Rano Karno: Desa adalah Rahim Peradaban Indonesia

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Senin, 06 Oktober 2025, 04:20 WIB
Rano Karno: Desa adalah Rahim Peradaban Indonesia
Ketua DPP PDIP Bidang Kebudayaan, Rano Karno saat meluncurkan Festival Desa ke-5 di Taman Suropati, Jakarta. (Foto: Dokumentasi BKN PDIP)
rmol news logo Di tengah meningkatnya ketimpangan lahan, krisis ekologis, dan pudarnya hubungan rakyat dengan akar budayanya, Badan Kebudayaan Nasional (BKN) PDIP meluncurkan Festival Desa ke-5 di Taman Suropati, Jakarta.

Mengusung tema ’Di Atas Tanah Kita Berdiri, Dari Desa Kita Mengakar’, festival ini menjadi seruan ideologis untuk meneguhkan kembali kedaulatan rakyat atas tanah, bahwa kemakmuran dan keadilan sosial hanya bisa tumbuh jika bangsa ini berdamai dengan akar, sejarah, dan nilai-nilai kemanusiaannya sendiri.

Ketua DPP PDIP Bidang Kebudayaan, Rano Karno menyebut Festival Desa sebagai ruang kebudayaan rakyat yang hidup dari gotong royong. 

“Desa adalah rahim peradaban Indonesia. Menoleh ke desa bukan berarti mundur, tapi memastikan langkah kita ke depan tetap berpijak di atas tanah yang adil, lestari, dan berdaulat,” ucap Rano dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Minggu malam, 5 Oktober 2025.

Lebih dari sekadar ajang seni, Festival Desa ke-5 lahir dari kesadaran politik kebudayaan bahwa bangsa yang tercerabut dari tanahnya akan kehilangan jati diri dan arah perjuangan. Di tengah lebih dari 2.400 konflik agraria yang tercatat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam lima tahun terakhir. 

Lanjut Rano, festival ini menghidupkan kembali pesan Bung Karno dalam Pasal 33 UUD 1945, UUPA 1960, Pancasila, dan Trisakti, bahwa tanah bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi simbol kedaulatan rakyat dan alat perjuangan menuju kemakmuran bersama. 

“Melalui karya, rakyat diajak membumikan kembali gagasan keadilan sosial dalam bentuk yang paling membumi: seni dan budaya desa,” pungkasnya.

Ketua DPP PDIP Bidang Pemuda dan Olahraga, My Esti Wijayati, menambahkan bahwa generasi muda perlu memahami kembali Pancasila dari akar kehidupan rakyat. 

“Pancasila tidak berhenti di ruang kelas atau seremoni. Ia hidup di sawah, di pasar, di jalan-jalan desa tempat solidaritas tumbuh alami,” ujarnya.

Festival Desa ke-5 menghadirkan Lomba Video Kreatif dan Lomba Puisi berdurasi 7–15 menit, dengan filosofi pitulungan (pertolongan) sebagai simbol gotong royong. Peserta akan memperebutkan Piala Megawati - Kawal Pancasila dari Desa dengan total hadiah ratusan juta rupiah. Penilaian dilakukan oleh Vivian Idris, Peri Sandi Huizche, dan Adi Nugroho, tiga pakar di bidangnya. rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA