Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

HGB Sudah Resmi Tapi Dikucilkan

Oleh: Amir Hamzah*

Senin, 03 Februari 2025, 16:43 WIB
HGB Sudah Resmi Tapi Dikucilkan
Pesisir Tangerang/Ist
IKLIM usaha akan ikut terpukul jika komitmen itu justru dirusak oleh penyelenggara (Negara). Bayangkan saja sebuah perusahaan yang memiliki dokumen “resmi” dalam bentuk Surat Hak Guna Bangunan (HGB) bisa dievaluasi bahkan dibatalkan sepihak. 

Hal itu disinyalir akan memberikan efek ganda yakni perusahaan yang terlibat dan keterbukaan pemerintah. HGB yang diakui bersama tiba-tiba dievaluasi sendiri.

Rencananya evaluasi yang dilakukan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) ini telah mencapai tahap penyampaian hasil. Sekarang, kementerian teknis pengusul dan pemberi rekomendasi harus menindaklanjuti hasil evaluasi. 

Evaluasi ini mencakup Tropical Coastland dan seluruh proyek PSN, yang akan selesai di tahun ini atau setelah 2025. Menteri dan gubernur yang mengusulkan atau memberikan rekomendasi teknis untuk seluruh proyek PSN menerima permintaan untuk evaluasi teknis dan rekomendasi keberlanjutan.

Menariknya bidik pemerintah diminta penuh mengevaluasi pengembang dalam proyek Ecotourism Tropical Coastland di tengah ketergesaan pagar laut Tangerang. Namun, rekomendasi kepada pihak-pihak terkait tidak akan cukup untuk menyelesaikan masalah ini. 

Nyatanya Pemerintah ditekan untuk mencabut status PSN di pesisir utara Tangerang dan memeriksa semua Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang dimiliki oleh PIK 2. Belakangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah memberikan sanksi berat 6 pejabat BPN namun publik tidak tahu siapa mereka.

Jika status PSN dicabut, semua proses yang sedang dilakukan atas nama PSN Ecowisata Tropical Coastland secara otomatis akan berhenti. Pencabutan status PSN ini pada dasarnya kurang memiliki dasar yang jelas. Pasalnya secara jelas sertifikat yang dimiliki Pengembang membeli tanah dari masyarakat di kawasan pesisir utara Tangerang. 

Surat hak milik (SHM) yang dibeli dari warga dengan status suratnya adalah surat hak milik. Selanjutnya, tanah berstatus HGB harus berada di daratan, bukan di lautan atau di area pagar laut Tangerang, karena status sertifikat SHM telah diubah menjadi SHGB. 

Keputusan yang dibuat oleh Kementerian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) adalah untuk menerbitkan HGB pada wilayah yang telah mengalami abrasi. Meskipun wilayah tersebut sebelumnya berstatus HGB, namun karena abrasi, HGB juga otomatis hilang dan tidak dapat lagi diakui. Hal ini sesuai dengan Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. 

Saat diketahui bahwa tanah mengalami abrasi, pemerintah seharusnya segera merelokasi penduduk dan mengkonservasi area tersebut daripada memberikan peluang kepada korporasi untuk menjualnya. Jika tanah itu hilang maka ketentuannya adalah melaporkan kembali dengan sertifikat yang dimiliki, jika ada dan lengkap pemerintah lewat BPN tidak harus melakukan pemutusan sepihak status tanah.

Saat melakukan evaluasi, pemerintah tidak seharusnya terburu-buru mengeluarkan hasil dan rekomendasi karena lebih penting bagi mereka untuk melihat dan memahami siapa yang terlibat dalam pemagaran perairan utara Tangerang dan penetapan Ecowisata Tropical Coastland sebagai PSN.

Negara juga harus memeriksa HGB atau sertifikat kepemilikan tanah lainnya yang mungkin bermasalah. Namun, penerbitan HGB bukan hanya tanggung jawab kantor pertanahan lokal, tetapi juga tanggung jawab pusat, khususnya Kementerian ATR/BPN.

Pemerintah berpegang penuh Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2021, yaitu selama sertifikat belum lima tahun, maka Kementerian ATR/BPN memiliki hak untuk mencabutnya atau membatalkan tanpa proses perintah pengadilan. Tanpa kita berpikir runtut bahwa tindakan ini tergesa-tergesa menutup rangkaian kesalahan dari dalam. Ingat, bahwa PSN melibatkan banyak pihak, tidak hanya Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, tetapi juga Kemenko Perekonomian dan berbagai kementerian teknis lainnya.

Jika hanya bisa pakai tangan besi kenapa tidak selidik secara detail, saat ini terdapat 263 bidang dalam bentuk Sertifikat Hak Guna Bangunan atau SHGB dan 17 bidang dalam bentuk Sertifikat Hak Milik atau SHM. SHGB dan SHM di laut Tangerang lalu kenapa dibatalkan statusnya demi hukum dianggap karena cacat prosedur dan material. Padahal, Ratusan bidang sertifikat tanah ini berada di dalam bawah laut tinggal dicocokkan kembali dengan data peta yang ada. rmol news logo article

*Penulis adalah peneliti di Lingkar Studi Independensia

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA