Kemiskinan, pengangguran, pendidikan, kesenjangan sosial dan sederet permasalahan lainya menjelma seperti hantu yang terus menjadi persoalan bangsa tanpa adanya solusi maupun tindakan pasti yang berkelanjutan. Hal itu dapat kita lihat pada fenomena yang kerap kali muncul pada kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik dari lingkup eksekutif maupun legislatif.
Pada Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) Cipta Kerja yang belum lama ini menuai kontroversi karena dirasa merugikan buruh dan dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK); Munculnya klausul “indeks tertentu” pada Pasal 88D ayat 2 Perpu Cipta Kerja yang dinilai semakin memuluskan upah murah.
Ada pula pasal baru, yakni Pasal 88F yang membolehkan pemerintah menetapkan formula upah minimum berbeda dari yang sudah diatur UU Cipta Kerja sebelumnya ataupun Perpu Cipta Kerja dalam keadaan tertentu. Poin tersebut bukan malah meretas kemiskinan justru akan dirasa berdampak sebaliknya.
Bonus Demografi yang akan didapatkan Indonesia pada 2045, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki penduduk dengan rentang usia produktif sebanyak 143 juta jiwa yakni usia 20-60 tahun. Dimana seharusnya poin tersebut dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang kerap kali timbul tak berkesudahan. Istilah Generasi Z atau yang kerap disebut “Gen Z” merupakan kelompok generasi terbesar di Indonesia yang mencapai angka 27,94 persen dari total populasi atau 74,93 jutaan orang.
Signifikansi mereka bahkan mungkin lebih besar dari Milenial, yang merupakan kelompok generasi terbesar kedua di Indonesia sebesar 25,87 persen dari total penduduk atau 69,38 juta orang.
Jika dilihat dari segi kuantitas, tentu hal tersebut akan sangat berpengaruh dalam menyongsong dan mencapai gagasan Indonesia Emas 2045 nantinya. Mengapa demikian ? Hampir setengah dari Gen Z telah memasuki usia produktif, sedangkan sisanya akan dapat berpartisipasi dalam angkatan kerja di masa mendatang bertahun-tahun.
Sebagai generasi yang tumbuh pasca reformasi 1998 di Indonesia dan bagian dari apa yang disebut digital native, Gen Z tentunya memiliki sikap dan perilaku yang berbeda dibandingkan dengan si generasi yang lebih tua. Memahami siapa Gen Z sebenarnya, mulai dari gaya hidup mereka, perspektif, dan nilai-nilai untuk mereka tujuan dan tantangan dalam hidup akan membantu kita menemukan jalan yang benar.
Merujuk dari dominasi populasi Gen Z pada tahun 2023 ini tentu juga menjadi kunci penting dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpinnya nanti. Dari data justru terlihat bahwa baik kelompok milenial maupun Gen Z memililiki perhatian khusus terhadap ide-ide yang menjamin keberlangsungan demokrasi. Dan jika dibandingkan dengan generasi milenial, Kelompok Gen Z justru memiliki kesadaran lebih pada sejumlah isu yakni persoalan keamanan, kondisi ekonomi, penegakan hukum dan yang paling besar adalah isu pemberantasan korupsi.
Pada perhelatan kontestasi politik di tahun 2024, Tentu kapasitas besar dalam menentukan pemimpin kedepan juga perlu diiringi dengan gagasan besar dalam membangun peradaban kedepan. Ide serta gagasan terhadap Indonesia Emas yang gemilang harus terus dibicarakan lebih mendalam, bukan malah ikut-ikutan dalam menentukan “gerbong” mana yang akan di naikkan.
Kemajemukan dan Gotong Royong merupakan nilai yang tertanam pada masyarakat Indonesia, dimana hal itu menjadi satu aspek yang unggul dibanding dengan penduduk pada negara lain, poin tersebut seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik untuk menciptakan aksi yang pasti untuk terealisasinya gagasan Indonesia Emas yang dicanangkan. Gen Z harus memegang kendali penuh atas terbentuknya aspek-aspek pendukung untuk merealisasikan gagasan besar ini.
Contohnya pada sektor pendidikan, kerap kali pendidikan menjadi sorotan di ruang publik tentang bagaimana kondisi dan pendistribusian yang tidak merata terhadap anak bangsa. Persoalan terhadap anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang layak harus segera diatasi, jika kita memakai konsep sederhana dengan mengambil nilai gotong royong diatas; Gen Z menjawab tantangan tersebut dengan turun langsung menjadi relawan-relawan yang mengajar ke sekolah - sekolah terpencil, dimana anak - anak pada daerah tersebut tak mendapatkan akses pendidikan yang sama.
Lalu jika kita melihat permasalahan pada sektor ekonomi, maka hal tersebut adalah akar dari permasalahan yang timbul di ruang publik. Karena faktor tersebut merupakan hal yang paling mendasar agar masyarakat dapat merasakan hidup yang layak.
Kemandirian ekonomi bangsa perlahan mulai digagas oleh Gen Z dengan membuat dan membuka Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) serta lapangan pekerjaan. Dari tingginya kekhawatiran Gen Z terhadap persoalan biaya hidup dan pengangguran, dari laporan The Deloitte Global 2022 sebanyak 43 persen Gen Z juga memiliki pekerjaan paruh waktu maupun penuh waktu. Mental seperti itu yang kini perlahan mulai ditanamkan oleh generasi yang disebut akan memegang kendali penuh pada Indonesia Emas 2045 nanti.
Indonesia Emas 2045 menjadi titik krusial bangsa Indonesia ke depan. Kesiapan generasi hari ini sangat menentukan tercapai atau tidaknya goals yang sedang kita usahakan secara bersama. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan pesan kepada Gen Z untuk terus berupaya menuangkan ide serta gagasan yang kokoh secara konstruktif berpikir dan tak pragmatis, serta hal ini juga menjadikan autokritik terhadap penulis yang sebetulnya masuk pada kelompok Gen Z.
*Penulis merupakan Presiden Mahasiswa Universitas Budi Luhur periode 2021
BERITA TERKAIT: