Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Soroti Ketidakpastian Pemilihan Ulang di Daerah Calon Tunggal, UU Pilkada Digugat

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widodo-bogiarto-1'>WIDODO BOGIARTO</a>
LAPORAN: WIDODO BOGIARTO
  • Selasa, 15 Oktober 2024, 21:33 WIB
Soroti Ketidakpastian Pemilihan Ulang di Daerah Calon Tunggal, UU Pilkada Digugat
Kuasa hukum M. Qobul Nusantara dan Bayu Yusya Uwaiz Al Khorni di Mahkamah Konstitusi (MK)/Ist
rmol news logo Tim Advokasi Pilkada Ulang Tepat Waktu mengajukan permohonan uji materi terhadap Pasal 54D ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Gugatan ini diajukan dua advokat Muhammad Qabul Nusantara dan Bayu Yusya Uwaiz Al Khorni yang mewakili Febriansyah Ramadhan dan Sunarto Efendi, untuk meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus frasa “dilaksanakan sesuai jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.” 

Frasa tersebut dinilai berpotensi memperpanjang ketidakpastian pelaksanaan Pilkada ulang di daerah dengan calon tunggal, terutama jika kotak kosong yang menang.

Bim, sapaan akrab Muhammad Qabul Nusantara, menjelaskan bahwa ketidakpastian ini dapat menciptakan kondisi di mana penjabat kepala daerah dapat menjabat untuk jangka waktu yang lama tanpa adanya legitimasi demokratis. 

“Penjabat kepala daerah bukanlah pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat," kata Bim dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 15 Oktober 2024.

Kondisi ini sangat bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menegaskan bahwa kepala daerah harus dipilih secara demokratis.
 
Sementara Bayu Yusya menekankan bahwa frasa yang ambigu ini memberi ruang bagi pemerintah dan DPR untuk menunda Pilkada ulang, yang seharusnya dilaksanakan satu tahun setelah Pilkada serentak. 

“Ketidakpastian ini bisa memperpanjang kekosongan jabatan kepala daerah definitif, yang pada akhirnya merugikan hak masyarakat untuk memilih pemimpinnya secara langsung," kata Bayu.

Tim advokasi menyoroti bahwa frasa yang dipermasalahkan tersebut tidak hanya mengaburkan kepastian hukum tetapi juga membuka peluang bagi penundaan Pilkada ulang hingga lima tahun, mengikuti siklus Pilkada serentak berikutnya. 

Jika opsi ini yang diambil, daerah yang dimenangkan oleh kotak kosong harus menunggu hingga 2029 untuk menggelar Pilkada ulang. 

Dengan begitu akan meninggalkan masyarakat di bawah kepemimpinan penjabat kepala daerah yang wewenangnya terbatas dan tanpa mandat demokratis.

“Ini bukan hanya soal teknis waktu. Ketidakpastian ini berimplikasi pada legitimasi pemerintahan daerah," lanjut Bim.

Gugatan ini juga mengingatkan bahwa pada Pilkada Serentak 2024, terdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu calon kepala daerah. 

"Jika kotak kosong menang, maka daerah-daerah ini berpotensi mengalami ketidakpastian panjang terkait kapan Pilkada ulang akan dilaksanakan," kata Bim.rmol news logo article



Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA