Habitus Pancasila Musti Rombak Perundangan Licik, Individualistis Dan Antikemanusiaan

Jumat, 14 Oktober 2016, 13:50 WIB
SEBAGAI dasar negara, Pancasila menjadi acuan penting dalam menentukan solusi atas berbagai masalah. Terutama yang berkenaan dengan urusan pemerintahan. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia telah mampu  mempersatukan bangsa Indonesia yang pluralis dan multikultural serta memberikan petunjuk dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin dalam masyarakat.

Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur tersebut merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri dan diyakini sebenarnya. Persoalan mendasarnya, apakah Pancasila benar dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan publik? Dalam praktiknya, Pancasila belum menjadi cara berpikir, bertindak dan bernalar dalam pengambilan kebijakan publik. Nilai-nilai Pancasila terus tergerus, baik dalam praktik tata kelola pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan sehari-hari. Padahal, Pancasila merupakan roh bangsa yang semakin dibutuhkan  menghadapi tantangan dan persoalan bangsa saat ini.

Sebagai bangsa majemuk, Indonesia masih menghadapi ketegangan dan konflik komunal di sejumlah daerah. Dari waktu ke waktu kita masih mengalami ketegangan dan konflik di antara saudara-saudara kita sebangsa, masih ada saja sebagian masyarakat kita, sebagian yang amat kecil, yang belum juga memahami bahwa takdir Indonesia adalah hidup dengan kebinekaan dan dalam kebinekaan. Ancaman kekerasan dengan mengatasnamakan agama meningkat setiap tahun dan negara tidak memiliki keberanian menegakkan aturan.
 
Begitu pun kekerasan seksual, ekonomi yang mengeksploitasi masyarakat marginal, penggusuran, dan berbagai ketidakadilan masih terus mencoreng wajah bangsa ini. Apalagi ditambah korupsi yang menjadi kebiasaan bangsa ini. Kondisi ini membuat sebagian besar publik mengalami situasi ketidaknyamanan. Karena nilai-nilai Pancasila yang mengajarkan martabat manusia justru dilecehkan dengan praktek-praktek yang menghancurkan nilai kemanusiaan dan keadilan.

Situasi ketidaknyamanan secara psikologis disebabkan oleh hilangnya rasa aman, kurang hadirnya negara dalam melindungi warganya dalam menjalankan ekspresi kebebasan beragama, hingga lemahnya perlindungan negara pada anak-anak dan perempuan korban eksploitasi tubuh.

Di ranah sosial politik, kesenjangan antara si kaya dan si miskin semakin lebar akibat sistem ekonomi yang hanya mementingkan pasar, namun kurang memberikan perlindungan pada kaum lemah. Orientasi pembangunan tidak berubah, tetap berkiblat pada eksploitasi sumber daya alam. Kecemburuan terus terjadi antarkampung, desa, dan daerah, bahkan semakin tajam hingga menjadikan situasi dan kondisinya rentan akan provokasi konflik SARA. Hukum berjalan terseok penuh ketidakpastian, ekonomi bahkan lebih liberal dari negara liberal, rakyat miskin semakin dimarginalkan dengan praktik ekonomi eksploitatif, dan korupsi terus merajalela.

Pancasila harus kembali ditempatkan sebagai acuan kebijakan publik dalam mewujudkan negara yang mampu melindungi keragaman, memperhatikan mereka yang lemah, menjaga semangat kegotongroyongan dalam kebersamaan, dan menghilangkan praktik korupsi.

Pembangunan demokrasi pun terlantar karena percekcokan politik yang senantiasa terjadi dan berkepanjangan. Indonesia yang adil masih jauh tak kunjung hadir. Pelaksanaan otonomi daerah yang semula diharapkan membawa harapan pun banyak yang justru menjadi sebab timbulnya pergolakan. Pancasila akan kehilangan roh dan maknanya yang mendasar kalau para elite masih terus sibuk dengan dirinya sendiri dan hanya memikirkan kepentingan ekonomi semata hingga melupakan rakyatnya.

Revitalisasi Pancasila harus ditempatkan dalam konteks kemauan untuk memanusiakan Pancasila dengan merombak struktur, sistem, dan nilai serta ratusan undang-undang dan peraturan yang rakus, kejam, licik, dan individualistis, serta antikemanusiaan. Di saat bersamaan, ini harus disertai dengan upaya membangun struktur, perangkat derivatif, dan strategi baru bahasa pemaknaan Pancasila yang lebih berkemanusiaan. Tanpa itu semua, membicarakan Pancasila hanya akan melahirkan demagog-demagog saja. Dibutuhkan kesadaran  Pancasila  habitus  generasi muda
Menyiapkan generasi muda untuk mampu menyelesaikan berbagai persoalan bangsa serta menjauhkan mereka dari kontaminasi berbagai virus yang menggerogoti mentalitas bangsa dan hal-hal negatif dari generasi muda. Pancasila harus mewarnai segala instrumen pendidikan dalam rangka menyiapkan generasi muda menjadi warga negara seperti yang diharapkan masyarakat, bangsa dan negara.

Pancasila yang digali dari nilai-nilai budaya bangsa menjadi nilai-nilai yang diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian generasi muda memiliki ketahanan budaya yang dikembangkan dari Pancasila untuk menghadapi berbagai tantangan global. Pancasila dapat menjadi filter segala sesuatu dari pengaruh negatif globalisasi. Selain itu, dapat membangkitkan kesadaran kaum muda untuk memiliki moralitas dan mentalitas yang positif, dengan berbagai hal yang harus dilakukan dalam lingkungan keluarga, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Mengarahkan dan menyadarkan generasi muda pada hal-hal dan kegiatan yang positif.

Untuk itu Pancasila harus menjadi pandangan hidup generasi muda. Memberikan bekal pendidikan yang berlandaskan pada konsep iman dan taqwa dan pembentukan kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan susila. Dalam dunia pendidikan sudah saatnya direnungkan kembali sistem pendidikan nasional kita yang hanya menekankan pada pembentukan aspek kognitif, yang hanya mendidik manusia menjadi pintar. Untuk itu dibutuhkan pendidikan dengan tekhnis dan kurikulum yang lebih berpihak pada pembentukan moral dan akhlaq yang positif, yang salah satunya dikembangkan dengan Pendidikan yang berlandaskan agama.

Pancasila sebagai penguat dan identitas nasional Indonesia perlu segera direkonstruksi kembali oleh pemuda untuk diinternalisasikan dalam sikap dan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila harus menjadi hal yang menggambarkan identitas generasi muda kita dengan sebuah jati diri bangsa suatu bangsa yang tercermin dalam bentuk aktivitas dan pola tingkah lakunya yang dapat dikenali orang atau bangsa lain. 

Sebagai generasi penerus bangsa yang akan menjadi akar bangsa ini di masa mendatang harus bisa mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional dengan memiliki modal dasar sebagai agent of change (agen perubahan) dan agent of social control (agen pengawas sosial) dalam masyarakat. Peran yang dapat dilakukan oleh generasi muda dalam menanamkan nilai-nilai Pancasila adalah dengan mewariskan nilai-nilai ideal Pancasila kepada generasi di bawahnya
Peran ini dapat dimainkan oleh generasi muda dengan membina generasi dibawahnya. Tugas besar pemuda adalah mewariskan nilai-nilai ideal dalam hal ini Pancasila kepada generasi berikutnya. Nilai-nilai ideal tersebut beberapa diantaranya adalah: gotong royong, musyawarah, nasionalisme, demokrasi Pancasila, persatuan dan kesatuan, kerjasama, identitas jati diri, budaya, dan sebagainya.

Dalam menghadapi tantangan global, peran pemuda dalam menanamkan  nilai-nilai Pancasila menjadi faktor yang menentukan dalam proses pewarisan nilai budaya bangsa. Selain itu, juga kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Untuk itulah generasi muda perlu mengembangkan nilai-nilai luhur dalam etnik yang majemuk  menjadi hal utama yang harus dikembangkan menjadi identitas dan jati diri bangsa menjadi lebih kuat terhadap tantang modernitas dan globalisasi.

Pancasila sebagai dasarnya menekankan pada nilai-nilai untuk menumbuhkan nasionalisme pada setiap siswa agar mempunyai ketahanan global. Sehingga rasa nasionalisme atau cinta tanah air dapat kita wujudkan dan dapat masyarakat nikmati secara merata. Rasa kebersamaan ini tidak hanya muncul saat terjadi bencana-bencana alam, keamanan negara diganggu oleh negara lain, warga negara kita disiksa oleh warga negara negara lain, tetapi mestinya muncul pada setiap saat dan tempat. Sehingga masyarakat menjadi aman dan tentram karena pejabat politik memiliki rasa solidaritas yang tinggi untuk membela rakyat agar menjadi maju.

Untuk itu generasi muda harus mengambil peranan dalam mengatasi masalah kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi dan pendidikan. Nasionalisme Indonesia saat ini hendaknya dikembangkan mengentaskan Indonesia dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, ketertinggalan, dan berbagai hal lainnya dalam rangka memperkuat eksistensi dan harga diri sebagai sebuah bangsa yang dapat mewujudkan cita-cita bersama sekaligus mampu bersaing dengan bangsa-bangsa dalam era global.

Beberapa perubahan struktural memang penting dan strategis dalam pembangunan Indonesia. Namun perubahan struktural tanpa diikuti dengan perubahan perubahan mindset tidak banyak membantu perubahan watak secara signifikan.  Untuk itu, generasi muda terutama mahasiswa harus mengambil peranan dengan terjun secara langsung pada masyarakat untuk mengentaskan Indonesia dari kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, ketertinggalan, dan berbagai hal lainnya. Karena dari inilah Pancasila menjadi kuat dan Indonesia menjadi negara yang berakar dari nilai-nilai luhur bangsanya.[***]


Benny Susetyo pr
Budayawan
 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA