Jadi, hakikat perangkat itu sendiri sudah mengandung pembatasan terhadap apa yang dapat dilakukannya.
Kita tidak dapat memotret dengan sendok, atau membuat kecap dengan mesin mobil.
Sebuah kamera analog bisa menghasilkan potret suatu peristiwa, namun tidak bisa merekam suara dalam kejadian itu. Sebaliknya, suatu tape recorder dapat merekam suara, namun tidak untuk gambar.
Bila ada sesuatu yang tidak dapat dipotret ataupun direkam, misalkan suatu gas yang tidak berwarna dan tidak bergerak, tidak berarti bahwa gas itu tidak ada.
Gas itu ada, namun keberadaannya tidak dapat kita pantau.
Jika kita memiliki alat lain mendeteksinya, kita tetap tidak akan pernah tau bahwa gas itu ada.
Demikian pula halnya dengan perangkat tubuh kita yang juga suatu perangkat yang masing-masing memiliki fungsi yang spesifik.
Oleh karena itu, hal-hal lain mungkin saja ada, tetapi dalam hal ini tidak dapat kita tangkap, tidak dapat kita ketahui karena berada di luar jangkauan kemampuan perangkat tubuh kita sebagai manusia.
Jadi, ada dunia benda-benda sebagaimana yang tampak di hadapan kita, yang oleh Immanuel Kant disebut dunia Fenomena. Inilah dunia yang dapat kita ketahui, dengan catatan bahwa pengetahuan di sini selalu bersifat subjektif, yakni bergantung pada sang subyek.
Di sisi lain, ada dunia benda-benda sebagaimana adanya dalam diri mereka sendiri, yang oleh Kant disebut sebagai dunia Noumena, yang cara keberadaannya berbeda dengan keberadaan hal-hal yang kita kenali, yang disebut juga transendental, yakni bahwa hal ini ada, namun tidak dapat dikenali dalam pengalaman kita.
Gagasan yang diuraikan tadi akan lebih mudah dimengerti dalam konteks agama. Para penganut agama umumnya percaya bahwa dunia dalam ruang dan waktu ini bukanlan keseluruhan realitas.
Mereka percaya akan adanya realitas lain yang tidak bersifat material, yang berada di luar dimensi ruang dan waktu, namun manusia hanya mampu mengalami dunia tingkat yang pertama saja.
Yang dilakukan Kant adalah menjelaskan pandangan tentang keseluruhan realitas itu dengan argumen filosofis dan rasional, tanpa mengandaikan adanya suatu Tuhan atau roh atau apapun yang berkaitan dengan iman.
Dengan demikian, orang yang tidak religius, yang tidak percaya Tuhan atau roh, dapat memandang ada alasan yang baik untuk mempercayainya, sebagaimana ungkapan yang disampaikan Kant "Penting meyakinkan orang akan keberadaan Tuhan, namun tidak terlalu penting untuk menunjukkan buktinya.
[***]
Husendro
Advokat
Twitter: @husendro