Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Korban Ditembak Maling, Analisis Kriminologi

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/djono-w-oesman-5'>DJONO W OESMAN</a>
OLEH: DJONO W OESMAN
  • Rabu, 18 Oktober 2023, 21:45 WIB
Korban Ditembak Maling, Analisis Kriminologi
Ilustrasi/Net
KEBANYAKAN orang melawan jika dirampok. Termasuk Amir Syarifudin. Meski usia 75 ia mencengkeram tangan maling motor. Lalu ia ditembak. Kena lengan kanan. Bolong, karena pistol perampok airsoft gun berpeluru gotri, tidak masuk ke daging. Ia dilarikan ke rumah sakit.

Kejadian di rumah Amir di Jalan Porselen IV, Kayu Putih, Pulogadung, Jakarta Timur, Minggu, 15 Oktober 2023 sekira pukul 14.15 WIB. Diceritakan Idham Mahesa, 21, keponakan Amir, begini:

Prosesnya sangat singkat. Sore itu Amir dari dalam rumah melalui jendela, melihat seorang pemuda di halaman depan mondar-mandir. Seperti penjahat sedang menggambar situasi.

Pemuda itu berjaket, berhelm full face. Mencurigakan, sebab tidak naik motor tapi berhelm, mondar-mandir.

Di halaman depan rumah Amir yang tak berpagar, ada sebuah motor Honda Beat warna hitam milik keluarga Amir.

Motor ini jenis kesukaan maling. Karena colongannya gampang, harga jual kondisi bodong (tanpa surat) pun masih di atas Rp5 juta.

Dugaan Amir terbukti. Pemuda itu masuk halaman rumah. Mendekati motor. Memukul setir sehingga kunci setir patah. Dilanjut merusak lubang kontak dengan kunci leter T. Saat itulah Amir bergegas keluar rumah.

Amir menangkap tangan pencuri, mencengkeram dengan kuat. “Mau maling elu, ya?” bentaknya.

Si maling melepas kunci T dan menarik tangannya yang dicengkeram. Lalu mundur hendak kabur. Amir dengan berani maju, berniat menangkapnya.

Mendadak maling mengambil sesuatu dari balik jaket. Ternyata pistol. Langsung diarahkan ke kepala Amir. Otomatis Amir mundur. Lari sambil menutupi kepala.

Dor… dor… empat tembakan menyalak. Pada jarak tak sampai tiga meter itu, tiga tembakan meleset. Satu kena lengan kanan Amir. Bolong. Pelurunya mental.

Suara tembakan memuat penghuni rumah keluar semua. Di antara anggota keluarga ada Idham. Ia melihat pamannya berdarah-darah.

Idham: “Malingnya ternyata lari menuju satu motor dengan sopirnya yang sudah menunggu. Ternyata mereka berdua. Saya kejar.”

Meski dua maling naik motor dikejar Idham yang berlari. Motor maling tidak bisa kencang, sebab jalan itu berupa gang sempit dan banyak anak kecil berlarian. Idham mengejar sambil berteriak: Maling…

Warga di perumahan padat penduduk itu berhambur keluar rumah. Maling panik. Menghujani tembakan ke Idham dan warga. Sehingga warga yang semula niat menyergap, langsung mundur. Menghindari tembakan.

Idham: “Ada beberapa tembakan. Mungkin empat atau lima tembakan. Tapi tidak ada yang kena. Sebab, ia nembak sambil dibonceng motor.

Sampailah dua maling itu ke jalan besar, Idham masih mengejar. Ternyata di jalan besar mereka sudah ditunggu satu motor lagi berboncengan yang semula berhenti untuk mengamati.

Idahm: “Jadi semua maling ada empat, dengan dua motor. Mereka kabur ke jalan raya. Sudah tidak bisa saya kejar lagi dengan lari. Saya lapor polisi. Cuma ditanya-tanya, karena motornya tidak sampai dicolong.”

Itu menghebohkan warga Jalan Porselen. Sampai diunggah ke medsos. Malingnya tidak tertangkap, karena Amir tidak bisa mendeskripsikan wajah maling berhelm itu kepada polisi.

Umumnya orang miskin melawan jika dirampok. Mereka tidak rela harta yang sedikit itu dimaling. Akan dipertahankan habis-habisan.

Sebaliknya, maling cuma butuh harta korban, bukan menyakiti mereka. Tapi kalau maling dilawan, terpaksa ia menyakiti, bahkan membunuh korban. Sebab, ketika dilawan, maling bertaruh nyawa. Seumpama maling di Jalan Porselen itu tidak menembaki warga membabi buta, mereka bakal dikeroyok warga. Dibantai habis.

Kondisi di atas perlu dipahami masyarakat. Sebagai pengetahuan mempelajari situasi kondisi, jika suatu saat jadi korban maling atau rampok.

Kriminolong Amerika Serikat, David F. Luckenbill dalam bukunya berjudul, Generating Compliance: The Case of Robbery (1981) menguraikan secara jelas situasi-kondisi korban maling atau rampok. Maling definisinya mencuri. Kalau tidak ketahuan. Tapi bisa berubah jadi perampok (bersenjata dan menembak) jika mereka kepepet.

Buku Luckenbill  itu hasil riset terhadap para maling dan perampok yang dipenjara maupun yang sudah atau masih bebas. Di tahun penerbitan buku tersebut. Di Amerika Serikat. Luckenbill mewawancarai 86 perampok bersenjata yang pada 1980 masih aktif merampok di Negara Bagian Missouri dan St. Louis, AS.

Cara Luckenbill menemui para perampok sebagai narasumber, melalui perantara dua orang. Satu bekas perampok. Satu lagi kurir heroin kecil-kecilan, tapi kenal dengan para perampok di dua lokasi riset.

Dijelaskan, cara perampok mendekati calon korban, ada dua cara. Cara itu terkait selera dan karakter para perampok. Juga dari hasil analisis perampok setelah mempelajari situasi-kondisi di TKP.

Pertama, mode sembunyi-sembunyi, atau menyelinap mendekati target dengan cepat tanpa disadari korban maupun warga di sekitar TKP.

Semua maling dan perampok umumnya mempelajari situasi target untuk mencari sisi buta (Blind spot) dari perspektif target. Dari area blind spot itulah ia bergerak mode sembunyi-sembunyi.

Lalu dengan cepat sudah berada di dekat korban. Barulah ia mengancam korban dengan senjata dan kata-kata. Tapi senjata lebih menakutkan daripada kata-kata.

Keuntungan penjahat dengan cara ini, memberikan unsur kejutan pada calon korban. Saat korban terkejut, langsung diancam. Korban mengalami dua kali terkejut.  Sehingga diharapkan penjahat, supaya korban cepat menyerahkan harta.

Cara kedua, maju mendekati korban dengan penampilan normal. Tidak sembunyi-sembunyi. Tujuan pelaku untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial di sekitar TKP. Sehingga calon korban melihat pelaku sebagai orang normal, tidak mengancam.

Tapi, setelah pelaku dan korban berdekatan, barulah pelaku mengancam korban. Bisa dengan kata-kata bisa dengan senjata. Umumnya, kata-kata dan senjata.

Metode yang dipilih pelaku mendekati calon korban, lebih ditentukan oleh faktor-faktor situasional dibandingkan oleh preferensi individu pelaku.

Kuncinya, jika di TKP situasinya ramai orang, penjahat pakai cara ke dua. Sebaliknya kalau situasi sepi, pakai cara pertama.

Terpenting dari isi buku itu adalah ini: "Pelaku berusaha menciptakan ilusi kematian terhadap korban. Ilusi kematian, yang membuat korban takut mati."

Dijelaskan: "Korban yang kepalanya ditodong pistol, tidak tahu rasanya mati. Bahkan, penodongan itu kejadian mendadak yang bisa membuat korban terkejut dan bereaksi secara tak terduga. Tapi, pelaku berkata-kata yang menyuntikkan ilusi sakitnya kematian."

Setelah korban punya ilusi kematian dalam imajinasi, maka otomatis korban bakal pasrah. Akhirnya menuruti perintah pelaku.

Tapi, ini teknik penjahat yang rahasia: Selain menciptakan ilusi kematian pada korban, pelaku juga harus cepat-cepat membuat korban tenang. Ini dua hal kontradiktif yang dilakukan perampok dalam tempo beberapa detik.

Seumpama korban sudah punya ilusi kematian, tapi penjahat terlambat membuat korban tenang, maka hasilnya bisa fatal. Korban bisa mendadak menjerit, atau berteriak-teriak. Akibatnya orang di sekitar tahu bahwa terjadi perampokan. Situasi begini, membahayakan pelaku. Sebentar lagi ia bakal dikeroyok massa.

Dua hal itu, ilusi mati dengan todongan pistol. Lantas membuat korban tenang. Selalu dilakukan perampok dalam hitungan detik. Sekitar tiga sampai lima detik. Kalau lewat dari itu, korban bisa berteriak.

Kalimat populer yang dikatakan perampok terhadap korban adalah, begini: "Jangan bergerak. Ini perampokan. Jangan ubah ini jadi pembunuhan."

Sambil berkata begitu, perampok mendekatkan moncong senjata ke tubuh korban. Tanpa terlihat orang lain di sekitar.

Itu bakal menyadarkan korban, atau rasio korban langsung membuat kesimpulan, bahwa lebih baik menuruti permintaan perampok daripada melawan atau berteriak. Alhasil, perampokan sukses. Tanpa korban jiwa.

Dari buku Luckenbill jika diterapkan pada kasus maling motor yang menembak Amir, justru berkebalikan dari teori.

Pelaku sudah menggambar lokasi, mencari area blind spot. Dan, ternyata justru blind spot dari arah pelaku. Amir bisa memantau pelaku, Pelaku tidak bisa melihat Amir. Karena, Amir berada di dalam rumah yang sore itu lebih gelap dibanding lokasi pelaku di halaman depan.

Ketika Amir menangkap tangan pelaku, justru pelaku yang kaget. Otomatis, pelaku yang melawan korban, dengan cara menembak. Bukan sebaliknya.

Situasi itu sangat berbahaya bagi korban. Seumpama pistol maling berpeluru tajam, Amir bisa fatal. Cara paling aman, Amir cukup berteriak-teriak, tanpa mendatangi maling.

Efeknya, maling bakal kabur tanpa menembak. Sehingga, tujuan menggagalkan pencurian, sukses. Amir pun tidak ditembak. Malingnya tetap bisa ditangkap warga.

Analisis ini bisa berguna jika calon korban berpikir tenang, saat jadi korban pencurian atau perampokan. rmol news logo article

Penulis adalah Wartawan Senior
EDITOR: DIKI TRIANTO

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA