang men­­jadi prob­lema tersendiri dan har­us mendapatkan per­hatian. Dengan hal ini, jaksa-jaksa yang tidak bisa me­lak­sa­nakan eksekusi pengadilan tidak terkena sanksi apa-apa. Pa­dahal kalau boleh jujur, be­rapa jumlah terpidana yang be­lum bisa dieksekusi badan serta be­rapa aset mereka yang juga belum berhasil dieksekusi?”   [RM]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA