Dalam pidatonya tersebut, SBY mengatakan kesetiaannya pada Prabowo sejak di dalam hati. Tidak mendua. Sebagai mantan presiden dan pemimpin koalisi parpol pendukungnya, 10 tahun, SBY mengatakan dalam koalisi saat ini dia adalah anggota koalisi. Konsekwensinya, untuk itu, dia mengatakan bahwa dia akan loyal dan setia penuh pada Prabowo, dalam visi, agenda dan program-program pembangunan.
Bahkan, lanjut SBY, insya Allah dukungan dia bukan hanya 5 tahun, tapi berlanjut sampai 10 tahun ke depan.
Sebagai penutup acara koalisi parpol tersebut tentu saja penghormatan terbesar diberikan Prabowo kepada SBY, rivalnya sejak berkarir di militer di era Orde Baru. Ini selain bisa menunjukkan "keutuhan" simbolis baret merah dan baret hijau kalangan militer, juga menunjukkan keutamaan SBY dibandingkan Jokowi di forum tersebut. Tentu saja memang harus demikian, karena jika Jokowi diberikan forum terhormat itu, maka kewibawaan KIM akan hancur nantinya.
Saat ini, selain diketahui Jokowi kurang wawasan dibandingkan SBY dan Prabowo, sebagaimana kita ketahui, rakyat juga sudah ingin Jokowi diadili atas berbagai kebijakannya di masa pemerintahannya. Kekurangan wawasan Jokowi juga terlihat dari pidatonya tadi di HUT Gerindra, yang mengatakan Prabowo tidak berani dikritik karena kuat, sebaliknya dia dikritik terus karena lemah saat ini. Padahal kritik mengkritik terjadi karena, antara lain, seseorang pemimpin itu koruptor atau bukan.
Prabowonomics vs. Sbynomics Prabowonomics adalah definisi paradigmatik, prinsip-prinsip, model pembangunan dan berbagai agenda kemakmuran yang dicetuskan oleh Prabowo Subianto. Hal ini dapat kita deskripsikan dari buku-bukunya, kampanyenya (seperti Asta Cita), pikiran bapaknya sebagai pendiri Partai Sosialis Indonesia, pikiran kakeknya sebagai pendiri koperasi di Indonesia dan 100 hari pertama pemerintahannya. Ada 3 hal prinsip yang perlu diketahui, pertama, Ekonomi Pancasila. Dalam pandangannya di Bappenas akhir tahun lalu, Prabowo menjelaskan bahwa dia penganut ekonomi Pancasila.
Ekonomi Pancasila adalah meramu unsur yang terbaik dari Planned Economy (Ekonomi Terencana) dan mengambil yang baik dari sistem ekonomi liberal. Ekspansi secara besar-besaran yang dilakukan Prabowo dalam makan bergizi gratis (MBG), dengan memangkas berbagai anggaran sektor lainnya, menunjukkan mimpi sosialistik pembangunan kita. Meskipun
mix ekonomi dikenal di barat, seperti "
Third Way" di Eropa atau "
New Deal" di Amerika, namun pilihan Prabowo ini lebih mengarah ke sosialisme negara-negara Skandinavia.
Sbynomics sendiri bersandar pada 3 hal, Pro Growth, Pro Job dan Pro Poor. Jika kita menarik rentang garis, maka paradigma Sbynomics lebih kanan dari tengah, sebaliknya Prabowonomics, lebih kiri dari tengah. SBY melihat pembangunan itu dalam paradigma "Growth and equity", sedikit juga ke arah "growth then equity". Sebaliknya, Prabowo melihat pembangunan dalam paradigma "Growth through equity".
Pilihan Prabowo ini bisa disejajarkan dengan pikiran Xi Jinping ketika meluncurkan kampanye "Common Prosperity". Xi melakukan pekerjaan sosialisme besar-besaran, 2021, setelah China berhasil menghancurkan kemiskinan di bawah 0,5% (dari 90% tahun 1978). Sosialisme ini adalah "merampok" orang-orang kaya China seperti Ali Baba, Tencent dan lainnya untuk mengeluarkan ratusan triliun kepada rakyat miskin mereka. Selain itu mewajibkan orang-orang kaya itu menciptakan lapangan kerja yang mensejahterakan.
Sebab, menurut Xi, tugas negara bukan saja menghilangkan kemiskinan, tetapi juga membuat kesenjangan menipis. Dalam ideologi "Common Prosperity", ajaran moralnya adalah semua perusahaan kaya dan orang kaya China tidak boleh mengkhianati bangsanya. Kenapa? Karena mereka kaya dari sana.
Prabowo sendiri melakukan langkah seperti itu ketika memastikan pengeluaran anggaran terbesar harus kepada rakyat miskin. Prabowo tidak tunduk pada teori "free market economy" ketika dia menaikkan upah buruh meroket dan bahkan tidak menghadiri acara rutin presiden membuka BEJ di awal tahun. Dalam pidatonya tadi Prabowo berjanji mencekik leher pengusaha yang mengambil untung berlebihan. Dia ingin petani segera makmur. Semua ini bersandar pada Ekonomi Pancasila, yakni pasal 33 UUD 45.
Aset-aset Sawit, laut, tambang dan lainnya yang salah kelola diambil lagi dan nantinya dibagikan kepada rakyat. Dalam 100 hari pemerintahannya, terbukti berbagai aset negara yang sudah dirampok di era Jokowi, seperti sawit ilegal dan kasus "pagar laut Tangerang" diambil kembali oleh Prabowo. Perampok kekayaan negara yang merajalela di era Jokowi dihukum berat, seperti kasus Harvey Moeis.
Kembali ke SBY, dia memang jauh di atas Jokowi ketika mengurangi pengangguran dan kemiskinan secara rerata. Selama 5 tahun pertama Jokowi, kemiskinan berkurang rerata 0,2% setahun. Sebaliknya, SBY mengurangi 2,4% setahun. Namun, kesenjangan di era SBY (apalagi Jokowi) masih terus meningkat. Inilah mungkin yang sedang dikoreksi oleh Prabowo, yakni dia akan memeratakan kemakmuran.
Tantangan Prabowo menjalankan visi pembangunannya adalah kesetiaan dan kapasitas pendukung koalisinya. Dalam pidatonya SBY mengatakan bahwa yang utama dalam berkoalisi haruslah mulai dari dalam hati loyal pada Prabowo. Lalu, setelah loyal dan setia, perlu melakukan yang terbaik. Tantang global Prabowo mungkin lebih ringan dari SBY, dari segi dominasi global. Saat ini multipolarisme dunia, khususnya era Trump, terjadi. Begitupun, SBY berhasil menghentikan ketergantungan pada IMF dengan pelunasan hutang.
PenutupTantangan besar Prabowo dalam mewujudkan mimpinya membangun kesejahteraan bersama (Common Prosperity) disebutkan SBY dalam pidatonya adalah loyalitas tunggal dan semangat melakukan pengabdian terbaik. Untuk itu, SBY menyatakan loyal kepada Prabowo, siap bekerja keras, siap ditugaskan untuk bekerja.
Namun, Prabowo harus tetap melihat perbedaan antara paradigma pembangunan Prabowo dan SBY yang sedikit berbeda. Prabowo lebih sosialistik (tengah kekiri), sebaliknya SBY lebih liberal (tengah sedikit kekanan). Meskipun SBY berhasil jauh melampaui Jokowi dalam pembangunan rakyat, misalnya, namun kesenjangan juga melebar. Dengan demikian, meskipun SBY dengan semua kelompok mendukung Prabowo, dukungan itu harus sampai ke ideologi pembangunan yang bersifat paradigmatik. Pembangunan untuk petani, buruh, nelayan dan kaum miskin lainnya. Pengusaha rakus akan dicekik, seperti pidato Prabowo tadi di Gerindra.
Loyalitas, kerja keras dan motivasi pengabdian pendukungnya harus bersifat ideologis. Apalagi jika dukung mendukung ini sampai 10 tahun ke depan. Sementara, rakyat butuh kemakmuran segera dan segera, bukan terus menunggu.
Penulis adalah Sabang Merauke Circle
BERITA TERKAIT: