Pria itu, satu dari 122 korban perdagangan ginjal yang diungkap Polri, dengan 12 tersangka. Dari ratusan korban itu, tiga di antaranya datang memeriksakan kesehatan ke Biddokkes Polda Metro Jaya, Senin (24/7). Salah satunya cerita.
Ia tidak banyak bicara. Wajahnya kelihatan pucat. Ia pasti paham bahwa tindakannya salah. Karena transaksi ginjal itu sembunyi-sembunyi. Tapi ia tak jadi tersangka. Para tersangka adalah komplotan yang jadi makelar penjualan ginjal miliknya.
Kabid Dokkes Polda Metro Jaya, Kombes Hery Wijatmoko kepada wartawan mengatakan, kondisi para korban terpantau normal. Walau belum semua dari 122 korban terpantau. Banyak yang ogah diekspos, karena malu. Polisi akan melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap para korban.
Mereka yang secara sukarela periksa ke Biddokkes Polda Metro Jaya itu cuma diperiksa luar. Belum periksa organ dalam.
Kombes Hery: "Rata-rata korban sudah sembuh. Walaupun baru sebulan, tetapi secara fisik kondisi luka pasca operasi cukup bagus. Nanti kita akan tindak lanjuti dengan pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk menentukan organ yang diambil tersebut.”
Polda Metro Jaya mengungkap sindikat TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) yang menjual ginjal ke Kamboja. Ada 12 tersangka, termasuk oknum polisi Aipda M dan petugas Imigrasi Bandara Ngurah Rai, Bali, inisial AH.
Aipda M berperan menghalangi penyelidikan polisi. Ia dibayar oleh kelompok sindikat Rp 612 juta. Kini diperiksa polisi. Sedangkan petuga Imigrasi AH berperan meloloskan para korban berangkat ke Kamboja untuk jual ginjal.
Perdagangan ginjal sebenarnya suka sama suka. Penjual butuh duit, pembeli butuh sehat. Klop. Para tersangka dijerat dengan UU TPPO. Belum ada UU atau aturan tentang perdagangan organ manusia.
Sepuluh tersangka sindikat ini dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.
Tersangka anggota Polri dikenakan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 221 ayat (1) ke 1 KUHP.
Tersangka pegawai Imigrasi dikenakan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO. Sementara 10 tersangka lainnya dijerat Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 4 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO.
Meski perdagangan suka sama suka, tapi bisa mengarah pada kejahatan. Sangat jahat. Menculik atau menipu korban untuk dijual ginjalnya. Sindikat penjualnya dari negara miskin, pembeli dari negara kaya.
Dikutip dari BBC, 23 Maret 2023, berjudul "Nigerian street trader trafficked to UK in kidney donor plot", tergambar jelas proses penipuan perdagangan ginjal. Dari negara miskin Nigeria ke negara kaya, Inggris.
Uniknya, pembeli adalah orang kaya Nigeria, pasien gagal ginjal di rumah sakit Inggris. Sebab, di Nigeria belum ada rumah sakit yang mampu transplantasi organ.
Pasien gagal ginjal itu Sonia Ekweremadu, 21, puteri Senator Nigeria, Ike Ekweremadu dan Beatrice Ekweremadu.
2021 Sonia dirawat di Royal Free Hospital, Hampstead, London, Inggris. Dokter menyatakan, ginjal Sonia rusak. Harus diganti atau cuci darah seumur hidup. Tentu, ortu Sonia gelisah.
Ike di Nigeria, aktif mencari pendonor ginjal. Jelasnya, mau beli ginjal. Untuk itu ia harus mencari makelar ginjal. Melalui koneksi, Ike menemukan dokter Nigeria di Cambridge, Inggris, Dr Obinna Obeta.
Maka, jaringan Nigeria-Inggris dijalin. Mencari penjual ginjal dari Nigeria untuk dikirim ke Inggris, diambil ginjalnya. Untuk itu, Dr Obeta pulang ke Nigeria untuk mencari korban.
Meski Nigeria negeri miskin tapi tak sembarang orang mau jual ginjal. Takut sakit. Sudah miskin, sakit pula.
Kendati, sindikat selalu menemukan jalan. Di Nigeria mereka menemukan remaja pria 15 tahun, Daniel, penjual aksesoris HP pakai gerobak keliling dari kampung ke kampung di Kota Lagos, Nigeria. Daniel dipertemukan dengan Obeta.
Obeta mentraktir Daniel di restoran-restoran mahal di Lagos. Akhirnya Obeta pamitan ke Daniel, akan balik ke Inggris. Sekalian menawari Daniel rekreasi ke Inggris. Bisa tinggal di apartemen Obeta di Inggris. Daniel mau.
Visa UK Daniel diterbitkan Januari 2022. Kabar baik, pikir Daniel. Ia gembira.
Mereka berangkat ke London. Tiba di apartemen Obeta, Daniel benar-benar tinggal di apartemen Obeta.
Daniel kepada hakim di pengadilan Inggris mengatakan: "Waktu akan berangkat, ia minta supaya saya tidak bilang siapa-siapa. Alasannya, nanti akan banyak yang ikut. Sampai di apartemen Obeta, saya tidur di sofa. Dijanjikan akan dicarikan pekerjaan. Tapi, sementara membantu bersih-bersih rumah."
Sampailah, Obeta meminta Daniel menjalani tes kesehatan. Daniel mau saja. Ia mengira, itu untuk pengajuan izin tinggal.
Obeta dengan Ike tetap berhubungan via telepon. Obeta meminta ke Ike biaya ini: Biaya terkait rumah sakit 80.000 Poundsterling. Buat Daniel 6.000 dan buat Obeta 2.000. Total 88.000 Pound (sekitar Rp 1,7 miliar).
Langsung ditransfer Ike dari Nigeria. Obeta kian giat mengkondisikan Daniel jadi pendonor. Sementara, Ike dan isteri terbang ke London, ingin melihat langsung transplantasi puteri mereka.
Obeta paham UU di Inggris hanya membolehkan pendonor dari keluarga dekat. Maka, Daniel secara diam-diam dipamerkan ke rumah sakit, dikenalkan sebagai sepupu Pasien Sonia. Dokter dan perawat di sana akhirnya tahu, Daniel keluarga dekat.
Saat itu Daniel mulai merasa ada yang tidak beres. Ia minta pulang ke Nigeria, tapi ditolak Obeta. Bahkan, Obeta kini berubah galak.
Ternyata, akurasi Daniel sepupu Sonia tidak begitu saja dipercaya pihak RS. Karena RS punya konsultan untuk itu. Seorang dokter senior, Dr Peter Dupont. Bertugas verifikasi calon pendonor.
22 Februari 2022 Daniel diwawancarai Dupont, dibantu penerjemah. Segera ketahuan. Dupont meragukan bahwa Daniel sepupu Sonia.
Daniel bersaksi di pengadilan: "Dia (Dr Dupont) bertanya, apakah saya tahu bahwa saya akan melakukan transplantasi ginjal? Saya terkejut. Itu adalah pertama kalinya saya mendengar tentang transplantasi ginjal. Saya menangis, gemetar."
Seketika wawancara dihentikan. Dupont berpendapat, Daniel bukan sepupu pasien Sonia. Hasil wawancara itu dilaporkan Dupont ke rumah sakit.
Di saat kritis itu, Ike dan Obeta berjuang keras. Mareka merayu Daniel agar mengubah pengakuan dan wawancara ulang. Sekalian, dimingi 6.000 Poundsterling (sekitar Rp 117 juta) yang belum ia terima, masih dipegang Obeta.
Daniel bimbang. Antara mau dan takut. Tapi didorong Ike dan Obeta. Dijadwalkan wawancara ulang. Obeta melapor ke pihak RS bahwa Daniel sewaktu diwawancarai kurang mengerti maksud wawancara. Kendala bahasa. Kini minta wawancara ulang.
Pihak Royal Free Hospital menyanggupi wawancara ulang. Kali ini konsultannya Dr Philip Masson. Langsung dipertemukan dengan Daniel.
Wawancara baru pembukaan, Dr Masson langsung tahu, Daniel bukan keluarga pasien. Daniel kelihatan takut. Hal itu dilaporkan ke pihak RS. Pihak RS meneruskan itu ke polisi.
Ike dan isteri Beatrice, Obeta, Daniel, diringkus polisi. Tuduhan, persekongkolan perdagangan organ tubuh.
Di situ warga Nigeria ini tahu, di Inggris uang sogokan tidak laku. Maksudnya, tidak ada yang mau disogok. Sebab konsekuensi hukum sangat berat.
Para terdakwa dari Nigeria itu diadili di Pengadilan Old Bailey, London, Inggris.
Ike dihukum sembilan tahun delapan bulan penjara. Beatrice, empat tahun enam bulan. Obeta, sepuluh tahun. Daniel dibebaskan. Diekstradisi ke Nigeria. Ginjalnya masih utuh. Sonia masih menunggu pendonor.
Itu kejahatan belum terjadi. Hukuman mereka segitu. Untuk percobaan perdagangan ginjal.
Di Indonesia, 122 orang korban sudah menjual ginjal mereka. Satu mengeluh, cepat lelah. Seumpama itu terjadi di Inggris, hukuman buat para tersangka bisa 122 kali lipat dibanding hukuman Obeta. Atau 1.220 tahun penjara.
Namun, jangan pernah mengintervensi proses penegakan hukum. Dilarang. Biarkan hukum penuh kasih sayang ini berproses sebagaimana adanya.
Penulis adalah wartawan senior
BERITA TERKAIT: