4 Paket Pemerintah Langgengkan Politik Upah Murah

Selasa, 27 Agustus 2013, 22:04 WIB
4 Paket Pemerintah Langgengkan Politik Upah Murah
ilustrasi/net
DI satu tahun terakhir pemerintahannya, SBY  tidak juga memperlihatkan itikad baik terhadap Rakyat Pekerja. Pada Paripurna DPR 16 Agustus 2013, SBY menyampaikan fiksi ilmiah, dengan katakan "akhiri
ketergantungan pada buruh tak terampil dengan solusi pangkas PPN bagi
buku impor non fiksi".

Tanggal 23 Agustus 2013, Pemerintah SBY luncurkan 4 Paket Kebijakan Ekonomi yang cenderung berindikasi hanya menggenjot pasar dan investasi namun tak serius pikirkan penambahan penghasilan rakyat yang bekerja. Padahal, pasca kenaikan BBM kenaikan harga kebutuhan pokok hingga hari ini terus terjadi. Entah darimana asal muasal pemikiran 4 paket tersebut salah satu tujuanya untuk "menjaga daya beli masyarakat".

Melalui Pernyataan Menteri Perindustrian, MS Hidayat pada Jumat 23 Agustus 2013, SBY sampaikan pesan bahwa Pemerintah akan segera buat formula baru upah minimum. Perhitungan berbasis pada tingkat inflasi+x%, yang akan ditentukan melalui mekanisme tripartit dan akan berlaku bagi kelompok industri padat modal, padat karya dan UKM.

Pemerintah pun akan keluarkan Instruksi Presiden(Inpres) yang jadi pedoman untuk Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Terkait rencana tersebut saya mendesak:

Pertama, Pemerintah harus segera jelaskan pada publik apa yang dimaksud formula upah sama dengan inflasi + x persen, karena survei pasar bagi kenaikan upah mulai Oktober.

Dua, Pemerintah tidak boleh main-main dengan upah rakyat pekerja, karena upah adalah nyawa bagi pekerja dan keluarganya.

Tiga, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kebijakan menaikan harga BBM, yang berpengaruh pada pekerja dan industri, saya mendesak pemerintah memberikan insentif "kenaikan upah" bagi industri-industri padat karya, terutama bagi UMKM. Dengan kondisi sistem dan SDM pajak yang ada, insentif pajak hanya akan membuka ruang "korupsi pajak".

Empat, Pemerintah segera merevisi definisi KHL yang hanya gunakan standar pekerja lajang. Pemerintah harus tetapkan definisi dan KHL yang berbeda bagi pekerja yang berkeluarga, karena mayoritas buruh dan pekerja justru sudah berkeluarga.

Rieke Diah Pitaloka
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA