Reformasi Kepolisian Gagal, Praktik Suap Masih Terjadi di Lapangan

Minggu, 08 April 2012, 08:18 WIB
REFORMASI birokrasi di Internal Polri yang dicanangkan Kapolri Timur Pradopo rupanya belum sepenuhnya dijalankan dengan baik oleh anak buahnya di lapangan. Sebab masih saja ada oknum polisi lalu lintas yang 'bermain' dengan kewenangan yang dimilikinya.

Kejadian ini saya alami ketika pulang kerja dari arah Slipi menuju Pancoran, tepatnya di sisi ruas jalan Semanggi, pada sabtu malam, (07/04) pukul 22.10 WIB.

Malam itu, saya sadar sudah melakukan pelanggaran lalu lintas karena masuk jalur busway. Alhasil, dua oknum polisi yang berjaga di jalan tersebut menghentikan laju kendaraan saya. Surat Izin Mengemudi (SIM) kategori (C) atas nama saya sendiri, berikut STNK motor saya serahkan. Tanpa banyak bicara, polisi pun langsung mencatat pelanggaran dan menahan SIM saya.

"Nanti ambilnya di Pengadilan Jakarta Selatan," kata Briptu JW, nama yang tertera dalam surat tilang itu.

Sikap tegas itu patut diapresiasi dan itulah tindakan yang benar. Ketika seorang pengemudi melanggar, maka suratnya ditahan dan harus ditebus di pengadilan.
Namun yang saya sesalkan saat itu, dua kendaraan roda empat yang juga diberhentikan tidak ditahan surat-suratnya. Padahal, jelas-jelas dua kendaraan itu melanggar karena masuk jalur busway.

Patut diduga, dua kendaraan itu bisa lolos melenggang bebas, karena "uang pelicin". Pemilik mobil itu bebas seenaknya, tak harus mengurus atau menebus surat dipengadilan.

Tindakan dua polisi ini bisa dibilang oknum polisi yang tidak profesional dan tidak taat azas. Pasalnya, mereka sudah menerapkan standar ganda dalam menegakan aturan lalu lintas. Oknum polisi yang diduga menerima sogokan uang "damai" dan membebaskan mobil dari sanksi tilang jelas salah, karena mereka memberikan contoh yang tidak baik pada pengendara.

Secara tidak langsung, oknum polisi itu juga mengajarkan cara untuk bebas dari tilang dengan menyogok. Dan ini mencemarkan intitusi polri yang tengah berbenah dari praktik-praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).

Dengan insiden tersebut, rasa keadilan, dan atau kaidah yang menyatakan, semua orang sama di hadapan hukum diabaikan begitu saja. Harusnya, polisi profesional, dan menahan surat-surat pengendara yang memang melanggar, serta biarkan mereka menebusnya di pengadilan.

Kejadian ini mungkin sedikit dari sekian banyak kasus yang terjadi di lapangan, dan ini tentu saja jadi pekerjaan rumah Polri dalam berbenah diri.

Fazry,
Tinggal di jalan Pangkalan Jati V, Keluharan Cip Melayu Kecamatan Makassar Jakarta Timur.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA