Dindin menilai Supian Suri atau SS mau mempermalukan Imam Budi Hartono dengan menyiratkan isyarat tertentu. Dindin juga menyebut SS ingin lari dari tanggung jawabnya sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok saat itu.
Menurut Dindin, data yang disampaikan SS di salah satu media tentang anggaran Rp5 miliar adalah keliru. Ia mengaku telah mendapat data sebenarnya tentang pengadaan incinerator yang dimaksud.
"Mesin yang diuji coba di Pasar Cisalak tersebut adalah AWS, sudah diuji coba dua pekan dan tidak sesuai spek, jadi dibongkar lagi. Harganya (Rp)1,5 miliar bukan 5 miliar, jadi jangan melebih-lebihkan begitu," kata Dindin melalui keterangannya, Kamis, 7 November 2024.
Dindin menilai pernyataan SS sebagai sebuah framing yang menyesatkan. Pasalnya, SS mengarahkan narasi dengan menyebutkan harganya terlalu mahal 25 miliar padahal ada yang 5 miliar, sehingga terbentuk mindset publik seolah-olah pemerintah melakukan pemborosan anggaran.
"Bahasanya juga seperti ada yang mengarah untuk membeli yang (Rp)25 miliar itu seperti ada kongkalikong, lalu belum ada kajiannya jadi perlu dilakukan kajian lebih dulu. Ini yang membuat SS dianggap tidak merealisasikan amanat pimpinan. Lalu dikatakan sudah diuji coba di Pasar Cisalak dan gagal. Yang diuji coba yang mana?" ujar Dindin.
Dindin pun menjelaskan fakta sebenarnya tentang incinerator di Pasar Cisalak yang berada di Kecamatan Cimanggis tersebut. Bahwa mesin AWS dicoba di Pasar Cisalak selama 2 pekan. Setelah 2 pekan, mesin AWS seharga Rp1,5 miliar tersebut kembali dibongkar karena tidak sesuai spesifikasi.
"Saat ini Kota Depok mendapatkan hibah dari pemerintah pusat berupa tiga incinerator, namun masih dalam proses kajian dan kabarnya sudah selesai kajian tersebut," imbuhnya.
Untuk itu, Dindin meminta SS bertanggungjawab. Karena saat itu SS menjabat sebagai Sekda Kota Depok, di mana Sekda adalah Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Ia juga menyebut SS dapat dilaporkan dengan dugaan pencemaran nama baik karena menuduh Imam Budi Hartono dengan data yang tidak benar.
"Justru karena SS tidak bisa menjalankan tugas dengan baik, makanya Pak Imam Budi Hartono mendorong untuk penyelesaian masalah sampah. Hati-hati SS bisa dilaporkan ke APH atas pasal pencemaran nama baik," pungkasnya.
Tanggapan lain juga datang dari pemerhati pembangunan Kota Depok, Cahyo Putranto Budiman, yang menyebut apa yang dikatakan SS merupakan tudingan mengerikan.
Sebab, kata Cahyo, tudingan tersebut menyiratkan bahwa pengadaan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok sarat dengan kongkalingkong alias KKN.
Ia meminta SS sebagai penuding tidak asal bicara, harus memiliki bukti konkret dan wajib melaporkan ke Aparat Penegak Hukum. Jangan sampai apa yang diucapkan SS hanya untuk menarik "pelanggan" saat maju menjadi Calon Kepala Daerah Kota Depok.
"Kalau itu tidak dilakukan, berarti ada tiga kemungkinan. Satu SS asal bunyi, dua SS tak memiliki bukti dan data yang benar, ketiga SS ikut menikmati hasil dari pengadaan incinerator yang dimaksud," kritik Cahyo.
Melihat cara-cara berkampanye sebagai calon Walikota Depok yang dinilai kurang elegan, Cahyo lantas membandingkan SS dengan Pradi Supriatna, Calon Walikota Depok pada Pilkada 2019.
Ia menilai Pradi Supriatna sebagai politikus ulung. Menurut Cahyo, Pradi merupakan politikus tulen, juga dewasa dalam berucap dan bersikap.
"Bang Pradi pernah berucap ke saya, sampai hari ini saya jaga integritas saya Mas, enggak mau nyerang kelemahan orang. Saya ingin bersaing di jalan yang lurus saja dan enggak mau mendahului di tikungan," tutup Cahyo.
BERITA TERKAIT: