Narasi Schultz dimulai dengan perjumpaannya dengan pasangan petani berusia lanjut, tampak sederhana namun penuh kepuasan. Saat ditanya mengapa mereka bahagia meski dalam kesulitan ekonomi, jawabannya mengungkapkan keyakinan bahwa kehidupan mereka bukanlah kemiskinan karena telah mengorbankan lahan pertanian untuk menyekolahkan keempat anak mereka ke perguruan tinggi. Keyakinan ini menandai awal pemahaman Schultz tentang kekayaan yang lebih dalam.
Melalui cerita ini, kita dihadapkan pada pertanyaan pokok: Bagaimana sebenarnya kondisi pertanian di Indonesia? Dapatkah sektor pertanian menjadi kendaraan untuk membimbing masyarakat menuju gerbang kesejahteraan? Pertanyaan-pertanyaan ini menuntut jawaban yang teliti, mengingat data BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2022 yang mencatat bahwa 29,96 persen dari 135,3 juta pekerja di Indonesia berkecimpung dalam sektor pertanian.
Penelusuran dimulai dengan laporan BPS 2022 yang menegaskan bahwa sektor pertanian adalah penyumbang utama lapangan pekerjaan dengan melibatkan 40,64 juta orang di Indonesia. Lebih menarik lagi, mayoritas petani adalah laki-laki, mencapai 76,84 persen dari total, sementara petani perempuan mencapai 23,16 persen. Data ini seharusnya menjadi pemicu bagi kita, terutama pemerintah, untuk melihat potensi besar Indonesia sebagai pemimpin dalam dunia pertanian. Ambisi ini bukanlah sekadar impian kosong, melainkan berasal dari landasan yang kuat. Fakta bahwa lahan pertanian Indonesia mencapai 101 juta hektar, di mana 47 juta hektar telah digarap, meninggalkan 54 juta hektar sebagai potensi untuk perluasan pertanian.
Menghadapi potensi pertanian Indonesia yang luar biasa, kita harus menanyakan arah yang benar untuk kesejahteraan petani. Saya yakin bahwa hilirisasi pertanian adalah langkah yang tidak dapat dihindari untuk mencapai kesejahteraan petani Indonesia. Upaya untuk meningkatkan nilai tambah dalam sektor pertanian melalui hilirisasi telah menjadi tren dalam kebijakan pemerintah Indonesia. Dari 21 komoditas yang mendapat prioritas hilirisasi, sektor pertanian menonjol, sejajar dengan sektor pertambangan, perkebunan, dan kelautan.
Hilirisasi menjadi kunci dalam meningkatkan kesejahteraan petani. Praktik penjualan langsung produk pertanian, seperti gabah tanpa proses pengolahan menjadi beras, telah menjadi kebiasaan yang menghambat pendapatan petani. Dengan memfasilitasi hilirisasi, petani dapat meningkatkan pendapatan mereka secara signifikan. Penjualan produk mentah umumnya menghasilkan keuntungan lebih kecil dibandingkan dengan penjualan produk jadi atau setengah jadi. Oleh karena itu, sektor pertanian memerlukan nilai tambah konkret melalui pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan produknya.
Dalam konteks padi, perjalanan dari penanaman hingga menjadi bahan pangan siap konsumsi adalah perubahan bentuk yang signifikan. Mulai dari benih, gabah, beras, hingga nasi, setiap tahap melibatkan transformasi nilai tambah yang berarti. Namun, petani padi sering kali terbatas pada penjualan gabah kering panen, tanpa kemampuan untuk mengolahnya menjadi beras. Pendapatan dari penjualan gabah tidak mencapai potensi optimal, sehingga kebijakan hilirisasi menjadi sangat penting untuk memberikan peluang kepada petani untuk mengolah hasil panen menjadi beras.
Oleh karena itu, kita membutuhkan kebijakan hilirisasi yang tidak hanya memfasilitasi penjualan gabah, tetapi juga lebih memprioritaskan peluang bagi petani untuk mengolah hasil panen menjadi beras. Langkah ini menjadi strategis dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan meningkatkan daya saing pertanian.
Penulis menegaskan bahwa hilirisasi pertanian bukan hanya tentang mengubah profesi petani di Indonesia menjadi lebih modern, melainkan juga mengubah paradigma dari "petani gabah" menjadi "petani beras." Transformasi ini bukan hanya tentang pergeseran dari satu fase produksi ke fase berikutnya, melainkan sebuah evolusi dalam pemikiran dan tindakan petani.
Dengan mengadopsi praktik pertanian modern, pemanfaatan teknologi, dan peningkatan keterampilan dalam mengelola proses produksi beras, petani tidak hanya menjadi produsen gabah tetapi juga perancang utama dalam menghasilkan beras berkualitas tinggi.
Pentingnya hilirisasi pertanian juga tercermin dalam upaya mencapai swasembada pangan dan peningkatan kesejahteraan petani melalui proyek Food Estate. Meskipun mendapat kritik, proyek ini memiliki potensi besar untuk masa depan pertanian Indonesia.
Pertama, Food Estate dapat menjadi laboratorium perkembangan pertanian dengan fokus pada pengembangan teknologi dan praktik pertanian terkini. Kedua, proyek ini diarahkan untuk mengembangkan lahan yang sebelumnya tidak produktif, memberikan peluang bagi rehabilitasi ekosistem dan peningkatan keberlanjutan lingkungan.
Ketiga, Food Estate dapat menjadi katalis untuk memberdayakan petani melalui akses ke pengetahuan, teknologi, dan pasar yang lebih luas. Keempat, proyek ini mendorong pengembangan agroindustri, mengurangi ketergantungan pada sektor pertanian tunggal. Kelima, Food Estate menciptakan peluang ekonomi dan sosial di wilayah-wilayah terpencil melalui investasi dan penciptaan lapangan kerja. Terakhir, desain Food Estate dapat menjadi model untuk pertanian yang ramah lingkungan dan efisien dari segi energi.
Namun, ada juga tantangan lain dalam Food Estate ialah memastikan bahwa petani yang terlibat mendapatkan nilai tambah yang maksimal. Melalui pendekatan hilirisasi, pemerintah dapat membantu petani mengadopsi praktik modern dan memaksimalkan hasil panen mereka. Kolaborasi antara Kementrian Pertanian sebagai sektor utama Food Estate dan Kementerian/lembaga terkait lainnya menjadi kunci kesinambungan dalam mengangkat kesejahteraan petani.
Dengan mengintegrasikan konsep hilirisasi ke dalam Food Estate, pemerintah dapat menciptakan sinergi antara modernisasi pertanian, peningkatan produksi, dan kesejahteraan petani. Hal ini bukan hanya tantangan mengubah status ”petani gabah” menjadi ”petani beras,” melainkan juga menciptakan model pertanian yang lebih berdaya saing dan berkelanjutan di era Food Estate. Langka-langkah ini diharapkan akan membawa dampak positif pada kemandirian pangan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
*Penulis adalah Dewan Pembina Angkatan Muda Prabowo (Ampera) dan Wakil Komandan Tim Delta TKN Prabowo-Gibran
BERITA TERKAIT: