Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) Islah Bahrawi tak setuju dengan adanya wacana tersebut.
"Kita belum siap untuk menempatkan kepolisian di bawah kementerian atau di bawah berjenjang karir di bawah gubernur atau di bawah walikota maupun bupati. Ini tentu saja kita semakin tidak siap," kata Islah dalam keterangannya, Senin 9 Desember 2024.
Menurut dia, bisa dibayangkan bagaimana intervensi-intervensi politik baik dari gubernur, wakil gubernur maupun DPRD.
Sebab, lanjut dia, polisi yang saat ini berada di bawah Presiden saja masih rentan dengan penggunaan-penggunaan pragmatisme politik itu.
"Tapi secara pribadi saya tidak setuju memang Polri berada di bawah Kementerian. Polri itu memang harus independen berada di bawah Presiden. Dengan sistem pelaporan (kepada) Kemenko Polkam," jelasnya.
Islah menilai, Presiden RI dan Kapolri boleh saja berganti, namun Polri harus tetap ada, untuk melindungi dan mengayomi masyarakat dan menjamin keamanan di tengah masyarakat sipil.
“Dan ini adalah cita-cita reformasi. Itu adalah amanah reformasi kepada kita hari ini, untuk bisa menjaga independensi Polri," tegasnya.
Aktivis NU ini juga meyakini bahwa akan lebih parah intervensi politik jika Polri nantinya di bawah kementerian.
"Jadi usul saya bahwa pembenahan internal itu juga penting. Supaya Polri bisa berbenah dan kembali lagi menjadi polisi rakyat. Kembali lagi menjadi polisi yang harum di mata rakyat. Artinya rakyat merasa terlindungi ketika polisi hadir. Dan harus dikembalikan marwah-marwahnya," pungkasnya.
Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Sitorus sebelumnya mendorong Polri kembali berada di bawah TNI atau Kemendagri. Ia berdalih, hal itu demi reformasi Polri serta mencegah oknum bermain politik.
“Kami sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI atau dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri,” kata Deddy belum lama ini.
BERITA TERKAIT: