Mereka menegaskan bahwa DPR RI bisa mengubah undang-undang terkait Mahkamah Konstitusi (MK) jika hakim memutuskan mengubah sistem pemilu.
Ancaman tersebut disampaikan usai beredar rumor bahwa MK akan mengubah sistem pemilu. Mereka mengingatkan MK bahwa DPR bisa merevisi UU MK dan mencabut kewenangan MK, termasuk menyangkut anggaran MK.
Gus Dur pernah menyatakan bahwa DPR itu seperti taman kanak-kanak, bahkan melorot menjadi kelompok bermain atau
playgroup. Perseteruan anggota DPR yang selalu terkait kepentingan diri sendiri, bukan kepentingan rakyat menjadi salah satu alasan DPR disebut sebagai taman kanak-kanak oleh Gus Dur.
Pernyataan Gus Dur tersebut masih relevan dengan kelakuan anggota DPR hingga saat ini. Mereka bereaksi terhadap rumor bocornya keputusan MK dengan menebar ancaman.
Rumor yang dilontarkan oleh Denny Indrayana, pakar hukum tata negara, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, "pernah menyandang status tersangka" kasus korupsi
payment gateway di imigrasi Kemenkumham.
Mendahului reaksi kedelapan Fraksi DPR tersebut, Ketua Majelis Tinggi sekaligus mantan Ketum Demokrat yang menggantikan Anas Urbaningrum, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menanggapi rumor yang sama dengan mengatakan bahwa perubahan sistem yang terjadi saat proses pemilu sudah dimulai akan menjadi isu yang besar dalam dunia politik di Indonesia.
Bahkan Presiden ke-6 RI tersebut mempertanyakan urgensi hal ikhwal kegentingan dan kedaruratan perubahan sistem pemilu kepada MK.
Sebelumya pada Minggu (8/1/2023), 8 ketua umum dan pimpinan parpol parlemen juga berkumpul dan menyatakan sikap menolak penerapan sistem proporsional tertutup diterapkan pada Pemilu 2024. Mereka menyebut "kemunduran demokrasi" jika kembali ke sistem proporsional tertutup.
Saat itu mereka bereaksi atas pernyataan Ketua KPU Hasyim Ashari yang diutarakan pada acara Catatan Akhir Tahunan KPU (29/12/2022).
Saat itu Hasyim berpidato menjelaskan dua trek pemilu dan program KPU. Dalam pidatonya, Hasyim mengatakan tentang kemungkinan Pemilu 2024 akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup.
Reaksi berlebihan yang ditunjukkan oleh pimpinan parpol dan DPR atas rumor menunjukkan sikap kekanak-kanakan. Ancaman berupa evaluasi anggaran MK dan pengurangan bahkan pencabutan kewenangan melalui revisi UU MK disampaikan secara emosional.
DPR secara emosional melakukan "
show of force" terhadap MK yang tidak melakukan serangan apa-apa.
Sikap yang ditunjukkan kedelapan pimpinan parpol parlemen yang bergabung Koalisi Besar Tolak Sistem Proporsional Tertutup (Kobar TSPT) tersebut menunjukkan rendahnya pemahaman tentang relasi kelembagaan negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Kekuasaan kehakiman termasuk MK RI itu sejatinya harus bebas dari pengaruh apa pun, termasuk tekanan politik. Maka seharusnya pimpinan Kobar TSPT tersebut menggunakan mekanisme formal, baik melalui peradilan, maupun perubahan UU.
Sebagai negara hukum, seharusnya pimpinan Kobar TSPT menempuh langkah hukum, atau mengusulkan rapat konsultasi antara lembaga tinggi negara melalui pimpinan DPR. Apa yang dilakukan Fraksi DPR dan pimpinan parpol Kobar TSPT sebagai upaya cari muka kepada rakyat sekaligus melakukan tekanan politik kepada MK.
Rakyat Tidak Peduli Sistem PemiluReaksi kekanak-kenakan atas nama rakyat yang disampaikan para elite politik tersebut dipastikan tidak mewakili kebutuhan dan kepentingan rakyat. Reaksi tersebut hanya mewakili keresahan mereka sendiri.
Ancaman tidak mampu memenuhi
parliamentary threshold, serta pengurangan jumlah kursi di DPR tentu menakutkan mereka. Sehingga pesan "ancaman" harus dikirim segera ke MK.
Parpol pendukung sistem proporsional tertutup juga setali tiga uang dengan Kobar TSPT, sama-sama tidak mewakili kebutuhan dan kepentingan rakyat. Kelompok yang kerap menyatakan sistem proporsional terbuka menyuburkan
money politics dan liberalisasi pemilu pun demi kepentingan kekuasaan parpol.
Kelompok ini ingin menertibkan dan mengendalikan para caleg agar tunduk dan patuh kepada parpol. Praktik
money politics yang berlangsung terbuka harus diubah menjadi tertutup. Semua harus dikanalisasi dan dikendalikan oleh parpol.
Kelompok ini juga pasti akan mendorong hidupnya kembali mekanisme "
recall" bagi anggota DPR yang tidak "patuh dan tertib".
Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat memilih sebagai pendukung Pemilu 2024 dengan sistem proporsional terbuka. Namun pergerakan dan perjuangan Kornas tidak sama dan sebangun kelompok taman kanak-kanak yang suka "baperan".
Atas polemik yang terjadi akibat rumor tersebut, Kornas menyampaikan sikap sebagai berikut:
Pertama, bahwa ancaman kedelapan Fraksi DPR terhadap MK adalah ancaman serius dan tidak boleh dianggap main-main. Ancaman emosional khas anak-anak tersebut menunjukkan rendahnya kualitas anggota DPR.
Maka telah ditemukan hal ikhwal kegentingan yang memaksa untuk mengubah sistem pemilu yang membuat orang-orang seperti mereka tidak menjadi anggota DPR.
Kedua, bahwa MK RI sebagai lembaga produk reformasi, diminta untuk tidak dipengaruhi tekanan politik dari pihak manapun. Sebagai satu-satunya lembaga yang diberi kewenangan untuk menguji UU terhadap Konstitusi, maka MK tidak boleh dipersekusi atas proses dan hasil keputusannya.
Ketiga, bahwa parpol dan DPR adalah lembaga publik yang menggunakan anggaran negara dan publik. Maka pimpinan parpol dan DPR sekalipun, tidak dibenarkan menyampaikan ancaman ke lembaga negara lainnya.
Pimpinan parpol dan DPR tidak dibenarkan menyampaikan pernyataan yang dapat memicu dan memacu "chaos politik", keresahan, dan kegaduhan politik.
Pimpinan parpol dan DPR diminta menghormati hak warga negara yang menempuh jalur hukum melalui MK RI. Pengungkapan identitas warga negara termasuk afiliasi politiknya tidak boleh ditujukan untuk mendiskreditkan, melecehkan, dan merendahkan dirinya sebagai warga negara.
Keempat, bahwa proses persidangan hingga pengambilan dan pembacaan keputusan masih berjalan di MK. Maka semua pihak diminta untuk menahan diri dan tidak menciptakan polemik yang membuat kegaduhan di tengah masyarakat.
Kelima, bahwa para pemimpin lembaga negara diminta untuk tetap fokus pada tugas utama, pokok, dan fungsi masing-masing. MK sebagai lembaga peradilan harus dijaga netralitas, independensi, dan kewibawaannya.
Maka semua pihak yang berusaha memengaruhi MK melalui tekanan politik, ancaman revisi UU dan evaluasi anggaran harus segera menghentikan tekanan dan ancamannya. Jika terus dilakukan, maka Kornas akan menggalang kekuatan untuk melawannya.
Kornas mengajak semua warga negara untuk tetap menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa. Tetap percaya bahwa MK akan mengambil keputusan sesuai kebutuhan serta keutuhan rakyat Indonesia.
Kita semua berharap, seluruh tahapan dan proses Pemilu 2024 dapat berjalan dengan baik. Pemilu 2024 harus semakin meningkatkan kualitas demokrasi dan memperkokoh persatuan bangsa Indonesia.
*Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)
BERITA TERKAIT: