Koalisi Demokrat dan Golkar adalah Pemenuhan “Ketentuan Langit”

Minggu, 18 Mei 2014, 19:33 WIB
Koalisi Demokrat dan Golkar adalah Pemenuhan “Ketentuan Langit”
JUDUL di atas adalah cuplikan tulisan penulis yang dimuat di RMOL pada 16 Mei 2014 "Poros Jokowi dan Prabowo pun Ternyata Hasil Desain SBY". Kini, sebagai langkah terakhir, SBY harus membentuk poros ketiga sebagai kendaraan bagi Pramono Edhie, sang adik ipar. SBY adalah seorang pengamat yang “piawai” dan untuk itu patut diacungi jempol.

SBY menyadari betul dari awal bahwa Pramono Edhie bukanlah lawannya Prabowo. SBY paham bahwa Prabowo adalah profil terbaik dari kalangan militer yang ada saat ini. Tidak ada tokoh dari militer yang akan menang “head to head” lawan Prabowo, termasuk Pramono Edhie di gelanggang Pilpres nanti. Pemahaman SBY inilah yang kemudian “menghantarkan” Hatta Rajasa ke Prabowo.

Jadi, SBY realistis bila nanti Pramono Edhie hanyalah sebagai cawapres. Tapi bukanlah SBY bila menerima begitu saja keadaan ini. SBY tetap akan menawarkan Pramono Edhie sebagai capres, walau tak harus.

Untuk membentuk poros ketiga, kini praktis hanya tinggal dua partai: Demokrat (10,19) dan Golkar (14,75).

Pilihan SBY satu-satunya tinggal Golkar kalau ingin mewujudkan poros koalisi ketiga dan untuk niatan itu SBY pun mengajak ARB untuk membentuk poros ketiga. ARB kemudian oleh SBY dipersilakan untuk mencari kemungkinan-kemungkinan koalisi yang bisa mengusungnya sebagai capres atau bahkan cawapres. Tapi bukanlah SBY kalau tidak bisa membujuk ARB bergabung dengannya. ARB, akhirnya realistis dengan keadaan politik terkini dan menerima tawaran SBY yang lebih baik dan lebih menguntungkan daripada yang ditawarkan oleh PDIP atau Gerindra. SBY juga menyakinkan ARB bahwa poros koalisi yang akan dibangun ini adalah koalisi “jempolan” yang juga punya kesempatan kuat untuk memenangi Pilpres. Paling tidak bisa masuk ke dalam putaran kedua, kalau harus terjadi!

Hari ini, 18 Mei 2014,  adalah hari besar bagi dua partai papan atas, Demokrat dan Golkar, guna menentukan arah politik mereka. Dengan sengaja kedua partai itu, SBY dan ARB,sepakat mengadakan Rapimnas secara serentak untuk menyita perhatian publik seharian penuh. Walau sesungguhnya disebut-sebut 17 Mei kemarin bahwa, telah terjadi kesepakatan koalisi antara Demokrat dan Golkar. Kesepakatan koalisi itu, yang diinisiasi oleh Tim 6,  menyatakan bahwa, Demokrat dan Golkar bersetuju mengusung ARB dan Pramono Edhie sebagai pasangan Capres dan Cawapres. Jadi, kalau hal itu benar adanya maka, Rapimnas hari ini hanyalah panggung seremonial semata  yang fungsinya hanyalah mengukuhkan keputusan dari Tim 6.

Kemudian, kalau memang Rapimnas kedua partai Demokrat dan Golkar ini memang benar-benar memutuskan untuk berkoalisi dan “berani” menyatakan mengusung ARB dan Pramono Edhie sebagai capres dan cawapres, maka sesungguhnya ini adalah kemenangan Partai Demokrat dan Golkar mengalahkan “teror” dari lembaga survei yang menempatkan ARB dan Pramono Edhie dalam elektabilitas rendah. Keberanian ini bukanlah keberanian konyol semata.

Keberanian ini sepenuhnya didasarkan atas fakta hasil pileg 9 April lalu yang walau hanya menempatkan Demokrat pada posisi 4 (10,19% suara atau 91 kursi DPR) . Namun, Partai Demokrat kemudian menyadari bahwa, suara yang kini diperolehnya itu  adalah suara murni yang tersisa dari 20,85% suara pada pemilu 2009 setelah hantaman badai Century dan Hambalang yang tiada henti. Demokrat, dalam hal ini SBY, mencermati bahwa, 10.19 % suara ini merupakan suara dari para penggemar setianya (SBY fans Club) yang tidak akan berubah.

Sementara di pihak Golkar,  juga terjadi pemahaman yang sama. Berdasarkan hasil pileg 2014, Golkar menempati posisi kedua dalam perolehan suara dengan 14,75 %  atau 91 kursi DPR. Golkar  telah kehilangan 17 kursi dari 108 kursi yang diperolehnya pada pemilu 2009 lalu. Kehilangan 17 kursi inilah yang dipakai rival  ARB dalam Golkar sendiri untuk menghantam dan mendelegitimasi kepemimpinannya.

Tapi kemudian ARB, dengan nasihat bijak SBY, akhirnya Golkar menyadari bahwa, sesungguhnya telah terjadi “ARB Efek” yang menyebabkan suara Golkar bertambah hampir 4 juta pemilih pada pemilu 9 April lalu dibanding pemilu 2009. Kini, dengan pemahaman baru, Golkar menyadari bahwa, sesungguhnya “kecintaan rakyat Indonesia” terhadap Golkardengan diusungnnya ARB sebagai capres telah menambah perolehan suara Golkar. Jadi, bisa dipastikan bahwa, kalau Demokrat dan Golkar berkoalisi mengusung ARB dan Pramono Edhie sebagai capres dan cawapres maka modal gabungan sebesar 24,94% adalah betul-betul suara yang akan didapat secara nyata.

Sekali lagi, kalau kemudian memang ARB dan Pramono Edhie dideklarasikan sebagai pasangan capres dan cawapres setelah Rapimnas partai. Maka, kini tugas SBY adalah mencari tambahan peserta koalisi untuk memperbesar dukungan  politik. Dan untuk itu, akankah SBY memanggil Muhaimin Iskandar “si anak hilang“ kembali pada detik-detik akhir. Karena secara kalkulasi politik, bergabungnya  Demokrat, Golkar dan PKB dalam satu poros menjadikan mereka memiliki 33,98% dukungan politik. Dan dengan 33,98%, poros koalisi ketiga ini memiliki peluang besar untuk bisa menumbangkan salah satu poros yang sudah ada, PDIP atau Gerindra.

Keniscayaan koalisi ini untuk kemudian memenangkan pertarungan pilpres dimungkinkan dengan  SBY tetap “mendorong” adanya 3 poros koalisi pada pertarungan pilpres 9 Juli nanti. Dan, dengan adanya poros koalisi ke-3 sebagai peserta pilpres maka, SBY dan ARB telah memenuhi “ketentuan langit” menuju Pilpres 2 putaran! Wallahu a’lam bish shawabi [***]

Empie Ismail Massardi
Pengamat Spiritual

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA