Negara Tak Boleh Abai, Ojol Harus Dilindungi Seperti Pekerja Formal

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-alfian-1'>AHMAD ALFIAN</a>
LAPORAN: AHMAD ALFIAN
  • Rabu, 21 Mei 2025, 16:06 WIB
Negara Tak Boleh Abai, Ojol Harus Dilindungi Seperti Pekerja Formal
Demonstrasi pengemudi ojek online (Ojol) di Jakarta, Selasa, 20 Mei 2025/RMOL
rmol news logo Aksi demonstrasi pengemudi ojek online (Ojol) yang berlangsung pada Selasa, 20 Mei 2025, di berbagai titik di Ibukota menjadi alarm keras bagi pemerintah dan pemangku kepentingan. Sudah saatnya ada regulasi yang berpihak dan melindungi pekerja digital.

Seperti unjuk rasa yang dilakukan sebelumnya, aksi kali ini tetap menyoroti potongan komisi aplikator yang dinilai mencekik, lalu ketiadaan perlindungan ketenagakerjaan, hingga tuntutan pengakuan sebagai pekerja formal.

Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD DKI Jakarta, Ade Suherman menegaskan, negara tidak boleh terus menutup mata terhadap ketidakadilan yang dialami pekerja digital.

“Para pengemudi Ojol ini sudah lama bekerja dalam situasi serba tidak pasti. Mereka bukan mitra dalam arti sejajar, tapi bekerja di bawah sistem yang dikendalikan penuh oleh aplikator. Sudah saatnya negara berpihak dan hadir melalui regulasi yang adil,” ujar Ade kepada RMOL, Rabu 21 Mei 2025.

Ade pun menyoroti hubungan antara pengemudi dan aplikator yang disebut sebagai kemitraan. Nyatanya hal itu sering menjadi alasan untuk menghindari tanggung jawab terhadap hak-hak dasar pekerja, seperti jaminan sosial, perlindungan kecelakaan kerja, dan kepastian pendapatan. 

Padahal, Permenaker Nomor 5 Tahun 2025 secara jelas mewajibkan perusahaan platform digital untuk mendaftarkan pengemudi ke dalam program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian melalui BPJS Ketenagakerjaan.

“Faktanya, banyak aplikator belum patuh atau bahkan menghindar dari kewajiban itu. Relasi kerja yang timpang ini harus segera diakhiri dengan kehadiran regulasi yang berpihak pada pekerja,” tegasnya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu mendorong pemerintah pusat maupun daerah untuk mencontoh negara-negara maju yang telah mengambil langkah konkret dalam melindungi pekerja digital. 

Di Inggris misalnya, pengemudi Uber telah diakui sebagai pekerja dengan hak upah minimum dan cuti. Di Uni Eropa, regulasi terbaru menempatkan tanggung jawab algoritma pada perusahaan, termasuk memberi perlindungan terhadap jam kerja dan jaminan sosial.

“Jika kita tidak bergerak sekarang, ketimpangan ini bisa menjadi bom waktu. Ini bukan sekadar soal transportasi, tapi soal keadilan sosial dan masa depan dunia kerja di era digital. Negara harus hadir sebelum terlambat,” pungkas Ade Suherman. rmol news logo article
EDITOR: AGUS DWI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA