Baru-baru ini ribuan karyawan PLN dan anak perusahaannya menyatakan menolak dimasukkan kembali
power wheeling ke dalam RUU Energi Baru Terbaharukan (EBT).
Power wheeling adalah skema
unbundling atau ketenagalistrikan. Skema ini akan membuat PLN kehilangan hak atas jaringan listrik yang mereka bangun. Pemanfaatan penuh jaringan listrik akan berada di tangan pembangkit swasta atau IPP.
Sementara naskah akademiik
power wheeling tidak dibuka secara transparan ke publik. Entah dari mana Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil argumentasi sehingga
power wheeling dimasukkan kembali dalam RUU EBT. Padahal sebelumnya pemerintah sendiri telah menarik keluar
power wheeling dalam pembahasan RUU EBT. Sudah keluar masuk lagi. Apa dasar sikap plin plan ini?
Kebijakan Kementerian ESDM ini patut dipertanyakan. Mengapa kebijakan yang menuai protes publik ini kembali diusulkan. Apakah ini adalah usaha pengalihan isu korupsi bergerombolan dana tunjangan kinerja di kementerian tersebut?
Kementerian dengan hak mengeluarkan ribuan izin tambang, izin di bidang migas, masih juga korupsi dana tunjangan kinerja atau tukin. Sektor pertambangan yang menjadi biang kerok kerusakan lingkungan di Tanah Air. Tapi manfaat untuk negara sangat minim. Sementara produksi minyak jeblok, pendapatan negara dari minyak juga amblas.
Seharusnya Kementerian ESDM fokus pada masalah yamg saat ini dihadapi sektor energi, yakni kuota solar yang jebol 1,3 juta kl. Jika masalah ini tidak diantisipasi di tahun politik maka ini bisa berdampak pada antrean solar ribuan truk penggangkut logistik. Ini adalah ancaman terbesar di tahun politik. Terutama sekarang menjelang tahun baru.
Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
BERITA TERKAIT: