Menurutnya, konflik di Timur Tengah semakin kompleks dan tidak semata-mata melibatkan negara-negara di kawasan tersebut.
“Kadang-kadang situasinya berkembang, lebih menambah kompleksitas lagi permasalahannya. Kalau dulu lebih mudah ditengarai negara-negara Arab melawan Israel. Sekarang sudah berubah dan sepertinya anatomi konflik pun turut berubah,” kata SBY dalam acara “Spesial Interview SBY: Konflik Iran-Israel, Ancaman Global, dan Harapan Perdamaian” dikutip Senin malam 16 Juni 2025.
Menurut mantan Kasospol ABRI itu, keterlibatan negara-negara luar kawasan seperti Amerika Serikat, Rusia, dan Turki turut memperumit dinamika yang terjadi. Ia menilai setiap kali ada peluang tercapainya gencatan senjata di Gaza, selalu saja gagal terealisasi.
“Oleh karena itu saya juga tidak terlalu heran, kalau sepertinya sudah di depan mata ada prakarsa yang bagus untuk gencatan senjata di jalur Gaza, hampir terwujud, tidak jadi. Jalan sudah mulai ada saling membebaskan sandera masing-masing, terhenti lagi,” ujarnya.
SBY pun menduga ada pihak-pihak yang memang tidak menginginkan perdamaian di kawasan tersebut. Menurutnya, konflik terus dipelihara karena ada kepentingan yang mendukung salah satu pihak, baik Israel maupun kelompok-kelompok seperti Hamas dan Hizbullah.
“Saya akhirnya menyadari bahwa memang ada pihak-pihak yang tidak ingin Timur Tengah itu damai dalam arti status quo. Tetap saja ada yang menginginkan Israel lah yang didukung. Atau sebaliknya, Palestina, Hamas, Hizbullah yang didukung,” ungkap SBY.
Di sisi lain, SBY juga menyoroti peran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam konflik ini. Ia menyatakan bahwa Dewan Keamanan PBB, yang memiliki wewenang untuk mengeluarkan resolusi enforceable, sejauh ini belum efektif menegakkan keputusan-keputusannya.
“Sebetulnya
the power of perserikatan bangsa-bangsa (PBB) ini pada Dewan Keamanan PBB. Dialah yang bisa mengeluarkan resolusi yang mesti ditepati oleh semua negara anggota PBB, istilahnya enforceable. Tetapi dalam praktek Dewan Keamanan pun juga gagal untuk mengeluarkan resolusi yang
enforceable dan ditaati oleh pihak-pihak yang ada di depan, termasuk oleh Israel,” sesalnya.
Meski demikian, SBY tetap meyakini bahwa peluang perdamaian masih terbuka. Ia mengajak semua pihak untuk tidak menyerah dalam mencari solusi demi menghentikan penderitaan manusia yang terus berlangsung.
“Saya sebagai
former world leader juga berharap tetap masih ada solusi. Tetap masih ada
window of opportunity. Yang penting jangan menyerah, jangan
give up,” jelasnya.
“Bisa dibayangkan, setiap hari puluhan, ratusan manusia yang tidak berdosa,
the innocent people. Sekarang 50 ribu lebih sejak konflik terakhir ini. Kemudian
extreme human suffering, penderitaan manusia yang luar biasa,” sambung dia.
Lebih lanjut, jebolan AKABRI 1973 ini menegaskan bahwa meskipun permusuhan sangat dalam dan destruktif, upaya untuk mencegah kerusakan dan membangun kembali harus terus dilakukan dengan kegigihan menuju perdamaian.
“So, seberat apapun, serumit apapun, tetap harus dicari. Saya tahu tidak mudah. Karena permusuhan sangat dalam dan pada posisi ingin saling menghancurkan. Sehingga kegigihan mereka untuk merusak harus kita hadapi dengan kegigihan kita. Untuk mencegah kerusakan dan membangun kembali,” pungkas SBY.
BERITA TERKAIT: