Demikian disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Didik Mukrianto, seperti dikutip redaksi melalui akun X miliknya, Jumat 4 Juli 2025.
“Penyadapan yang dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas dapat dikategorikan sebagai pelanggaran privasi dan melawan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, yang menjamin perlindungan atas privasi individu," kata Didik.
Ia menambahkan bahwa tindakan tersebut juga bisa melanggar sejumlah ketentuan perundang-undangan, antara lain Pasal 31 UU Telekomunikasi dan Pasal 40 UU ITE, yang mengatur bahwa penyadapan hanya boleh dilakukan dengan prosedur hukum yang ketat, termasuk izin pengadilan.
Menurut Didik, jika penyadapan dilakukan secara tidak sah, maka hasilnya tidak bisa dijadikan alat bukti di pengadilan. Hal ini merujuk pada Pasal 184 KUHAP yang menegaskan bahwa bukti yang diperoleh secara tidak sah tidak memiliki kekuatan hukum dan dapat dibatalkan oleh hakim.
“Penyadapan tanpa dasar hukum dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas privasi, yang dilindungi oleh konstitusi dan berbagai perjanjian internasional yang diratifikasi Indonesia, seperti ICCPR,” tegasnya.
Didik juga mengingatkan bahwa pejabat yang melakukan penyadapan tanpa kewenangan bisa dikenai sanksi pidana. Pasal 47 UU ITE menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan penyadapan terhadap informasi elektronik dapat dipidana hingga 7 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp700 juta.
Lebih jauh, jika penyadapan melibatkan penyalahgunaan wewenang, pelakunya juga bisa dijerat Pasal 429 KUHP atau ketentuan dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ia juga menyebut bahwa pihak yang dirugikan akibat penyadapan ilegal dapat mengajukan gugatan perdata ataupun praperadilan.
"Pihak yang dirugikan juga dapat melaporkan pelanggaran ini ke Komnas HAM atau Ombudsman untuk ditindaklanjuti sebagai maladministrasi atau pelanggaran HAM," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: