Pengorbanan hidup para pejuang tentu menjadi catatan sejarah yang mesti diwariskan dan ditanamkan pada jiwa dan pikiran seluruh rakyat sebagai nilai moral kehidupan bangsa Indonesia.
Semangat pengorbanan adalah nilai utama agar kehidupan sosial dan politik bangsa Indonesia dapat berjalan sesuai dengan etika moral, konstitusi, juga hukum, seiring pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
Pengingkaran atas pengorbanan para pejuang bangsa menjadi pintu masuk terjadinya bencana dalam kehidupan politik dan sosial.
Sikap pragmatisme akut yang terjadi pada negara negara gagal ketika menjalankan kehidupan politik dan sosial menjadi episentrum kerusakan yang mengakibatkan tidak saja gagalnya cita-cita pembangunan nasional.
Namun lebih dari itu melemahkan kedaulatan politik, menimbulkan berbagai ancaman terhadap keamanan nasional, serta munculnya rasa ketidakadilan dan potensi gagalnya upaya mewujudkan kemakmuran bangsa.
Jika boleh bercermin kepada negara maju dan berhasil hal paling fundamental yang dirasakan dari kehidupan mereka adanya semangat untuk melindungi dan membangun kehidupan kolektif bangsanya. Kehidupan yang berpegang teguh pada komitmen dan konsensus kebangsaan seperti yang dialami oleh bangsa Cina, Amerika, Jepang, Korsel, Singapura.
Hal demikian tampak ketika pengaruh negara dirasakan pada semua sektor kehidupan, mulai dari kuatnya nilai mata uang sampai dengan terkendalinya mata rantai kehidupan masyarakat.
Contoh aktual upaya proteksi sebuah negara adalah ancaman Presiden Trump kepada seluruh dunia tidak terkecuali Indonesia soal tarif perdagangan. Hal yang menunjukkan betapa superiornya negara Amerika Serikat atas negara lain di dunia, termasuk dunia ketiga.
Dengan kepemimpinan yang baru, dalam usia kemerdekaannya yang ke-80 tahun, Negara Kesatuan Republik Indonesia diharapkan mampu menjaga mimpi besar para pejuang bangsanya, mewujudkan Indonesia yang berdaulat, aman, adil dan makmur.
Upaya dasar dan utama untuk mewujudkannya, selain melalui program pembangunan nasional adalah mendesaknya konsolidasi kepemimpinan nasional. Terutama dalam membangun apa yang disebut dengan semangat kejuangan para pemimpin politik, birokrasi, pemerintahan, militer, hukum dan kepolisian.
Sikap dan tindakan yang memberi keteladanan bagi rakyat dan mencerminkan semangat para pejuang dan pendiri bangsa.
Sikap dan tindakan para tokoh seperti Soekarno, Hatta, KH Hasyim Ashari, Cut Nyak Dien dan Kartini, Diponegoro, Sudirman ataupun Hoegeng, serta banyak tokoh pejuang lainnya, tidak sekadar dimaknai sebagai simbol nasionalisme personal.
Sikap ini harus dapat bertransformasi menjadi jatidiri kolektif para pemimpin di semua tingkatan struktur sosial dan politik.
Sikap dan tindakan pemimpin yang cinta tanah air melalui pengabdian terhadap bangsa tanpa pamrih, taat pada hukum dan berpegang teguh pada etik moral, serta berani bertanggung jawab dalam menjalankan mandat kekuasaan, menjadi basis orientasi dan tujuan utama dari sebuah pengabdian.
Prasyarat ini teramat penting untuk memastikan terwujudnya mimpi para pejuang dan pendiri bangsa tentang Indonesia merdeka.
Namun, jika pejuang dan pendiri bangsa hanya dijadikan komoditas propaganda sosial politik tanpa keteladanan sikap para pemimpin, maka mimpi besar Indonesia merdeka menjadi jauh panggang dari api.
Jika dahulu sikap dan tindakan para pejuang dan para pendiri bangsa dapat membawa Indonesia merdeka, maka ketauladanan para pemimpin saat ini untuk menjaga asa terwujudnya Indonesia yang berdaulat, aman, adil dan makmur mutlak diperlukan.
Peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1945 menjadi momen refleksi sekaligus peneguhan sikap, cita cita kemerdekaan harus diwujudkan sebagai rasa hormat kepada para pejuang dan pendiri bangsa.
Dirgahayu Indonesiaku ke-80.
Penulis adalah Analisis Kebijakan pada Baintelkam Polri
BERITA TERKAIT: