Dalam laporan hasil investigasi yang diterima
Rakyat Merdeka Online siang ini (Jumat, 12/11), Tim Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu menyebutkan data-data yang menguatkan ketidaklayakan obral saham PTKS.
Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh Global Steelmaking Capacity Outlook-Core Report C-World Steel Dynamics (2008) dan laporan CRU Strategies Ltd. “Industry Overview†September 2010, PTKS merupakan salah satu produsen baja terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara.
PTKS adalah produsen baja lembaran canai panas (HRC) dan baja lembaran canai dingin (CRC) terbesar dengan pangsa pasar sebesar 65 persen (HRC) dan 33 persen (CRC), serta produsen batang kawat baja (WR) terbesar kedua di Indonesia, dengan pangsa pasar sebesar 32 persem.
Sampai pada data di atas saja, seharusnya harga saham PT Krakatau steel tidak dijual murah dengan harga 850 per lembar. Apalagi bila dilihat dari sisi posisi fasilitas produksi. Lokasi fasilitas produksi PTKS relatif dekat dengan infrastruktur transportasi termasuk pelabuhan, jalur kereta api, dan jalan raya.
Ditambah lagi, anak perusahaan PTKS, PT Krakatau Bandar Samudera (KBS), yang mengoperasikan pelabuhan Cigading dan merupakan salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia yang berlokasi di Cilegon.
76,2 persen dari total volume penjualan HRC, CRC, batang kawat baja, baja profil, baja tulangan, dan pipa baja domestik diperuntukkan pelanggan yang berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya.sehingga dari sisi infrakstruktur tentu saja PT KS sudah menjadi perusahan yang sangat efisien dalam mencapai pelanggan ataupun untuk memenuhi supply bahan baku ,sehingga jelas PT KS punya keunggulan.
Pertumbuhan PDB Indonesia diharapkan akan terus berlanjut dalam lima tahun mendatang. Di tahun 2010, pertumbuhan PDB diperkirakan 5,5 persen -5,6 persen dan akan meningkat pada tahun 2011-2014 sekitar 6 persen -7,7 persen.
Tingkat inflasi di 2010-2012 diperkirakan dapat stabil pada kisaran 4 persen - 6 persen dan untuk tahun 2013-2014 sekitar 3,5 persen - 5,5 persen. Pertumbuhan PDB Indonesia akan berdampak pada peningkatan permintaan produk baja yang didukung oleh pertumbuhan permintaan pada sektor infrastruktur, konstruksi dan galangan kapal.
Selain itu, konsumsi baja per kapita Indonesia yang relatif lebih rendah dibanding beberapa negara mengindikasikan adanya peluang memperbesar pangsa pasar.
[ald]
BERITA TERKAIT: