Ketua Umum PP Gerakan Pemuda Al-Washliyah (GPA), Aminullah Siagian, menyatakan bahwa kritik dan kegaduhan publik terkait Perpol tersebut lahir dari tafsir yang sepotong-sepotong dan oportunistik terhadap putusan MK.
"Putusan MK tidak boleh dijadikan alat propaganda untuk melemahkan kewenangan negara. Tafsir yang sepotong-potong dan oportunistik adalah ancaman serius bagi rasionalitas hukum dan ketertiban konstitusional," ujar Aminullah dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 16 Desember 2025.
Menurutnya, kegaduhan yang berkembang terkait Perpol 10/2025 di ruang publik, justru menunjukkan lemahnya tradisi membaca putusan MK secara utuh dan bertanggung jawab.
Ia menilai, sebagian kritik lahir dari tafsir sepihak yang memotong konteks hukum, sehingga berpotensi menyesatkan publik dan merusak bangunan negara hukum.
Berdasarkan hasil telaahnya terhadap Putusan MK 114/PUU-XXIII/2025, tidak ada larangan pengaturan penugasan anggota Polri di luar struktur organisasi, selama pengaturan tersebut dilakukan secara jelas, akuntabel, dan tidak melanggar prinsip profesionalisme.
“MK menegaskan prinsip, bukan mematikan fungsi negara. Perpol 10/2025 adalah bentuk ketaatan administratif terhadap prinsip itu, bukan pembangkangan terhadap konstitusi,” tuturnya.
Sebagai pemimpin organisasi kepemudaan yang lahir dari tradisi intelektual Islam dan nasionalisme, Aminullah menilai negara tidak boleh dipaksa bekerja dalam kerangka hukum yang kaku dan ahistoris. Ia menyebut, negara modern membutuhkan regulasi adaptif, tetapi tetap berpijak pada supremasi hukum.
“Mereka yang mengharamkan setiap bentuk kebijakan teknis negara atas nama putusan MK, sejatinya sedang memandulkan negara itu sendiri. Ini bukan sikap konstitusional, ini sikap anti-governance. Pernyataan beberapa tokoh senior seperti Pak Mahfud MD, Pak Jimlly Assidiqie menurutku masuk dalam bias over thinking ini" urainya.
“Kritik itu penting, tetapi harus berbasis akal sehat hukum. Jika setiap kebijakan negara dicurigai tanpa dasar konstitusional yang kuat, maka yang runtuh bukan hanya kebijakan itu, tetapi kewibawaan hukum itu sendiri,” demikian Aminullah menambahkan.
BERITA TERKAIT: