Kisah Perceraian, Tanah, Perbudakan, Hingga Gembong Narkoba Hakim Asiadi Sembiring

Sabtu, 21 Maret 2015, 00:54 WIB
GELOMBANG gugatan praperadilan jadi tren setelah Komjen Budi Gunawan berhasil "menumbangkan" KPK di PN Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Dua tersangka KPK, mantan Menag Suryadharma Ali dan mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana misalnya. Korelasi permohonan yang diajukan Suryadharma dan Sutan di antaranya adalah penetapan keduanya sebagai tersangka oleh KPK.

PN Jaksel sudah menunjuk hakim tunggal yang menangani gugatan Sutan yakni, Asiadi Sembiring. Sedang untuk Suryadharma dipilih Tatik Hadiyanti. Menurut Humas PN Jaksel I Made Sutrisna, sidang perdana praperadilan Sutan akan digelar Senin, 23 Maret 2015. Sementara untuk sidang perdana praperadilan Suryadharma belum ditentukan jadwalnya. Sutrisna tidak mau berspekulasi kenapa dan apa alasan Asiadi dan Titik yang dipilih.

"Penunjukan hakim Asiadi Sembiring dan hakim Tatik Hadiyanti kewenangan Ketua PN (Haswandi),” kata Sutrisna, belum lama ini.
 
Jelang sidang praperadilan itu, penulis coba menelusuri narasi penanganan perkara hakim Asiadi dan Tatik. Ibarat seorang pelukis, rekam narasi kedua tertuang di atas kanvas pengadilan. Mengingat sidang Sutan bakal digelar sekitar satu pekan lagi. Penulis ingin lebih menggali rekam narasi Asiadi.

Syahdan, tahun 2008 Asiadi Sembiring menggoreskan kiprahnya sebagai hakim Pengadilan Negeri Ende, Nusa Tenggara Timur sekaligus Wakil Ketua PN Ende hingga 20 Juni 2010. 21 Juni 2010, Asiadi naik jabatan Ketua PN Ende sampai awal Oktober 2010. Kiprahnya kemudian berlanjut di tanah Jawara. Tepatnya di PN Tangerang, Banten.

Mutasi Asiadi ke PN Tangerang didasarkan Hasil Rapat Tim Promosi Mutasi (TPM) Hakim oleh Mahkamah Agung (MA) tertanggal 19 Oktober 2010. Bahkan Asiadi sempat dipercaya sebagai Humas PN Tangerang. Di sini, Asiadi bertahan hingga awal September 2014. Empat tahun di situ, radar MA menangkap sinyal kuat karakter Asiadi. Dari Hasil Rapat TPM Hakim pada 3 September 2014, Asiadi dimutasi ke PN yang sangat populer, PN Jaksel.

Sebelum semua itu, Asiadi lebih dulu berkiprah sebagai hakim PN Rantau Prapat, Sumatera Utara pada 2001.

Penulis akan mengurai hasil penelusuran sejumlah kasus yang pernah ditangani Asiadi. Kita mulai dari Ende. Di daerah tempat Bung Karno menggali Pancasila ini, ada dua kasus yang cukup menjadi sorotan.

Pertama, suap pengurusan/pembahasan APBD Kabupaten Ende TA 2007. Pada Jumat 3 September 2010, selaku Ketua Majelis, Asiadi Sembiring yang dibantu hakim anggota Ronald Masang dan AA Ngurah Budhi memvonis mantan Asisten 1 Sekretariat Daerah Ende Hendrikus Seni dengan satu tahun penjara dan denda Rp60 juta subsider satu bulan kurungan.

Kedua, selaku ketua majelis hakim, Asiadi memvonis mantan Sekretaris KPUD Kabupaten Kupang Elias Sing dengan pidana penjara satu tahun, denda Rp50 juta subsider dua bulan, dan uang pengganti Rp3,75 juta,
dalam korupsi dana pengadaan logistik Pemilu 2004. Vonis ini disampaikan pada Senin, 6 April 2009, di PN Kupang.

Di PN Tangerang, sepak terjang Asiadi tidak main-main. Kasus yang ditanganinya mulai dari pemakaian narkoba, sengketa tanah, penceraian, perbudakan, hingga gembong narkoba. Publik tentu masih ingat dengan Pilot Lion Air saat itu M Nasri yang kedapatan pesta sabu di atas udara.

Selaku Ketua Majelis Hakim, Asiadi Sembiring memvonis Nasri 5 tahun penjara serta denda Rp300 Juta pada akhir 2011, atas kepemilikan dan penggunaan sabu-sabu serta empat butir ekstasi.

Yang paling fenomenal tentu saat Asiadi bersama Ketua Majelis Hakim Yuningtyas Upiek dengan anggota majelis Y Siahaan menangani perkara kepemilikan 358.000 butir ekstasi dan 48,5 kg sabu-sabu dalam 7 buahkoper gembong narkoba Kweh Teik Choon, warga negara Malaysia, di PN Tangerang, 2012. Kweh Teik Choon divonis 20 tahun 11 September 2012. Tapi Asiadi bersamam dua hakim lainnya meloloskan Kweh dari tuntuan vonis mati.

Asiadi pernah menangani kasus perceraian pasangan Legi Tjiptaadi (suami) versus Ida Yantie Halim (istri) yang divonis, Januari 2013. Bagi civitas UIN Syarif Hidayatullah, nama Asiadi mungkin tidak asing. Dia pernah menangani perkara perdata dengan Perkara Nomor : 559/G/2013/PN. TGR terkait Sertifikat Hak Pakai Nomor 19 Tahun 2011 atas nama Pemerintah RI Cq. Kementerian Agama di Pengadilan Negeri
(PN) Tangerang. Penggugatnya adalah Yayasan Perguruan Islam Triguna Utama (YPITU), Nurdin Idris, dkk. Pihak tergugat dalam hal ini Kementerian Agama & UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Duduk sebagai hakim anggota, Asiadi bersama Ketua Majelis Hakim Rehmalem Perangin-Anin dan Hakim Anggota Damanik pada 26 November 2013, memutus 4 hal. Pertama, mengabulkan gugatan penggugat YPITU, Nurdin Idris, dkk. Kedua, Sertifikat Hak Pakai Nomor 19 Tahun 2011 atas nama Pemerintah RI Cq. Kementerian Agama tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Ketiga, Kementerian Agama dan UIN Jakarta selaku tergugat diharuskan secara tanggung renteng membayar kepada penguggat sebsar Rp200 juta. Keempat, tergugat juga harus membayar kerugian materiil senilai Rp33,9 miliar. UIN Jakarta sempat menenggarai ada aroma tidak sedap dalam putusan ini.

Nampaknya, Asiadi memang akrab dengan sidang perkara narkoba. Selaku Ketua Majelis Hakim, Asiadi Sem­biring memvonis pemilik shabu lebih dari 5 gram Pissamay Chan­tanam, perempuan warga negara Thailand, dengan penjara selama 9 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 2 bulan, pada Senin, 10 Maret 2014. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan JPU, 12 tahun penjara dan denda Rp1 milyar subsider 4 bu­lan.

Tangan dingin Asiadi tak berhenti di situ. Dia dipercayakan menangani pidana perbudakan terhadap 62 buruh dengan terdakwa Yuki Irawan, pemilik sekaligus pimpinan pabrik kuali. Selaku Ketua Majelis Asiadi Sembiring memvonis terdakwa Yuki dengan pidana penjara selama 11 tahun ditambah denda sebesar Rp500 juta subsidair 3 (tiga) bulan kurungan, Selasa, 25 Maret 2014.

Sayangnya, majelis yang dipimpin Asiadi itu menolak tuntutan denda berupa pemberian restitusi sebagai bentuk pemulihan hak-hak korban yang diajukan JPU sebesar Rp.17.822.694.212. Vonis penjara dan denda itu jelas lebih ringan. Pasalnya, JPU menuntut pidana penjara 13 tahun dan dendar berupa restitusi Rp.17.822.694.212.

Kasus perbudakan ini menjadi sorotan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Kasus ini bisa dibilang sebagai puncak narasi Asiadi di PN Tangerang.

Jadi, tidak aneh memang, setelah dimutasi menjadi hakim PN Jaksel, Asiadi langsung diserahkan sejumlah perkara untuk diadili. Kiprah Asiadi mulai menarik perhatian di PN Jaksel saat menangani tindak pidana penipuan sebesar Rp53 miliar atas nama terdakwa Rusmadi Als Adiyansayah Bin Iwansyah (34). Sidang perdana kasus ini berlangsung Januar 2015. Dalam kasus ini Asiadi, duduk sebagai anggota majelis
hakim dengan Ketua Majelis Hakim I Ketut Tirta dan anggota majelis Yanto.

Sabir Laluhu

Eks Presidium BEM Fidkom UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA