Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Revitalisasi Kesultanan Nusantara

Oleh: Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla*

Jumat, 14 Februari 2025, 04:28 WIB
Revitalisasi Kesultanan Nusantara
Ilustrasi: Keraton Yogyakarta/Ist
KESULTANAN merupakan benteng peradaban. Kesultanan Yogyakarta adalah satu-satunya monarki di Nusantara yang masih bertahan dan diakui, baik di dalam negeri maupun oleh dunia internasional. Dengan statusnya sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kesultanan tetap menjalankan tata kelola pemerintahan, ekonomi, dan kebudayaan dengan baik. 

Keistimewaan ini memberikan contoh nyata bagaimana suatu kerajaan dapat tetap hidup dan berkembang dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa kehilangan jati diri sejarahnya.

Sementara itu, kesultanan-kesultanan lain di Nusantara telah mengalami kemunduran sejak era kolonialisme. Banyak yang kehilangan aset, perangkat kerajaan, dan bahkan perannya sebagai simbol budaya di daerah masing-masing. Padahal, kesultanan bukan hanya simbol sejarah, tetapi juga benteng budaya yang menjaga identitas bangsa dari pengaruh asing.

Saat ini, ada upaya sporadis dari beberapa daerah untuk membangkitkan kembali kesultanan-kesultanan yang pernah berjaya. Namun, tanpa dukungan yang sistematis dari pemerintah pusat, kebangkitan ini hanya menjadi seremonial belaka tanpa dampak nyata dalam mempertahankan budaya dan kesejahteraan masyarakatnya.

Maka, perlu solusi komprehensif dan logis agar peradaban Nusantara yang pernah gemilang ini dapat dihidupkan kembali sebagai bagian dari upaya Bela Negara dalam mempertahankan identitas bangsa.

Revitalisasi kesultanan merupakan jalan keluar untuk membangun kembali peradaban Nusantara. Maka diperlukan untuk membentuk Lembaga Nasional Revitalisasi Kesultanan Nusantara. Pemerintah perlu menggagas Direktorat Jenderal Kesultanan Nusantara di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) atau Kementerian Dalam Negeri. 

Lembaga ini bertanggung jawab untuk melakukan pendataan terhadap seluruh kesultanan yang masih ada di Indonesia, mengidentifikasi aset sejarah yang masih dimiliki kesultanan dan mencari solusi untuk mengembalikannya jika memungkinkan, mengalokasikan dana revitalisasi untuk membangun kembali infrastruktur kesultanan seperti istana, masjid agung, dan balai adat, mengintegrasikan kesultanan dalam tata kelola budaya dan pariwisata daerah sebagai sumber pemasukan yang berkelanjutan.

Langkah selanjutnya adalah memberikan status dan peran khusus bagi kesultanan. Kesultanan yang telah direvitalisasi harus memiliki peran resmi dalam pelestarian budaya dan pembangunan daerah, misalnya untuk menjalankan tradisi dan upacara adat tanpa intervensi politik.

Sultan sebagai pemimpin budaya daerah, yang berperan dalam pendidikan adat dan spiritual masyarakat. Kesultanan sebagai pusat ekonomi berbasis budaya, melalui pengelolaan wisata sejarah, kerajinan tangan, kuliner khas, dan ekowisata.

Hal ini dapat diterapkan dengan mengadopsi model Kesultanan Yogyakarta, di mana keberadaan sultan tidak hanya seremonial, tetapi memiliki dampak nyata dalam tata kelola daerah.

Membangun Ekonomi Berbasis Kesultanan

Agar kesultanan tidak hanya bergantung pada bantuan pemerintah, harus ada strategi ekonomi yang memungkinkan mereka memiliki pendapatan tetap (pasif income), seperti pengelolaan aset budaya dan wisata secara profesional dalam kerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Kemudian perlu pembentukan Badan Usaha Milik Kesultanan (BUMK) untuk mengelola sektor-sektor unggulan seperti perkebunan, pertanian, perikanan, dan industri kreatif berbasis tradisi dan embentuk sistem pendidikan berbasis kebudayaan lokal, di mana sekolah-sekolah adat dikelola oleh kesultanan sebagai bagian dari kurikulum nasional.

Agar program revitalisasi kesultanan tidak hanya menjadi wacana, perlu ada landasan hukum yang jelas, di antaranya UUD 1945 (Asli) Pasal 18 dan UU No. 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Konsep keistimewaan Yogyakarta dapat menjadi model bagi revitalisasi kesultanan lain di Nusantara.

UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan juga mengamanatkan negara untuk melindungi, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional. Kesultanan sebagai bagian dari warisan budaya tak benda bisa memperoleh perlindungan hukum dan anggaran khusus. Kemudian UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan juga memberikan dasar bagi pengelolaan kesultanan sebagai destinasi wisata berbasis budaya.

Revitalisasi kesultanan bukan sekadar melestarikan sejarah, tetapi juga bagian dari Semangat Bela Negara, karena menjaga identitas nasional agar tidak tergerus budaya asing yang mengancam kearifan lokal, menghidupkan kembali sistem sosial berbasis nilai luhur yang telah terbukti menjaga keseimbangan masyarakat selama berabad-abad, membangun kemandirian ekonomi berbasis budaya, sehingga daerah tidak bergantung sepenuhnya pada pusat.

Melalui revitalisasi kesultanan, kita tidak hanya membangun kembali kejayaan masa lalu, tetapi juga menciptakan fondasi kuat bagi Indonesia di masa depan.

Revitalisasi kesultanan Nusantara adalah jalan strategis untuk mempertahankan budaya dan identitas nasional dalam bingkai NKRI. Dengan pendekatan yang sistematis dan berbasis hukum, kesultanan dapat kembali berperan sebagai benteng budaya, ekonomi, dan sosial di daerah masing-masing.

Sebagaimana bangsa yang besar tidak boleh melupakan sejarahnya, Indonesia harus menjadikan kesultanan sebagai bagian dari strategi pembangunan nasional, bukan sekadar peninggalan masa lalu yang dibiarkan memudar.

Kebangkitan kembali peradaban Nusantara ini bukan hanya untuk melestarikan budaya, tetapi juga untuk menjalankan amanat konstitusi dan semangat Bela Negara dalam mempertahankan jati diri bangsa.
 
Saatnya kita mengembalikan kejayaan kesultanan Nusantara sebagai warisan peradaban yang hidup dan berdaya. rmol news logo article

*Penulis adalah Ketua Presidium Pejuang Bela Negara

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA