Mutilasi ini beda dengan yang lain. Umumnya mutilasi bertujuan membuat tubuh korban praktis dikemas, lalu dibuang. Ini, sudah bentuk potongan kecil-kecil (65 bagian) dan dibiarkan di TKP (Tempat Kejadian Perkara).
Jelasnya, kronologi kejadian begini:
Sabtu, 18 Maret 2023 pukul 13.00 WIB. Tersangka pria usia 23, identitas belum diungkap polisi sampai Selasa (21/3) malam. Ia check-in di wisma itu untuk waktu enam jam. Membayar Rp 60 ribu. Ia datang sendiri.
Sabtu, 18 Maret 2023 pukul 14.00 WIB tersangka keluar meninggalkan wisma. Sejam kemudian ia balik ke penginapan bersama seorang wanita (kemudian diketahui bernama Ayu). Kali ini naik motor. Menurut petugas wisma, mereka kelihatan akrab, atau saling kenal.
Tersangka dan korban masuk ke kamar. Lalu tersangka keluar lagi, menemui petugas wisma, pesan perpanjangan sewa kamar 6 jam lagi, meskipun sewa enam jam pertama belum habis.
Minggu, 19 Maret 2023 pukul 02.00 WIB, penjaga wisma melihat motor tersangka sudah tidak ada di tempat parkir. Penjaga memeriksa motor tersangka, sebab waktu sewa kamar seharusnya sudah habis Minggu (19/3) pukul 01.00 WIB. Dan, tersangka tidak pernah kembali lagi.
Minggu, 19 Maret 2023 pukul 23.00 WIB (sekitar 21 jam setelah tersangka pergi). Penjaga wisma mengetuk pintu kamar, karena penjaga tahu, bahwa masih ada seorang wanita di dalam kamar. Dan, waktu sewa kamar sudah habis sejak 22 jam sebelumnya.
Petugas wisma heran, karena wanita dalam kamar itu tidak pernah keluar sejak sehari sebelumnya. Kondisi dalam kamar, lampu menyala. Tapi sepi tak ada suara.
Direskrimum Polda DIY, Kombes Nuredy Irwansyah Putra kepada pers, mengatakan, petugas wisma hendak menanyakan ke penghuni, apakah akan memperpanjang sewa kamar, atau tidak?
Kombes Nuredy: "Pintu diketuk tidak ada jawaban. Kemudian diintip dari jendela terlihat ada kepala tergeletak di lantai kamar mandi. Dan terlihat bercak darah bertebaran di situ.â€
Penjaga lalu menghubungi pemilik wisma. Pemilik wisma menghubungi polisi. Polisi bersama pemilik wisma membuka kamar dengan kunci cadangan.
Tampak-lah, tubuh manusia terpotong-potong berserakan di kamar mandi. Darah di mana-mana. Ada puluhan potong. Juga ada gergaji, pisau komando, cutter.
Potongan dibagi tiga bagian besar: Kepala, badan serta kaki-tangan. Setelah dihitung, ada 65 potong tubuh. Potongan tubuh disatukan, dibungkus kantong jenazah, dibawa ke RS Polri untuk otopsi.
Hasil otopsi sementara, korban tewas akibat gorokan di leher selebar 20 sentimeter. Diprediksi, saat gorokan nyaris memutuskan leher, kemudian dipotong sehingga kepala lepas dari tubuh.
Korban langsung diketahui identitasnya. KTP dan dompet korban ada di TKP. pelaku tidak berusaha menghilangkan jejak.
Senin, 20 Maret 2023 pukul 14.00 jenazah Ayu tiba di rumah duka di Suryoputran, Kelurahan Panembahan, Kecamatan Kraton, Yogyakarta (bukan alamat sesuai KTP). Sejam kemudian dimakamkan di Pemakaman Karangkajen.
Polisi sudah pegang KTP pelaku yang ditinggalkan saat check-in. Identitas pelaku ini masih dirahasiakan polisi dan pihak pemilik wisma. Maka, polisi langsung menggeledah tempat tinggal pelaku. Di Ngemplak, Kabupaten Sleman. Sebuah mes, diduga milik perusahaan tempat pelaku bekerja.
Di situ polisi menemukan surat, diduga tulisan tangan pelaku. Isinya, begini:
Nuredy: "Bahwa di dalam suratnya itu intinya adalah penyesalan dan kemudian adanya tekanan berupa utang yang mana pelaku mengucapkan selamat tinggal kepada kenalannya.â€
Dari situ polisi semakin yakin, bahwa pria yang check-in bersama korban dan juga penulis surat itu, adalah tersangka pelaku pembunuhan-mutilasi. Maka, pelaku dikejar polisi.
Selasa, 21 Maret 2023 siang. Polisi menangkap tersangka di rumah kerabatnya di Temanggung, Jawa Tengah. Tersangka ditangkap tanpa melawan. Dalam interogasi, pelaku mengakui membunuh Ayu dan memutilasi. Dilakukan sendirian.
Profil korban: Ayu Indraswari, warga Ngadisuryan RT 9 RW 2, Desa Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta. Janda dua anak. Sulung usia 8, bungsu usia setahun. Dia cerai setahun silam.
Polisi belum mengumumkan identitas pelaku dan motif pembunuhan. Sebab, penyidikan masih diuji lebih lanjut. Polisi tidak percaya begitu saja pengakuan pelaku. Tapi pelaku sudah ditahan polisi.
Kelihatan, pelacakan dan penyelidikan polisi berlangsung sederhana. Sama sekali tidak rumit. Tidak rumit untuk ukuran kasus pembunuhan berencana. Diduga berencana, sebab di TKP sudah ditemukan alat bunuh, bahkan gergaji alat potong tulang manusia.
Mutilasi ini, jelas bukan dimaksudkan untuk menghilangkan jejak pembunuhan. Semua bukti hukum ada di TKP.
Bisa disimpulkan (sementara) ada dua dugaan motif mutilasi: 1) Kebencian luar biasa pelaku terhadap korban. Tidak cuma membunuh, tapi dicincang begitu rupa. 2) Pelaku terlalu panik, sehingga tidak menyiapkan kemasan. Misalnya, koper atau plastik besar, atau apa pun, untuk membungkus potongan tubuh itu.
Pembunuhan disertai mutilasi di Indonesia semakin gencar. Tapi semuanya, kecuali kasus ini, dilakukan pelaku untuk menghilangkan jejak pembunuhan.
Tim peneliti kriminologi, O. Polat, LT Berna dan AK Altıntop dalam karya ilmiah mereka bertajuk: “Aspects of criminal mutilation with analysis of 3 cases†(2018) membagi pembunuhan-mutilasi dalam empat alasan pembunuh:
1) Defensif. Pembunuh berniat membuang tubuh korban, menyembunyikan tubuh, dan menghapus bukti pembunuhan.
2) Agresif. Motif kemarahan pembunuh yang meluap-luap.
3) Ofensif. Pembunuhnya adalah orang sangat kejam. Terkait kelainan jiwa.
4) Necromantic. Ekspresi pembunuh yang mengidap penyimpangan seksual.
Berdasarkan hasil riset tim kriminolog itu, sekitar 70 persen pembunuh-mutilasi masuk jenis nomor satu. Sisanya terbagi dalam tiga motif lainnya.
Pembunuhan-mutilasi Yogya ini masuk kategori ‘sangat jarang’. Bagaimana jelasnya, akan diungkap polisi dalam waktu dekat.
Penulis adalah wartawan senior
BERITA TERKAIT: