Mengapa Pelajar?
Karena di tangan merekalah masa depan bangsa dititipkan. Pendidikan bela negara di kalangan pelajar bukan sekadar menyanyikan lagu kebangsaan setiap hari Senin, tetapi bagaimana menanamkan nilai cinta tanah air, kesadaran hukum, disiplin, dan semangat gotong royong sejak bangku sekolah.
Bicara bela negara berdasarkan aspek hukum, memiliki dasar yang kuat. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara". Lebih lanjut, amanat konstitusi ini diperkuat oleh UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang dalam Pasal 9 ayat (1) menegaskan bahwa "Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara".
Pelaksanaannya pun dijabarkan melalui Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024 yang mendorong integrasi nilai-nilai kebangsaan dan bela negara dalam kurikulum pendidikan.
Realitas Hari Ini: Generasi Tersandera Tantangan Zaman
Mari kita jujur. Hari ini kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan. Tawuran antar pelajar makin brutal, penyalahgunaan narkoba merambah usia SMP, judi online menjamur bahkan di gawai siswa SD, dan kecanduan game online membuat banyak pelajar terjaga hingga dini hari.
Pertanyaannya? bagaimana mungkin prestasi dan karakter bangsa terbentuk, jika masalah-masalah dasar seperti ini belum terselesaikan? Inilah sinyal bahwa kita tak bisa hanya mengandalkan pendekatan akademik semata. Pendidikan bela negara adalah salah satu jawabannya, bukan dalam bentuk doktrinasi semata, tetapi sebagai upaya membangun kesadaran kolektif tentang siapa diri kita sebagai bangsa, dan apa tanggung jawab kita sebagai generasi muda Indonesia.
Bela Negara Itu Karakter, Bukan Barikade
Pendidikan bela negara bukan wajib militer. Yang dibangun adalah karakter, bukan kekuatan tempur. Namun, internalisasi nilai-nilainya tidak bisa dibentuk hanya sebatas dalam ruang-ruang kelas sekolah belaka, ia harus ditanamkan melalui sebuah proses pembentukan pendidikan dan pelatihan secara terstruktur dan sistematis demi terbangunnya kesadaran diri makna sejati dari bela negara itu sendiri akan tanggung jawab pelajar sebagai warga bangsa.
Hal ini sejalan dengan teori pendidikan karakter dari Thomas Lickona (1991) dalam bukunya Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Lickona menekankan bahwa pendidikan karakter bukan hanya tentang moralitas individu, tapi juga membentuk kepekaan sosial dan tanggung jawab warga negara dalam kehidupan demokratis.
Peran Sekolah dan Guru Sangat VitalSekolah bukan cuma tempat belajar kognitif, tetapi juga ruang pembentukan jati diri kebangsaan. Guru tak cukup jadi pengajar, tapi juga pembina karakter. Kurikulum pendidikan harus memberi ruang besar untuk menyisipkan nilai-nilai bela negara secara kreatif dan interaktif, mulai dari diskusi kelas hingga program pengabdian masyarakat.
Paulo Freire (1970) dalam Pedagogy of the Oppressed menyebut bahwa pendidikan sejati adalah proses sadar yang membebaskan manusia dari ketidaktahuan dan apatisme. Pendidikan bela negara harus menjadi alat pembebasan, bagaimana generasi penerus dapat bertumbuh kembang melalui pendidikan yang mencerahkan pada arah tujuan kehidupannya.
Tujuannya yang diharapkan dapat membentuk pelajar yang berpikir kritis, punya kepedulian sosial, dan tangguh menghadapi disrupsi zaman. Bukan hanya bicara demokrasi, namun tidak memahami arti. Disinilah makna terdalam pembebasan manusia dari ketidaktahuan menjadi tahu agar lebih memahami makna keberadaan dirinya dalam ekosistem bernegara.
Tantangan Jadi Peluang Memang tidak mudah. Di era digital, pelajar lebih akrab dengan konten viral daripada nilai-nilai luhur bangsa. Tapi justru di situlah peluangnya. Jika pendekatan bela negara dikemas menarik dan kekinian, bukan sekedar doktrin tapi dialog, maka pelajar akan lebih mudah meresapinya.
Kampanye kreatif lewat media sosial, film pendek bertema nasionalisme, hingga program Diklat berkelanjutan dan bertingkat tentang bela negara bisa menjadi strategi.
Di tengah dunia yang makin cair batasnya, karakter kebangsaan harus dipatri kuat di dada generasi muda. Dan itu, dimulai dari sekolah mulai dari hari ini. Jika bukan sekarang kapan lagi, jika bukan dari kita, siapa lagi.
*Penulis adalah Komandan Resimen Mahasiswa Jayakarta
BERITA TERKAIT: