Pertarungan politik untuk mencari pemimpin juga mulai memanas. Berbagai manuver politik dilakukan untuk menyeimbangi elektabilitas pasangan calon gubernur inkumben Basuki Tjahjapurnama alias Ahok, yang dinilai oleh sejumlah hasil lembaga survey sebagai kandidat terkuat dan sulit disaingi.
Dengan politik penuh intrik, jurus atau strategi menjatuhkan lawan dengan segala kemungkinan dan celah yang ada, tentunya apapun bisa saja terjadi. Peluang untuk mencari segala kelemahan lawan sangat mungkin dilakukan para penantang Petahana untuk mencari celah menyerang guna menaikkan elektabilitas dari sang penantang tersebut. Bisa lewat berbagai permainan isu yang diciptakan dan dikondisikan sebagai alat politik sang penantang untuk mendapat perhatian masyarakat. Dalam dunia politik, kondisi seperti itu sangat lumrah kita jumpai setiap kali menjelang pemilukada disetiap daerah.
Lantas bagaimana jika isu yang dimainkan tersebut tidak sesuai fakta dan cenderung menyesatkan informasi kepada masyarakat! Tentu kebohongan seperti itu hanya menyisakan fitnah dan kesesatan terhadap informasi kebohongan yang disampaikan kepada masyarakat diberbagai media massa yang salah.
Sebagai sosok nyentrik dengan penuh kepercayaan diri dan gaya kepemimpinan yang tegas, lugas, dan tanpa kompromistis itu, terwujud dalam sikap dan tutur katanya yang selalu blak-blakan dan tanpa basa-basi.
Sekilas Ahok memang sulit dicari titik lemahnya. Sehingga banyak isu miring yang dialamatkan pada dirinya. Mulai dari isu korupsi hingga pelanggaran HAM, namun hal seperti itu tak pernah diambil pusing oleh Ahok, karena Ahok menganggap hal seperti itu hanya menghambat pola pikir kita untuk terus bekerja, bekerja dan maju bersama-sama, terlebih keputusan lembaga anti rasuah itu pernah menyatakan bahwa belum tentu bersalah dan melakukan korupsi.
Ahok memang bukanlah dewa atau manusia suci, layaknya manusia pada umumnya, ia hanyalah manusia biasa yang juga memiliki banyak kekurangan dan ke alfaan. Tapi komitmennya yang tinggi dalam memerangi korupsi, memang layak di acungi jempol. Meskipun kini sebagian kelompok kecil di masyarakat mencoba mengait-ngaitkan Ahok ke dalam kasus korupsi Sumber Waras dan Reklamasi Teluk Jakarta.
Sebagai negara hukum, tentunya lembaga penegak hukum yang menjadi acuan bagi seluruh masyarakat dalam melihat seseorang dapat dikatakan bersalah atau tidak. Begitu juga melihat tuduhan yang dialamatkan kepada Ahok, yang katanya menerima suap dari pengembang reklamasi. Padahal, jika kita mengamati pemberitaan media, justru Ahok terlihat sangat keras pada pengembang dengan memperlakukan aturan yang ketat.
Reklamasi pantai Utara Jakarta merupakan cerita panjang yang telah lama digagas, hal itu terlihat dari keluarnya Kepres 52 Tahun 1995. Artinya jauh sebelum Ahok menjadi Gubernur reklamasi sudah disiapkan guna menjawab tantangan pembangunan dengan segala aspek kebutuhannya guna menjawab permasalahan yang ada.
Jika reklamasi dapat berjalan dengan baik, bukan Ahok yang diuntungkan, Pemerintah DKI Jakarta lah yang memetik manfaatnya yang berlimbah dari pelaksanaan reklamasi tersebut. Reklamasi, selain untuk menjawab persoalan Ibukota dari banjir rob akibat penurunan muka tanah yang kian terus mengancam warga Jakarta Utara. Reklamsi juga sebagai upaya penyediaan air bersih yang direkayasa lewat tekhnologi canggih untuk menyuling dan mengubah air laut menjadi air mineral layak minum.
Melalui reklamasi, Pemerintah DKI Jakarta juga akan memperoleh lahan baru yang dapat digunakan sebagai tempat hunian, perkantoran, pusat pembelanjaan dan sebagainya, sehingga dengan begitu potensi pendapatan kas daerah akan meningkat, khususnya dari sektor perpajakkan yang diperoleh dari aktivitas bisnis yang dilakukan diatas lahan hasil reklamasi pulau tersebut. Terlebih, diketahui pembangunan reklamasi pulau itu telah dikerjasamakan dengan pihak swasta, jadi artinya pemerintah DKI Jakarta dalam pembangunan proyek reklamasi pulau di teluk Jakarta ini tak menggunakan uang pemerintah, baik yang bersumber dari APBD maupun APBN.
Untuk itu ada baiknya kita dapat melihat permasalahan lebih obyektif agar tidak terjebak dalam fitnah yang dapat menyesatkan masyarakat. Jauh lebih elegan kontestasi politik di Pilkada Serentak di DKI Jakarta ini dilakukan dengan saling menjua jual visi misi dan program kedepan untuk Jakarta yang lebih maju dan sejahtera. Dengan begitu, masyarakat dapat melihat pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 mendatang ini, sebagai sarana pertarungan para intelektual yang bermutu. Ketimbang saling serang dengan mengumbar fitnah lewat kebencian yang dapat membawa kita terpuruk dalam kemunduran demokrasi. [***]
Mala sari
(Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)