Pembiaran Reklamasi Teluk Jakarta, Anies-Sandi Buta Pengetahuan

Kamis, 02 November 2017, 12:34 WIB
Pembiaran Reklamasi Teluk Jakarta, Anies-Sandi Buta Pengetahuan
Net
ISU reklamasi kembali hangat pasca pelantikan gubernur DKI Jakarta Anies-Sandi. Betapa tidak, menolak reklamasi adalah janji politik Anies-Sandi. Tentu sebagai politisi yang punya moral tinggi wajib menunaikan janji politik tersebut.

Namun memang bukan hal mudah karena menimbulkan perlawanan secara politik termasuk dicurigai melemahnya komitmen Anies-sandi yang ditandai dengan perjumpaan senyap pemilik reklamasi di kediaman Prabowo Subianto.

Sebagaimana Majalah Tempo edisi 22 Oktober 2017 melaporkan, pertemuan itu terjadi pada Agustus lalu. Itu berarti sebelum Anies dilantik sebagai gubernur Jakarta. Menurut Tempo, dalam pertemuan itu selain tuan rumah Prabowo Subianto, ada dua tamu Prabowo yaitu bos Grup Artha Graha Tomy Winata, dan pemilik Grup Agung Sedayu yang punya lima pulau reklamasi yaitu Richard Halim Kusuma. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Gerindra Muhammad Taufik juga dilaporkan hadir.

Masih menurut Tempo, Prabowo pada kesempatan itu mempersilakan Tomy Winata menjelaskan tujuan pertemuan. Tomy lalu memulai percakapan dengan memperkenalkan Richard. Richard merupakan putra Sugianto Kusuma alias Aguan, bos Grup Agung Sedayu. Agung Sedayu merupakan induk PT Kapuk Naga Indah, pemegang izin Pulau A, B, C, D, dan E.

Jika komitmen Anies-Sandi melempem berarti Anies-Sandi menunjukkan sikap pengkhianatan atas amanah rakyat yang getol menolak reklamasi semasa kampanye dan bahkan menjadi titipan masyarakat pesisir saat debat kandidat.

Jika Anies-Sandi membiarkan akhirnya bernegosiasi untuk mengkalkulasi untung rugi berarti Anies-Sandi sudah buta pengetahuan, karena melihat reklamasi dengan pendekatan antroposentrisme. Seharusnya persoalan reklamasi Teluk Jakarta lebih dipandang pada pendekatan ekosentrisme.

Cara pandang ini yang penting supaya Anies-Sandi tidak melakukan pembiaran pada kejahatan lingkungan yang sedang berlangsung. Kenapa saya mengajak Anies-Sandi melihat reklamasi lebih pada pendekatan ekosentrisme ketimbang antroposentrisme? Karena cara pandang antroposentrisme lebih pragmatis, di mana selalu mengukur pembangunan dengan hitung-hitungan manusia dan ekonomi. Dibandingkan dengan pendekatan ekosentrisme yang melihat reklamasi lebih pada keberlangsungan ekosistem di dalamnya secara berkelanjutan.

Padahal ekosistem yang terjaga akan bermuara pada kesejahteraan manusia juga. Bayangkan saja jika reklamasi diteruskan bersamaan dengan pemanasan global mengakibatkan kenaikan permukaan air laut, maka tenggelamlah puluhan ribu pemukiman penduduk yang tinggal di kawasan pantai reklamasi termasuk pemukiman daerah Tanjung Priok. Akhirnya, ongkos yang harus dikeluarkan pemerintah untuk evakuasi, bantuan logistik, perbaikan infrastruktur dan lain-lain terhadap korban akibat banjir jauh lebih besar ketimbang keuntungan yang didapat negara dari pengembang.

Itu pun jika terpaksa saya harus ngomong ekonomi, ya sudah bahwa sebenarnya keuntungan ekonomi reklamasi lebih berpihak ke pengembang dan juga oknum pemerintah yang merasa miskin turut bermain.

Terakhir, pesan saya untuk Anies-Sandi, jangan terlalu sering komunikasi dengan pihak pengembang dan teruslah meninggikan moral sebagai pejabat yang kata dan perbuatan adalah satu. [***]

Andi Fajar Asti
(Ketum Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Indonesia/Presiden Sahabat Indonesia Hijau Pemuda Muhammadiyah)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA