Karena larangan tersebut telah memberikan efek domino negatif terhadap perekonomian nasional, terutama bagi sektor penyaluran tenaga kerja ke luar negeri.
"Larangan pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah sangat merugikan negara secara ekonomi dan masa depan PMI dan keluarganya," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Nofel Saleh Hilabi dalam keterangannya, Selasa 15 April 2025.
lebih lanjut Nofel menekankan bahwa Kadin Indonesia dan Asosiasi PMI mendesak Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Keppres tentang pencabutan moratorium pada bulan April 2025 dan menerbitkan Perpres pengiriman PMI Timur Tengah.
Kemudian meminta untuk membentuk Satgas PMI Ilegal yang terdiri dari gabungan TNI, Polri, Kadin dan KPK.
Kadin juga meminta pemerintah mengalokasikan APBN Rp3 triliun untuk pelatihan ekspres PMI. Lalu aktivasi lima koridor khusus: Jeddah, Dubai, Doha, Kuwait, dan Manamah.
Nofel juga mendesak untuk menggantikan moratorium dengan program
zero cost placement dan pelatihan keterampilan.
"Ini bukan pilihan tapi keharusan untuk secepatnya mencabut moratorium. Setiap hari moratorium tetap berlaku maka sejatinya Indonesia rugi Rp500 miliar dan 1.200 PMI jadi korban
trafficking," kata Nofel.
Nofel menyebut potensi devisa Timur Tengah mencapai Rp400 triliun per tahun jika moratorium dicabut.
"Kemudian diproyeksikan pengiriman 600 ribu PMI ini dapat menghasilkan devisa Rp 48,6 triliun," kata Nofel.
Data menyebutkan bahwa Indonesia harus mengakui negara di kawasan Asean yakni Vietnam dan Filipina yang unggul jauh dalam pengiriman PMI resmi hingga mampu mendulang devisa besar.
BERITA TERKAIT: