Palu sidang kongres XXV PWI di Bandung diketukkan pada pukul 01.13 WIB,
Rabu (27/9) dinihari menandai terpilihnya Hendry Ch Bangun. Atau
tujuh jam setelah saya meninggalkan Bandung, balik ke Jakarta.
Setiba di Jakarta, alhamdulillah, cucu tidak jadi dibawa ke rumah sakit. Cucu sakit menjadi alasan saya kembali lebih lekas ke Jakarta. Dalam perjalanan dengan dua wartawan senior Danie Soeoed dan Ronny Simon kami sempat mampir di Raja Cafe untuk salat Magrib. Cafe itu milik adik Yulian Warman, mantan wartawan senior Harian Bisnis Indonesia yang kini bekerja di Group Astra. Kebetulan Yulian baru masuk Bandung dan mengajak kami mampir di sana.
Jangan mengira Raja Cafe seperti umumnya cafe yang kita kenal. Bangunan cafe di Jalan Bengawan, Cihapit, dekat Gedung Sate, luasnya 600 m2. Suasananya serasa di rumah dengan menu dominan masakan khas Padang.
Kami disuguhi Sate Padang Danguang (isi daging semua). Yulian juga menyuguhkan martabak yang lezat, isi dagingnya padat. Ada singkong goreng dan pisang goreng khas cafe itu. Minumnya Teh Talua (Teh Telur). Minuman ini andalan cafe tersebut. Satu lagi. Rasanya saya baru pertama ini melihat di cafe dipasang foto Buya Hamka, ulama besar Indonesia. Ada juga foto Bung Hatta, Proklamator dan Wakil Presiden I RI. Home Band-nya menyanyikan lagu "Sempurna" dari Andra and The Blackbone. Disusul kemudian mengiringi Danie Soeoed dan Ronny Simon menyanyikan lagu favoritnya.
Sambil ngobrol kami tetap memonitor jalannya Kongres PWI di El Royal Hotel Bandung. Yang saat kami tinggalkan, saya sempatkan pamit pada ketua umum periode lalu, Atal S Depari di lobi hotel. Sore itu kami, Saya dan Atal sama-sama sudah demisioner, sudah purna tugas. Tapi Atal masih akan lanjut bertarung sebagai petahana melawan Hendry Ch Bangun dan Zulmansyah Sakedang. Sedangkan saya, tidak bisa maju lagi karena sudah menjabat dua periode sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI.
Saya ceritakan kepada Atal alasan pulang ke Jakarta lebih cepat. Kabar cucu sakit memang datang setelah saya menunaikan kewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat malam sebelumnya.
Namun, praktis kami baru tinggalkan Bandung pukul 7 malam dan tiba di Jakarta pukul 10 malam. Alhamdulillah. Cucu yang didiagnosa typhus, tidak jadi dibawa ke RS karena dokter melihat perkembangannya pesat setelah minum obat. Rasa capek dan cemas pun sontak hilang. Saya bisa lanjut mengikuti jalannya kongres lewat banyak saluran WhatsApp Group (WAG) PWI. Meski disajikan secara manual (tanpa live streaming) tetapi tetap dengan perasaan "nano- nano". Persis seperti mengikuti reportase bola lewat radio zaman dulu.
Pemilihan ketua umum PWI berlangsung dua putaran. Reportase dari lapangan lebih banyak disajikan dengan teks.
Hasil putaran pertama dimenangkan oleh Atal dengan perolehan suara tipis 40-39. Adapun Zulmansyah yang masih menjabat sebagai ketua PWI Provinsi Riau, meraih 9 suara.
Kongres PWI diikuti 39 cabang PWI. Jumlah suara dari daerah berbeda-beda, tergantung jumlah anggota PWI di daerah masing- masing. Dari satu suara hingga paling banyak 5 suara. Total 88 suara yang diperebutkan malam itu. Dengan posisi suara hasil putaran pertama, jelas Zulmansyah menjadi penentu.
Sebenarnya, hasil putaran pertama lebih mudah ditebak hasil akhirnya. Zulmansyah Sakedang, Hendry Ch Bangun, serta kandidat lainnya, Ahmad Munir, jauh hari sudah mengumumkan kesepakatan mereka untuk berkoalisi melakukan perubahan. Tapi, Ahmad Munir, Dirut
Antara, tidak melanjutkan kompetisi lantaran memilih mengalihkan dukungannya dari daerah kepada Hendry Ch Bangun.
Dan, benar saja. Hasil putaran kedua, seperti yang diperkirakan. Hendry unggul dengan 47 suara dan Atal 41 suara. Saya bisa membayangkan ketegangan para kandidat yang bertarung saat pemungutan dan perhitungan suara berlangsung.
Penanda waktu sudah menunjukkan pukul 02.30 WIB Rabu (27/9) dini hari. Heran juga dengan kondisi tubuh saya saat itu seperti baru bangun pagi. Padahal, selama dua malam di Bandung, saya hanya tidur 3-4 jam. Maklum, momentum kongres selalu membuat gembira karena bisa bertemu dengan banyak kawan wartawan terutama dari daerah yang sempat putus kontak karena pandemi Covid-19. Adakah stamina datang dari itu? Atau karena hasil kongres? Atau karena khasiat dari kudapan Raja Cafe, terutama Sate Padang Danguang dan Teh Taluanya? Silahkan saja menebaknya.
BERITA TERKAIT: