Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Catatan Politik Senayan

Presiden Prabowo tentang Urgensi Patuh pada Sistem Hukum dan Undang-Undang

Oleh: Bambang Soesatyo*

Kamis, 06 Februari 2025, 02:07 WIB
Presiden Prabowo tentang Urgensi Patuh pada Sistem Hukum dan Undang-Undang
Anggota DPR RI Bambang Soesatyo/Ist
PRESIDEN Prabowo Subianto mengingatkan bahwa kepatuhan dan penghormatan kepada sistem hukum dan perundang-undangan merupakan unsur tak terpisah dalam membangun dan mewujudkan ketahanan nasional. 

Kepatuhan pada  sistem hukum dan perundang-undangan akan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), terjaganya ketertiban umum dan menjadikan kinerja perekonomian negara selalu produktif.

Sebagai tema, urgensi kepatuhan pada sistem hukum dan perundang-undangan dikemukakan Presiden Prabowo ketika memberikan pengarahan pada rapat pimpinan (Rapim) TNI dan Polri Tahun 2025 di The Tribrata, Jakarta, Kamis 30 Januari 2025. Berbagai kalangan mengapresiasi dan menggarisbawahi materi pengarahan dan pembekalan oleh Presiden di forum, itu termasuk ungkapan ‘negara gagal’ serta ungkapan ‘tentara dan polisi yang gagal’.  

Rangkaian pengarahan Presiden Prabowo di forum itu sangat mendasar namun juga sangat responsif. Patut dimaknai sebagai kehendak baik dan kesungguhan Presiden menanggapi aspirasi dan gelisah masyarakat yang setiap hari melihat dan mencatat sejumlah indikator tentang melemahnya ketahanan nasional di berbagai sektor, utamanya ekonomi dan penegakan hukum. Kecenderungan itu juga diakibatkan oleh melemahnya fungsi dan kontribusi beberapa institusi negara.

Dari seluruh rangkaian materi pengarahan itu, ungkapan yang bermakna tentang kepatuhan pada sistem hukum dan perundang-undangan sangat layak dijadikan pijakan untuk memahami esensi persoalan yang sedang dihadapi Indonesia menurut sudut pandang Presiden. Di forum itu, Presiden Prabowo menegaskan bahwa segala bentuk Undang-Undang (UU), keputusan presiden, peraturan presiden, peraturan pemerintah, dan semua produk dari pemerintah tidak akan ada artinya kalau tidak ditegakkan.

Tidak terlalu sulit untuk menerjemahkan atau menyimpulkan penegasan Presiden itu. Secara tidak langsung, Presiden mengemukakan kepada semua institusi negara, termasuk TNI dan Polri, untuk memastikan bahwa seluruh elemen bangsa mematuhi, menghormati dan konsisten melaksanakan hukum dan perundang-undangan yang diberlakukan negara. Sebab, kepatuhan dan penghormatan kepada sistem hukum dan perundang-undangan yang berlaku akan mewujudkan good governance, terwujudnya ketertiban umum, serta menjadikan kinerja perekonomian negara selalu produktif.

Sebaliknya, semua orang paham bahwa jika sistem hukum dan perundang-undangan tidak dipatuhi dan dihormati, yang akan terjadi adalah kerusakan di berbagai sektor dan berbagai aspek kehidupan bersama.  Jangan berharap good governance akan terwujud. Justru korupsi akan merajalela. Ketertiban umum juga akan mengalami kerusakan karena kualitas penegakan hukum yang buruk. Institusi penegak hukum akan selalu dicemooh, bahkan sebagian elemen di dalam masyarakat tak segan melakukan perlawanan kepada penegak hukum.

Jika kekacauan dan kerusakan akibat lemahnya penegakan sistem hukum dan perundang-undangan itu berlarut-larut, kecenderungan itu akan menjelma menjadi sebuah proses yang menjerumuskan sebuah sebuah komunitas ke dalam perangkap kegagalan. Dengan begitu, menjadi sangat relevan untuk lebih dalam memaknai ungkapan presiden tentang ‘negara gagal’ serta ungkapan ‘tentara dan polisi gagal’.

Presiden menegaskan bahwa TNI dan Polri adalah dua institusi yang mewujudnyatakan kehadiran negara, penegak kedaulatan, dan wujud nyata dari eksistensi negara. Untuk alasan itulah Presiden merasa perlu mengingatkan ungkapan tentang negara gagal. 

"Ciri khas negara yang gagal adalah tentara dan polisi yang gagal," kata Presiden. Kepada peserta Rapim TNI-Polri itu, Presiden kemudian juga menegaskan, "Saudara-saudara harus tahu, kalau sebuah negara hendak dihancurkan, siap-siap, lawan akan memperlemah tentara, polisi, dan intelijen." 

Dengan penegasan Presiden seperti itu, menjadi jelas bahwa relevansi tentang kepatuhan dan penghormatan kepada sistem hukum dan perundang-undangan sebagai unsur tak terpisah pada aspek ketahanan nasional. Maka, dari pengarahan di forum Rapim TNI-Polri itu, patut untuk dimaknai bahwa Presiden Prabowo selaku Panglima Tertinggi Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah memanggil dan mendorong seluruh elemen masyarakat, bersama TNI, Polri dan BIN, untuk terus memperkuat keseluruhan aspek pondasi ketahanan nasional.

Efektivitas ketahanan negara-bangsa harus tercermin pada kemampuannya merespons dan mengeliminasi segala bentuk rongrongan yang berpotensi memperlemah kedaulatan dan eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Presiden mengapresiasi semua unsur TNI dan Polri yang telah bekerja keras menjaga kedaulatan dan menjaga keamanan, dengan segala kekurangan. Memahami apa yang dihadapi semua institusi, presiden berujar, "Suatu organisasi, suatu institusi yang terdiri dari ratusan ribu orang tidak mudah untuk dibina, tidak mudah untuk dikendalikan," kata Presiden.

Sudah barang tentu materi pengarahan Presiden tersebut diarahkan kepada semua institusi negara sebagai pembantu Presiden yang melaksanakan semua peraturan perundang-undangan serta berbagai ketentuan hukum. Secara tidak langsung, presiden memastikan bahwa kepatuhan pada sistem hukum dan perundang-undangan akan memperkokoh ketahanan nasional. Sebaliknya, ketahanan nasional akan melemah jika tingkat kepatuhan dan penghormatan terhadap sistem hukum, UU serta peraturan pelaksanaannya berada pada titik terendah. Dalam konteks itu, Presiden berharap institusi negara pun patuh dan tidak kompromistis dalam melaksanakan UU serta ketentuan hukum lainnya.

Rangkaian materi pengarahan oleh Presiden itu tentu saja berpijak pada realitas Indonesia hari-hari ini, yang ditandai oleh melemahnya ketahanan nasional di berbagai sektor, utamanya sektor ekonomi dan penegakan hukum. Presiden telah berupaya membangun kembali ketahanan ekonomi nasional dari puing-puing kehancuran puluhan juta unit usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Dari sekitar 65,5 juta unit UMKM, tak kurang dari 48,6 persen telah dinyatakan bangkrut akibat tekanan bertubi-tubi oleh faktor eksternal. Konsekuensinya, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang berkelanjutan tak terhindarkan.

Wujud lain dari pelemahan ketahanan nasional  adalah penegakan hukum yang mengingkari prinsip, nilai dan azas keadilan. Alih-alih dihormati dan disegani, institusi penegak hukum sekarang ini justru terus dicemooh oleh masyarakat kebanyakan karena mempraktikan tebang pilih. Masyarakat melihat bahwa pisau penegakan hukum hanya tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Jika kecenderungan seperti ini terus berlanjut, kualitas ketertiban umum menjadi taruhannya.rmol news logo article

*Penulis adalah Anggota DPR RI


< SEBELUMNYA

PIK 2 Riwayatmu Kini

BERIKUTNYA >

Wakaf dan Bisnis

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA