Filipinanisasi Politik Indonesia

Selasa, 11 Desember 2012, 21:37 WIB
Banyak dari kita yang berharap Indonesia akan menjadi negara Asia yang kuat dan maju sekelas China ataupun Jepang, dua negara yang para pemimpinnya dikenal sebagai pemimpin politik yang memiliki kompetensi tinggi. Namun, setelah melihat realitas politik yang berkembang di Indonesia belakangan ini, sepertinya harapan muluk tersebut harus dikubur dalam-dalam karena terdapat kecenderungan negeri kita hanya akan menjadi sekelas Filipina.

Secara ekonomi, kedua negara kepulauan di Asia Tenggara ini memang sudah sekelas. Seperti Filipina, Indonesia masih mengandalkan eskpor tenaga kerja berkemampuan rendah untuk menimbun pundi-pundi devisanya. Kini, secara politik, tampaknya Indonesia juga tidak akan lebih baik dari Filipina karena terdapat pertanda bahwa proses politik pemilihan presiden tahun 2014 di Indonesia hanya akan mengulang proses yang sama yang terjadi di Filipina tahun 1998, yaitu pemimpin politik yang dipilih rakyat bukanlah pemimpin politik yang kompeten, melainkan hanyalah seorang selebritis yang memiliki popularitas tinggi.

Pada Mei 1998, seorang bintang film yang sudah malang melintang selama lebih dari tiga puluh tahun di dunia hiburan Filipina, Joseph Estrada, dipilih rakyat Filipina sebagai presiden mereka. Tidak banyak perubahan yang berarti di dalam negeri Filipina selama dipimpin oleh aktor kawakan ini. Kesejahteraan rakyat Filipina tidak juga membaik, yang terjadi malah si Joseph Estrada pada tahun 2001 harus lengser dikarenakan skandal korupsi. DIkabarkan, selama kepemimpinannya yang relatif singkat tersebut Estrada telah menggelapkan dana sebesar 78-80 juta dolar AS atau sekitar Rp 700-an milyar.

Jika di Filipina ada Joseph Estrada, maka di Indonesia ada Rhoma Irama. Seperti diketahui, belum lama ini selebritis yang dikenal luas oleh rakyat Indonesia sebagai rajanya musik dangdut mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden Indonesia untuk pemilihan presiden di tahun 2014. Seperti Estrada di Filipina, meskipun kompetensinya sebagai pemimpin politik sama sekali belum teruji, namun tingkat popularitas artis yang sudah berkarir lebih dari empat puluh tahun di belantika musik Indonesia ini sangat tinggi. Karenanya bukan tak mungkin si Bang Haji akan mendulang sukses terpilih menjadi Presiden pada 2014, mengikuti jejak Estrada pada 1998.

Kemungkinan terjadinya ”Filipinanisasi” dalam politik Indonesia semacam ini disebabkan karena rakyat Indonesia tidak melihat adanya figur alternatif lain di luar figur-figur yang sudah sering muncul, alias figur-figur 4L (Lo Lagi Lo Lagi). Daripada harus memilih muka-muka lama yang sudah tak lagi menarik, bermasalah dalam rekam jejaknya, atau dikenal memiliki kompetensi yang biasa-biasa saja (mediocre) sebagai pemimpin seperti: Megawati, Jusuf Kalla, Hatta Rajasa, Ical Bakrie, Prabowo, ataupun Wiranto, mungkin saja rakyat berpikiran untuk menjatuhkan saja pilihannya pada seorang selebritis populer semacam Rhoma Irama yang lagu-lagunya sudah sangat akrab di telinga rakyat selama berpuluh tahun. Karenanya satu-satunya cara demi mencegah terjadinya ”Filipinanisasi” ini, para figur 4L tersebut sebaik-baiknya legowo memberikan jalan bagi munculnya figur alternatif yang lebih memiliki rekam jejak yang baik dan kompetensi yang tinggi dalam memimpin. [***]

Gede Aradea Permadi Sandra
Aktivis Prodemokrasi
Mantan Sekjen Partai Rakyat Demokratik (PRD)

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA