Pendiri Haidar Alwi Institute, R. Haidar Alwi, mengingatkan pemerintah agar sigap menghadapi dampak dari krisis tersebut. Menurut dia, ancaman penutupan Selat Hormuz bukan sekadar isu regional, melainkan pukulan bagi stabilitas energi dunia yang bisa menyeret Indonesia ke dalam tekanan ekonomi.
“Penutupan Selat Hormuz bukan sekadar langkah militer Iran. Ini peringatan keras agar semua negara segera membenahi ketahanan energinya,” kata Haidar dalam keterangannya, dikutip Selasa 24 Juni 2025.
Selat Hormuz merupakan jalur sempit yang menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab. Menurut data The New York Post, sekitar 20 persen pasokan minyak global melewati wilayah ini.
Jika jalur tersebut ditutup, dampaknya tak hanya terasa di Timur Tengah, tetapi juga di Indonesia yang masih bergantung pada impor bahan bakar minyak (BBM).
Tekanan Fiskal dan Ancaman InflasiSituasi makin pelik setelah harga minyak jenis Brent melonjak hingga mendekati 110 dolar AS per barel, seperti dilaporkan
Business Insider Markets.
Bagi Indonesia sebagai negara net importir energi, lonjakan harga ini dipastikan menambah beban subsidi energi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta mempersempit ruang fiskal.
Dampaknya tak berhenti di sana. Kenaikan harga BBM nonsubsidi, tarif transportasi publik, logistik, hingga harga bahan pangan diperkirakan turut terkerek. Haidar menilai situasi ini merupakan konsekuensi dari lambatnya transisi energi nasional menuju kemandirian.
“Tak ada negara yang kuat secara geopolitik jika masih menggantungkan jantung energinya pada pihak luar,” kata Haidar.
Lima Solusi StrategisMerespons ancaman tersebut, Haidar menyampaikan lima langkah strategis yang perlu segera dilakukan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Kelima langkah itu adalah:
- Membentuk cadangan minyak strategis nasional minimal setara kebutuhan 30 hari.
- Mempercepat hilirisasi energi lokal, seperti biodiesel B50, energi surya desa, dan bioetanol.
- Diversifikasi jalur dan mitra dagang energi dengan menjalin kerja sama dengan Rusia, Australia, dan negara-negara Afrika.
- Mendirikan pusat logistik BBM regional, khususnya di Indonesia timur.
- Menginisiasi forum energi ASEAN sebagai respons regional atas krisis geopolitik.
“Indonesia jangan hanya bersiap menghadapi badai, tapi harus berani menjadi nahkoda di tengah gelombang,” kata Haidar.
Haidar berharap Presiden Prabowo menjadikan krisis Selat Hormuz ini sebagai momentum membenahi ketahanan energi nasional. Menurutnya, langkah-langkah strategis di sektor pertahanan dan diplomasi harus sejalan dengan visi kemandirian energi agar Indonesia tidak mudah terombang-ambing oleh dinamika global.
“Ketergantungan adalah kelemahan yang tinggal menunggu waktu. Justru di saat dunia tertekan, Indonesia punya kesempatan besar untuk melompat,” kata Haidar.
BERITA TERKAIT: