Suap Rp40 miliar
cash. Kata Windi, ia berikan langsung (
hand to hand) kepada pejabat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bernama Sadikin. Sedangkan, Windi adalah Direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera yang juga terdakwa di korupsi yang merugikan negara Rp8,03 triliun, itu.
Di sidang tersebut, duduk sebagai terdakwa tiga orang: mantan Menkominfo, Johnny Gerard Plate. Mantan Dirut Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif, dan Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto. Yohan satu-satunya akademisi yang jadi terdakwa di perkara itu. Yohan dosen magister pada Fakultas Teknik di UI.
Ketua Majelis Hakim, Fahzal Hendri bertanya ke saksi Windi, kronologi ia menyuap pejabat BPS. “Bagaimana prosesnya?” tanya Fahzal.
Windi mulai cerita. Awalnya, ia disuruh Anang Achmad Latif (terdakwa) menyerahkan uang Rp40 miliar kepada pria mewakili seorang pejabat BPK. namanya Sadikin.
Windi: "Nomornya dari Pak Anang, nomor seseorang atas nama Sadikin. Nomor teleponnya diberikan oleh Pak Anang lewat signal.”
Fahzal: "Sodikin apa Sadikin? Yang jelas."
"Sadikin, Yang Mulia.”
"Berapa?"
“Empat puluh miliar, Yang Mulia. Itu saya tanya ke Pak Anang, uang itu untuk siapa, katanya untuk BPK, Yang Mulia.”
"BPK atau PPK? Kalau PPK Pejabat Pembuat Komitmen. Kalau BPK Badan Pemeriksa Keuangan. Yang mana?"
"Badan Pemeriksa Keuangan Yang Mulia.”
"Bagaimana cara kirim uangnya?"
"Saya serahkan, antar langsung."
“Uang kontan Rp40 miliar, Anda serahkan langsung, ketemu muka dengan penerima bernama Sadikin?”
“Betul, Yang Mulai.”
"Di mana ketemunya sama Sadikin itu?"
"Ketemunya di Hotel Grand Hyatt.”
"Itu hotel mewah loh, Pak?"
"Di parkirannya Yang Mulia.”
"Oh di parkirannya. Tidak sampai masuk ke hotel. Siapa yang menerima?"
"Seseorang bernama Sadikin."
"Uang Rp40 miliar Anda serahkan kontan. Uangnya dibungkus atau bagaimana?"
“Di dalam koper. Pecahan dolar Amerika dan Singapura. Nilainya Rp40 miliar, Yang Mulia.”
"Ya Allah," respons hakim.
Seketika Ketua Majelis, Fahzal sampai menggebrak meja. Saking kagetnya. Fahzal bertanya lebih detail terkait penyerahan uang sogok itu. Dijawab Windi, ia menyerahkan koper berisi uang itu didampingi sopir. Karena ia takut kemungkinan dirampok.
Seret Nama Menpora Dito AriotedjoSaksi mahkota lainnya, Komisaris PT Solitech Media Synergy, Irwan Hermawan, yang juga terdakwa di perkara itu. Di persidangan itu Irwan mengakui, menyogok Rp27 miliar kepada pejabat tinggi negara. Agar perkara korupsi itu tidak sampai diusut. Maksudnya, agar korupsi itu ditutup.
Ketua Majelis Fahzal: “Ada uang untuk menutupi kasus ini, Pak?”
Irwan: “Ada Yang Mulia. Rp27 miliar.”
“Itu uang untuk menutupi perkara ini. Anda serahkan kepada siapa?”
“Dito Ariotedjo.”
"Siapa itu?"
"Pada saat itu saya tidak menyerahkan langsung. Saya titip ke teman, namanya Resi, lewat Windi Purnama juga.”
Tampak, saksi Irwan berusaha memutar pertanyaan, menghindari pertanyaan hakim tentang siapa penerima uang yang bernama Dito Ariotedjo. Lalu, hakim bertanya lebih detail tentang sosok penerima uang suap.
"Diserahkan ke siapa?"
"Yang terakhir namanya Dito.”
"Dito apa?"
"Pada saat itu, saya tahunya namanya Dito."
"Dito apa, Pak? Dito tuh macam-macam.”
"Belakangan saya ketahui namanya Dito Ariotedjo. Saya pernah bertemu di rumahnya di Jalan Denpasar.”
Jalan Denpasar, adalah komplek perumahan pejabat tinggi negara. Lokasinya di belakang Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Hakim: "Ciri-ciri orangnya apakah tinggi besar?"
"Betul. Tinggi besar."
“Apakah Dito itu adalah Menteri Pemuda dan Olahraga sekarang?"
"Iya, betul Yang Mulia."
"Benarkah? Harus jelas."
"Benar Yang Mulia.”.
"Kepentingan apa ia dengan masalah korupsi BTS ini menerima Rp27 miliar dari Saudara?"
"Untuk menutup kasus."
Yang ternyata, kasus itu tidak bisa ditutup, hingga pengadilan itu digelar.
Begitulah drama nyata, betapa takutnya saksi Irwan memberi kesaksian bahwa ia menyogok Rp27 miliar kepada Dito Ariotedjo. Tapi, belakangan setelah perkara ini heboh, uang sogok Rp27 miliar itu dikembalikan ke Irwan, melalui pengacaranya, Maqdir Ismail.
Oleh Maqdir, uang Rp27 miliar itu diserahkan kontan dalam koper kepada Kejaksaan Agung, Kamis, 13 Juli 2023. Maqdir saat menyerahkan ke Kejaksaan Agung, tidak merinci uang apa itu?
Ia cuma mengatakan, itu uang suap kasus proyek BTS 4G Kominfo. Sehingga selama dua bulan ini uang misterius itu disimpan di Kejaksaan Agung. Barulah pada sidang tersebut asal-usul uang itu diungkap.
Dari segi besaran kerugian negara, ini bisa disebut megakorupsi. Kejahatan luar biasa. Uang sangat banyak milik negara yang disebar untuk sogok-menyogok. Bahkan, setelah perkara ini mulai terungkap, masih juga ada uang suap agar kasus ini ditutup.
Belum ada reaksi dari pihak penyidik, bagaimana status hukum penerima suap yang kemudian mengembalikan uang suap? Apakah ia bisa jadi tersangka, atau didiamkan saja? Apakah ia akan disanksi, ataukah tetap jadi pejabat tinggi negara?
Penulis adalah Wartawan Senior
BERITA TERKAIT: