Tapi maaf, rakyat tidak terkesan. Bosan dengan publikasi model begini. Toh Kebakaran terus berlangsung dan negara harus mengeluarkan uang banyak untuk mengatasinya. Rakyat menderita dan berkorban. Kami baru akan terkesan bila kedatangan presiden mampu mengakhiri kebakaran. Bukan sekadar Selfi.
Luar negeri diam-diam maupun terang-terangan mengeluh dan memaki pemerintah Indonesia. Mereka yakin bahwa kebakaran itu ulah pemilik lahan yang diduga dari kalangan atau kerja sama PENG-PENG. Bahkan kabarnya ada pemiliknya dari Malaysia dan Singapore. Singkatnya, pemerintah kurang berdaya menghadapi PENG-PENG ini.
Luar negeri semakin mendapatkan landasan atau alasan kuat untuk mengembargo minyak goreng kelapa sawit. Karena itu tampaknya luar negeri akan meningkatkan tekanannya pada produk sawit.
Saya sendiri sebenarnya sedang mencari alternatif minyak goreng selain sawit. Bila minyak goreng sawit tidak laku di dalam maupun di luar negeri, mau tidak mau pemerintah dan pengusaha sawit akan lebih maksimal menggunakannya untuk alternatif lain, khususnya BBM. Triliunan dana sawit yang terkumpul diharapkan bisa lebih transparan penggunaannya dan bermanfaat bagi Indonesia, termasuk untuk ongkos pemadaman kebakaran hutan dan lahan sekarang ini.
Jangan pakai dana APBN-APBD yang lagi cekak. Itu uang rakyat. Dan sebagiannya dari utang pula. Masa rakyat yang menderita malah yang harus bayar ongkos pemadamannya. Jadi harus dari dana sawit yang terkumpul.
Kepolisian mengumumkan ratusan orang sudah ditetapkan sebagai tersangka pembakaran hutan dan lahan. Maaf, kami juga tidak terkesan meskipun ribuan yang dijadikan tersangka, selama kebakaran dari tahun ke tahun terus terjadi. Pengumuman itu hanyalah “ritual tahunan tiap ada kebakaranâ€. Publik juga tahu bahwa yang ditangkap kebanyakan orang suruhan, orang bayaran. Ingat bahwa satu tertangkap, ribuan yang siap menggantikan. Maklum sedang banyak pengangguran.
Kejaksaan Agung juga mengumumkan sekian ratus TSK pembakaran hutan dan lahan akan segera diajukan ke pengadilan. Maaf, rakyat juga tidak terkesan. Karena kebakaran tetap berlangsung dari tahun ke tahun.
Petinggi lain minta rakyat bersabar dengan musibah yang datang dari Allah SWT. Maaf, rakyat bukan saja tidak terkesan tapi sinis. Rakyat percaya di balik semua ini adalah kepentingan bisnis PENG-PENG.
Pak Presiden, modus yang digunakan oleh pemilik lahan perkebunan ini sebenarnya serupa dan sebangun dengan praktik BLBI.
Mereka, pelaku BLBI, membakar industri perbankan dan memperoleh keuntungan besar dari uang BLBI. Ppemerintah memadamkan Krismon dengan dana APBN. Pelakunya ketawa-ketiwi karena tidak terjamah hukum. Yang dihukum hanya kroco-kroco sebagai simbol dan tumbal kecil. Tak beda banyak dengan Karhutla. Jangan-jangan aktor intelektualnya, paling tidak sebagiannya, itu-itu juga.
Hukum lumpuh dan takut menghadapi mereka yang berkekuatan finansial kuat yang pelan-pelan berubah menjadi kekuatan politik di belakang layar. Konon mereka menjadi “sakti†karena telah banyak “berjasaâ€, entah jasa apa dan kepada siapa.
Bapak Presiden Jokowi, penderitaan rakyat dari bayi, anak sekolah sampai orang tua dan hewan serta lingkungan sudah banyak dibahas dari kebakaran dahsyat ini. Media juga mengungkapkan bahwa pemerintah dan rakyat seakan tidak berdaya dan hanya bisa pasrah. Penguasanya tidak mampu bekerja tapi ingin tetap menjabat. Tidak ada budaya malu apalagi budaya mundur.
Sejak lama, sekurangnya sejak awal Bapak Jokowi menjabat presiden, saya sudah mengusulkan agar dibikin aturan bahwa semua hutan/lahan/ladang yang terbakar otomatis disita menjadi milik negara. Insya Allah tidak akan ada kebakaran atau pembakaran lagi. Tidak akan ada lagi pemilik lahan yang menyuruh orang upahan untuk membakar Hutla. Para pemiliknya akan menjaganya baik-baik. Takut disita negara.
Dengan aturan ini, yang bisa berbentuk Perpu ataupun PP, pemerintah juga tidak perlu was-was atau membuang uang untuk pemadaman kebakaran karena ulah manusia. Tapi sejak awal saya sarankan aturan atau kebijakan yang tegas itu, saya sendiri sudah menduga bahwa pemerintah tidak akan berani menjalankannya karena takut atau
ewuh pakewuh dengan pemilik lahan.
Padahal kebijakan yang tegas itu pasti akan didukung rakyat dan murah. Demikian itulah bila kedaulatan pasar sudah diatas kedaulatan negara. Tapi kini sudah waktunya negara menetapkan semua lahan yang terbakar kembali menjadi milik negara. Semoga kali ini presiden bernyali menghadapi PENG-PENG.
Fuad BawazierPengamat Ekonomi