Membaca Dengan Jernih Pembiaran Jokowi Atas Pembangkangan Sudirman Said

Selasa, 23 Februari 2016, 08:59 WIB
Membaca Dengan Jernih Pembiaran Jokowi Atas Pembangkangan Sudirman Said
sudirman said/net
SEPAK terjang Menteri ESDM Sudirman Said memang tidak terlepas dari langkah dan kebijakan kontroversial yang dibuatnya. Lihat saja misalnya rencana penerapan kebijakan Dana Ketahanan Energi (DKE) yang sejak awal memunculkan banyak perdebatan sengit, dikarenakan kebijakan tersebut memang tidak pro rakyat. Dan yang cukup fatal adalah rencana kebijakan tersebut belum ada  payung hukum yang jelas sehingga berpotensi melanggar undang-undang.

Selain itu, ada juga kontroversi Sudirman Said lainnya seperti kekeuhnya dia memaksakan pembangunan kilang Gas terapung Blok Masela di tengah laut dengan berbagai pembenaran argumentasi. Padahal rakyat awam saja pasti paham jika kilang gas Blok Masela dibangun di tengah laut, pasti minim manfaat untuk wilayah dan masyarakat sekitar. Ini jelas berbeda jika kilang gas dibangun di darat, pasti akan jauh lebih bermanfaat untuk masyarakat dan wilayah sekitarnya. Apalagi pembangunan kilang darat sebenarnya sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi, selain dalam rangka mewujudkan amanah konstitusi Republik ini.

Kontroversi yang terbaru akhir-akhir ini dan cukup berbahaya dari kebijakan Sudirman Said adalah kenekatannya memberi izin ekspor konsentrat kepada PT. Freeport Indonesia, padahal dalam kajian apapun sudah sangat jelas bahwa kebijakan tersebut secara gamblang dan fulgar telah melanggar undang-undang. Bahkan kebijakan tersebut diyakini banyak pihak dapat masuk keranah pidana.

Dari sekian langkah dan kebijakan kontroversial menteri ESDM itu, tentu memunculkan pertanyaan yang cukup serius namun perlu kita pahami lebih dalam;

Sudirman Said itu kan posisinya di bawah Presiden Jokowi, kenapa Presiden Jokowi terus diam saja?  Atau bahkan terkesan melakukan pembiaran, seolah tidak berdaya menghentikan perilaku kekuasaan salah satu pembantunya itu? Padahal jelas sikap kontroversial Sudirman membahayakan posisi presiden Jokowi dan masa depan Republik ini.

Mari kita baca lebih dalam, apa maksud presiden Jokowi bersikap seperti itu dan coba kita korelasikan dengan gaya politik pemimpin ala kultur Jawa tersebut.

Hal ini bukan bermaksud memunculkan dikotomi kesukuan, namun sebatas agar kita mampu memahami bahasa simbol dari sang pemimpin, maupun sebaliknya agar pemimpin juga mampu memahami bahasa simbol dari kehendak rakyatnya.

Sosok Jokowi dalam dinamika perjalanan struktur politik kekuasaan Indonesia modern ini memang cukup unik dan menarik, pasalnya beliau yang awalnya hanya seorang pengusaha meubel tingkat kota, yakni Solo, namun tidak disangka banyak pihak paska masuk di belantara politik lokal Solo itu, ternyata terus melesat Karir politiknya hingga menjadi pemimpin tertinggi di Republik ini.

Banyak pihak meyakini sosok Jokowi sangat pandai dan tepat memanage timing setiap langkah dan sikap-sikap politiknya. Namun ada juga yang menilai kalau seorang Jokowi itu hanya bejo saja (beruntung) atau karena dapat wahyu keprabon. Tapi sudahlah, apapun penilaiannya yang jelas sekarang beliau Pemimpin di Republik ini.

Kembali ke topik permasalahan, kesan diamnya presiden Jokowi terhadap manuver dan langkah berbahaya Sudirman Said kami pahami dengan tidak terlepas dari gaya politik ala Jawa, dimana dalam kultur kekuasaan politik Jawa dalam banyak catatan sejarah kekuasaan, memang para penguasa Jawa lebih cenderung menghindarkan diri untuk tidak berada pada situasi konflik langsung dengan pihak lain, atau dalam kultur Jawa memang sangat dihindari rasa "ketersinggungan".

Selain itu, sosok Jokowi saya yakini sangat menjaga sensitivitas, baik menyangkut suara dan kehendak rakyat, bahkan perilaku para pembantunya yang buruk dan dapat menyebabkan kegagalan saja. Mantan Walikota Solo itu tidak ingin menyinggung salah satu pembantunya itu, apalagi sampai konfrontasi langsung. Namun yang perlu dicatat, kedepan saya juga yakin sikap presiden Jokowi akan sangat jelas dan akan menghasilkan sesuatu yang mendekati kesempurnaan kehendak rakyat.

Sebagai politikus Jawa, saya yakin Presiden Jokowi cukup sadar, bahwa kewibawaan kekuasaan akan didapatnya ketika rakyat juga bisa mendapatkan manfaat dari kekuasaan itu. Bila rakyat mampu menikmati manfaat kekuasaan dirinya, maka secara kultural dan manusiawi, loyalitas dan kecintaan rakyat akan di perolehnya.

Langkah Sudirman Said jelas tidak akan membawa kewibawaan kekuasaan sang pengusaha mebel tersebut beserta manfaat negaranya. Bahkan sebaliknya, langkah salah satu pembantunya itu hanya akan membuat murka rakyat kepada sang pemimpin, karena kebijakan yang diambilnya selalu menguntungkan para pemodal asing dan kroninya.

Untuk itu, teruslah rakyat bersuara kritis nan halus dan bijak. Presiden Jokowi pasti memahaminya, pada saat dan situasi yang tepat pasti suara kritis nan merdu dari seantero negeri ini akan mendapatkan kepuasan dari keputusan bijaksana Bapak Presiden Jokowi.

Salam kerja.. kerja.. dan kerja...[***]

Muhsin
Alumni Akademi Ilmu Statistik (AIS) Muhammadiyah Semarang

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA