Secara umum Rizal Ramli menyebutkan bahwa saat ini yang dinamakan kemakmuran rakyat hanya dimiliki oleh sekitar 10 persen masyarakat. Sedangkan sisanya, semakin miskin karena penerapan rumus pemiskinan.
"10 persen paling atas memang rakyat makmur, kenapa yang 90 persen ini makin miskin, karena harga-harga yang ada disesuaikan dengan harga internasional, bensin, uang sekolah, kesehatan, semua harga internasional tetapi pendapatannya melayu," ujar Rizal Ramli di Rumah Perubahan, Panglima Polim, Jakarta Selatan, Selasa (3/8).
"Pendapatan melayu" alias pendapatan rendah mayoritas masyarakat yang dipaksa beradaptasi dengan harga internasional, sebutnya, adalah rumus menciptakan pemiskinan massal.
"Di negara lain, dinaikkkan dulu pendapatannya, baru harga disesuaikan dengan kemampuan," jelasnya.
Pendiri Econit Advisory Group ini juga memaparkan alasan mengapa dirinya berkali-kali menunjuk hidung rezim SBY-Boediono sebagai rezim neoliberal.
Di Indonesia, terjadi globalisasi kemiskinan bukan globalisasi kesempatan. Globalisasi baru bisa dinamakan globalisasi kesempatan dan kemajuan kalau pemerintahnya menaikkan terlebih dulu lapangan kerja dan pendapatan.
"Itu yang dilakukan Jepang di tahun 50-an dan Mahathir Muhammad di Malaysia," pungkasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: