Dua pasangan calon (paslon) presiden dan wapres akan berlaga pada bulan April tahun depan, untuk menentukan siapa yang akan menjadi presiden dan wakil presiden pada periode berikutnya.
Walaupun diselenggarakan pada hari yang sama dengan pemilu legislatif, tak bisa dipungkiri, mayoritas rakyat Indonesia pasti lebih tertarik dengan pemilihan presiden dibanding pemilu legislatif.
Menurut mayoritas lembaga survei, pemenang pilpres 2019, adalah paslon Jokowi dan Kiai Ma'ruf Amin (MA), dengan persentase jumlah suara yang cukup jomplang, yaitu 50-an persen untuk Jokowi dan Kiai MA, berbanding 30-an persen untuk Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
Secara teoritik memang Jokowi akan menang mutlak pada Pilpres tahun depan, hanya saja yang namanya hidup dan kenyataan, belum tentu hal yang sudah diprediksi akan sesuai dengan kenyataan.
Terkadang karena suatu faktor, prediksi tersebut bisa salah dan berbalik 180 derajat. Contohnya seperti prediksi atas kemenangan Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) dalam Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) DKI Jakarta tahun 2017.
Sebelum pilkada, berbagai lembaga survei memprediksi bahwa Ahok akan menang mutlak dengan persentase jomplang, akan tetapi, apa yang terjadi kemudian sungguh di luar dugaan. Ucapan Ahok, yang mengomentari pengunaan salah satu ayat Al-Qur'an oleh lawan-lawan politiknya, mengobarkan protes yang manifes dalam demonstrasi besar berjilid-jilid, yang dihadiri oleh ratusan ribu bahkan jutaan massa. Hal yang kemudian menjadi salah satu faktor penyebab kekalahan Ahok.
Dalam tulisan ini saya akan memberikan beberapa saran kepada calon presiden Prabowo Subianto, jika yang bersangkutan ingin memenangi pilpres 2019. Sengaja saya tidak memberikan saran untuk kemenangan Jokowi, karena yang bersangkutan bagi saya memiliki kemungkinan menang yang sangat besar. Sementara Prabowo, kemungkinan beliau memenangi tanding ulang pilpres ini, bagi saya sangat kecil, akan tetapi hal tersebut bisa berbalik jika beliau mau mengikuti beberapa saran saya berikut ini.
Pertama, Prabowo harus berani membuka secara terang, terkait siapa yang memberi instruksi padanya untuk membentuk Tim Mawar, yang menculik para aktivis pada tahun 1997-1998. Saat itu perwira tinggi yang ada di atasnya adalah Panglima ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) Jenderal Wiranto, yang saat ini sudah menjadi purnawirawan TNI. Selain Wiranto, orang yang bisa menginstruksikan Prabowo untuk membentuk tim penculik aktivis tersebut, adalah Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia saat itu.
Siapakah di antara dua tokoh ini yang memberikan instruksi pada Prabowo? Hanya beliau yang tahu siapa. Kalau Prabowo tidak juga mau membuka hal ini, maka secara moral ia akan terus menjadi satu-satunya yang dipersalahkan dalam kasus penculikan aktivis tersebut. Saya yakin mayoritas rakyat tentu tidak mau dipimpin oleh "penculik aktivis".
Kedua, beliau harus bergerak lebih aktif, yang terlihat selama ini hanya cawapresnya, atau Sandiaga Uno yang sibuk mobile ke berbagai daerah di Indonesia, terakhir dia ke Padang, yang disambut oleh ribuan massa.
Bagaimana dengan Prabowo? Terakhir diberitakan bahwa beliau berorasi tentang kemiskinan dan krisis ekonomi dalam sebuah mall, pada hari ulang tahunnya yang ke-67. Seharusnya dia bicara tentang kemiskinan dan krisis ekonomi bukan di mall, melainkan di pabrik-pabrik, perkampungan buruh, perkampungan nelayan, pasar-pasar tradisional, dan desa-desa yang ditinggali oleh petani penggarap atau buruh tani. Karena di tempat-tempat itulah rakyat penggerak roda perekonomian negeri ini berkumpul. Kaum buruh yang menggerakkan pabrik-pabrik, kaum tani yang bekerja keras untuk memproduksi bahan-bahan pokok untuk konsumsi utama rakyat, pasar-pasar tradisional tempat buruh, tani, dan pedagang kecil berinteraksi untuk jual beli bahan makanan atau yang lainnya.
Kalau perlu, Prabowo menginap di tempat-tempat rakyat tersebut minimal sebulan, untuk paham bagaimana penderitaan yang dirasakan oleh rakyat.
Ketiga, Prabowo harus mengubah secara radikal sifat grasa-grusu yang dimilikinya. Sebenarnya beliau sudah paham dan mengakui bahwa ia memang grasa-grusu (bertindak dan berkata secara terburu-buru, tanpa dipikir masak-masak) ketika menjelaskan bahwa ia telah tertipu oleh kabar hoax yang disampaikan oleh Ratna Sarumpaet. Akan tetapi, kalau hanya sebatas pengakuan tanpa tindakan nyata untuk mengubahnya, hal tersebut akan menjadi tak berguna.
Jika ia mau meniru Soekarno, maka tirulah Soekarno luar dalam, tidak hanya tampilan luar, tapi bagaimana Soekarno berpikir dan bertindak. Yang jelas, dalam sejarah, Soekarno atau Bung Karno tidak grasa-grusu, contohnya ketika dipaksa oleh para pemuda untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, ia tidak mau begitu saja menuruti. Banyak pertimbangan yang dilakukan Bung Karno sebelum membuat keputusan terkait proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Keempat, yang lebih utama sebenarnya adalah bukan meniru gaya berpakaian Bung Karno, seperti yang sudah dilakukan Prabowo selama ini, yaitu pakai baju safari, peci, dan kacamata hitam, melainkan adalah memahami bagaimana pemikiran Bung Karno, dengan membaca lagi buku-buku yang ditulis oleh beliau, dan pidato-pidato yang telah disampaikannya.
Saya pikir hal ini bisa ditemukan dengan mudah di internet, karena sudah banyak orang yang mempublikasikannya di dunia maya. Akan tetapi, kalau Prabowo lebih senang membaca langsung karya-karya Bung Karno, beliau bisa mendatangi berbagai perpustakaan yang menyimpan berbagai tulisan Bung Karno.
Saya pikir empat hal ini sudah cukup untuk dijalankan oleh Prabowo, jika beliau ingin memenangi pilpres 2019. Karena secara finansial dan penguasaan media sebenarnya, kubu Prabowo sudah kalah telak dibanding kubu Jokowi. Tiga taipan besar pemilik modal dan media, yaitu Hary Tanoe, Surya Paloh dan Erick Thohir, semua berada dalam kubu pendukung Jokowi.
Untuk itu, salah satu cara Prabowo memenangi pilpres 2019, adalah datang langsung pada rakyat merasakan penderitaannya, supaya semua kata-kata bela rakyat dalam pidato-pidato beliau bukan lagi hal yang abstrak dan mengawang-awang. Juga jika menang, semua kebijakan beliau akan benar-benar sesuai dengan harapan mayoritas rakyat.
Akhir kata, semua kembali pada Prabowo, apakah dia mau melakukan empat saran ini? Jika tidak, maka lebih baik beliau siap-siap saja untuk mengucapkan selamat pada Jokowi, karena yang bersangkutan sangat mungkin untuk memenangi pilpres tahun depan.
[***]Harsa PermataDosen Universitas Universal Batam
BERITA TERKAIT: